Mendekatkan
Idealitas ke Realitas
Ali Rama, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam
SUMBER
: REPUBLIKA, 20 April 2012
Ikatan
Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dalam acara milad kedelapan dan mukernas (13/4) meng
hasilkan Blueprint Ekonomi Islam yang akan menjadi acuan kebijakan bagi para stakeholders-nya
dalam pengembangan ekonomi Islam di Tanah Air. Bank Indonesia (BI) pada 2000
telah meluncurkan Blueprint
Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia untuk jangka 10 tahun di mana salah
satu target utama nya adalah tercapainya market
share perbankan syariah 10 persen pada akhir 2010.
Akan
tetapi, target tersebut tidak tercapai bahkan sampai 2012 ini pangsa pasarnya
hanya sekitar 3,8 persen dari total aset perbankan nasional. Dengan semangat
yang sama untuk mengembangkan perbankan syariah, pada 2008 BI kemudian
meluncurkan Grand Strategy
Pengembangan Pasar Perbankan Syariah di Indonesia. Melalui strategi ini lah
kemudian diperkenalkan istilah iB (Islamic
Banking) sebagai marketing branding
perbankan syariah.
Strategi
ini cukup sukses menyosialisasikan industri perbankan syariah ke seluruh
lapisan masyarakat. Contoh indikatornya adalah saat ini dengan mudah kita
melihat logo iB di berbagai event yang tidak hanya berhubngan de ngan
perbankan, tapi sampai pada acara olahraga dan film. Keseriusan Bank Indonesia
dalam pengembangan perbankan syariah perlu diapresiasi.
IAEI
sebagai salah satu pelaku pengembangan ekonomi Islam di Indonesia merasa perlu
membuat Blueprint Ekonomi Islam
sebagai acuan utama bagi para pelaku dan pengambil kebijakan. Blueprint ini
dianggap penting dikarenakan selama ini pengembangan ekonomi Islam bersifat
parsial, sehingga terjadi ketidakseimbangan perkembangan. Tulisan ini tidak
dikhususkan untuk membahas Blueprint
Ekonomi Islam tersebut, tetapi akan membahas dua hal penting yaitu pengembangan
sumber daya insani sebagai pelaku utama penegakan ekonomi Islam di bumi
Indonesia dan perbaikan paradigma dalam memajukan ekonomi Islam.
Sumber Daya Insani
Seiring
dengan pesatnya pertumbuhan industri keuangan dan perbankan syariah berdampak
pada tingginya permintaan sumber daya insani (SDI) sebagai penopang utama
pertumbuhannya. Menurut data dari Bank Indonesia, jumlah tenaga kerja yang
bekerja di perbankan syariah mengalami perkembangan yang sangat signifikan
dalam lima tahun belakangan ini.
Pada
2005 sekitar 3.523 orang, bertambah menjadi 13.594 orang pada 2010 yang bekerja
di perbankan syariah. Di perkirakan dibutuhkan sekitar 60-70 ribu SDI untuk
bekerja di perbankan syariah dalam kurun 30 tahun ke depan. Demand yang tinggi ini menjadi tantangan
bagi lembaga-lembaga pendidikan sebagai institusi yang paling berkompeten dalam
menciptakan SDM profesional untuk menunjang pertumbuhan industri keuangan dan
perbankan syariah.
Kompetensi
SDI yang harusnya dilahirkan oleh institusi pendidikan adalah SDI berkualitas
integratif, yaitu memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang
kesyariahan dan ilmu ekonomi. Setidaknya ada tiga kualifikasi sumber daya
manusia ekonomi Islam yang dapat dihasilkan oleh lembaga pen didikan (Euis dkk,
2012).
Pertama,
sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu syariah,
namun memahami ilmu eko nomi; kedua, sumber daya manusia yang memiliki
spesialisasi atau keahlian pada ilmu ekonomi, namun memamahi syariah; dan
ketiga, sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu
syariah dan ilmu ekonomi. Tipikal SDM yang ketiga inilah yang dinamakan SDM
Islam berkualitas integratif yang seha rusnya dihasilkan oleh lembaga pendidikan.
Hal
lain yang perlu juga ditekankan adalah lembaga pendidikan tidak hanya bertujuan
untuk membangun keilmuan dan skill
SDI, tapi juga membentuk karakter dan perilakunya yang sesuai dengan ajaran
Islam, yaitu dimensi moral dan akhlaknya. SDI yang dididik bukan hanya supaya
mereka dapat diserap oleh lapangan kerja tapi utamanya ada lah homo Islamicus, yaitu SDI yang ber
perilaku sesuai dengan ajaran Islam.
Sangat
disadari bahwa perkembangan ekonomi Islam di dunia Muslim kini sangat identik
dengan keuangan dan perbankan. Ini tak lepas dari pendekatan parsial yang telah
dilakukan khu sus nya terciptanya sistem perbankan yang bebas riba di mana
ajaran Islam di sini sangat instrumental dan praktis.
Alasan
lainnya mengapa memilih ke uangan dan perbankan sebagai objek utama ‘Islamisasi’
sistem ekonomi dikarenakan sektor ini sangat berperan strategi bagi kehidupan
manusia. Di sektor inilah mayoritas uang beredar dan hampir tidak ada sektor
bisnis saat ini yang ti dak membutuhkan lembaga keuangan sebagai sumber
pembiayaan. Artinya, jika sektor yang sangat penting dan strategis ini dapat
‘diislamkan’ maka akan berkontribusi besar dalam menciptakan keadilan dalam
sistem ekonomi.
Namun,
konsekuensinya jika pengembangan ekonomi Islam didominasi oleh keuangan dan
perbankan syariah saja akan membuatnya sangat bergantung pada modal yang besar.
Sementara permodalan adalah salah satu kelemahan yang dialami oleh
negara-negara Islam yang sedang berkembang. Kelemahan permodalan ini pada
akhirnya akan membuat industri keuangan syariah akan ‘dicaplok’ oleh kaum
pemilik modal.
Justru
seharusnya ekonomi Islam sebagaimana diungkapkan oleh Umar Chapra bertujuan
menganalisis penyebab terjadinya gap
antara ajaran Islam dan perilaku umatnya. Sehingga, ekonomi Islam berkontribusi
mendekatkan idealitas ekonomi Islam dengan realitas perekonomi Muslim saat ini.●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar