Merancang
Keunggulan Madrasah
Nurhasan Zaidi, Anggota Komisi VIII DPR RI, Ketua Umum
Persatuan Umat Islam (PUI)
SUMBER : REPUBLIKA, 07 April 2012
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan sudah seharusnya tak lagi dipandang sebelah mata.
Kementerian Agama menyebut, sekitar 6,5 juta anak Indonesia menggantungkan masa
depan mereka pada pendidikan madrasah. Pada 2011, Angka Partisipasi Kasar (APK)
madrasah ibtidaiyah (MI) mencapai 12,44 persen dan madrasah tsnawiyah (MTs)
mencapai 19,86 persen. Peningkatan mutu pendidikan di madrasah tak boleh
ditawar-tawar lagi.
Dikotomi Pendidikan
Kita
akui peningkatan mutu madrasah bukanlah hal mudah. Salah satu permasalahan
mendasar yang dihadapi lembaga pendidikan madrasah ialah dikotomi struktural
maupun sosial yang sudah berlangsung sejak masa penjajahan Belanda.
Secara
struktural, madrasah dipisahkan dari naungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dengan konsekuensi mendapatkan jatah anggaran lebih kecil dari
sekolah lain. Maka, wajar jika kondisi madrasah yang 91,2 persen dibangun
dengan swadaya masyarakat, berbanding terbalik dengan kondisi sekolah umum yang
hanya 10 persennya saja yang didirikan swasta.
Pada
APBN 2012, Kemendikbud mendapatkan alokasi 57,8 triliun atau 20 persen dari
anggaran pendidikan. Sedangkan, Kementerian Agama yang mengelola pendidikan
Islam hanya dialiri Rp 31,1 triliun atau 11 persen dari anggaran pendidikan.
Sementara, beban Kemenag juga mengelola sekolah dari TK sampai perguruan
tinggi.
Tampaknya,
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)--yang
menjelaskan bahwa antara sekolah umum dan madrasah mempunyai kedudukan
setara--merupakan jawaban atas dikotomi struktural dalam pengelolaan pendidikan
di madrasah. Dengan UU ini, seharusnya DPR dan pemerintah tidak ragu lagi untuk
menyetarakan anggaran bagi madrasah dengan sekolah-sekolah lainnya.
Dan,
perlu diperhatikan bahwa dikotomi secara psikologis dalam tataran sosial
terhadap pendidikan madrasah juga mesti dihilangkan. Di luar, masyarakat umum
masih memandang madrasah sebagai pendidikan “kelas dua“. Sementara, di sebagian kalangan madrasah terdapat sikap
meremehkan terhadap ilmu-ilmu pengetahuan umum sehingga menghambat penguasaan
siswa terhadap ilmu-ilmu nonagama tersebut.
Tentu
sudah menjadi tugas pemerintah--dalam hal ini Kementerian Agama--untuk
meluruskan pandangan kalangan madrasah terhadap ilmu-ilmu nonagama sekaligus
mengampanyekan keunggulan madrasah bagi masyarakat.
Dalam hal ini, Kemenag jauh tertinggal dibanding Kemendikbud yang dinilai sukses menyetarakan SMK dengan SMA.
Dalam hal ini, Kemenag jauh tertinggal dibanding Kemendikbud yang dinilai sukses menyetarakan SMK dengan SMA.
Rancangan Keunggulan
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan yang memadukan antara ilmu pengetahuan dan ilmu
agama seharusnya merupakan lembaga pendidikan yang unggul dibanding pendidikan
lainnya. Dengan konten pengajaran 30 persen ilmu agama dan 70 persen ilmu
pengetahuan umum, lulusan madrasah diharapkan dapat memiliki nilai tambah
dengan pemahaman dan pengamalan ilmu agama. Setidaknya, indikator keunggulan
madrasah dapat dicermati dari dua hal.
Pertama,
hasil ujian siswa madrasah walau lebih rendah dari sekolah umum, sebenarnya
tidak terpaut cukup jauh dari sekolah umum. Kedua, masih banyak anggota
masyarakat yang mempercayakan pendidikan putra-putrinya pada madrasah dan
pesantren yang manajemen dan proses pendidikannya dikelola dengan baik. Di
sebagian madrasah dan pesantren yang kebanyakan dikelola oleh swasta ini,
jumlah peminatnya bahkan selalu melebihi kuota penerimaan sampai lebih dari
tiga kali lipat setiap tahun.
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Islam yang luhur
seharusnya menjadi pendidikan unggulan, namun tentunya diperlukan kesungguhan
dari berbagai pihak. Program Akreditasi Kemenag terhadap madrasah-madrasah
merupakan langkah awal yang cukup baik. Tetapi, program ini belum optimal
karena kebijakan yang selama ini diterapkan oleh pemerintah hanya berupa
rambu-rambu aturan main pendirian kelembagaan.
Untuk
dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan madrasah serta menjadikannya
sebagai pendidikan unggulan yang dapat bersaing dengan lembaga pendidikan
lainnya, setidaknya dibutuhkan beberapa langkah. Pertama, pemerintah harus
membuat grand design mengenai pengembangan madrasah dari mulai tingkat
pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Dengan demikian, madrasah
dituntut untuk memenuhi standar isi, standar proses, standar kopetensi lulusan,
standar pendidik, dan tenaga pendidikan, tanpa menghilangkan kekhasan
pendidikan masingmasing madrasah.
Kedua,
kelengkapan fasilitas dan sarana pendidikan di madrasah berupa perpustakaan,
laboratorium, dan lainnya yang harus ditingkatkan. Program BOS untuk madrasah
harus dijalankan dengan terencana dan diawasi dengan baik. Ketiga,
lulusan-lulusan madrasah yang berkualitas harus mendapatkan akses-akses pendidikan
terbaik, di dalam maupun luar negeri.
Jika pemerintah mau menjalankan
langkah-langkah tersebut maka keunggulan madrasah akan terlihat di seluruh
madrasah dan bukan hanya pada madrasah unggulan saja. Sehingga, madrasah dapat
bersaing dengan sekolah lainnya dan menyumbangkan generasi-generasi cerdas dan
berakhlak mulia untuk ikut membangun dan menyejahterakan negeri ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar