Langkah
Dahlan Iskan
Abdillah Toha, Chairman Grup Mizan
SUMBER : KORAN TEMPO, 11 April 2012
Ketika Susilo Bambang Yudhoyono belakangan
banyak mengeluh soal menteri yang kinerjanya buruk dan tidak loyal, figur
Dahlan Iskan menonjol sebagai menteri yang unik. Beberapa terobosannya yang
tidak biasa menjadi trending topic. Gebrakannya yang kontroversial belum
lama ini, seperti membuka paksa pintu tol atau tidur di atas tikar semalaman di
rumah petani Kulon Progo, ternyata menuai simpati publik.
Ia hadir memecah kebekuan manajemen
pemerintahan yang dianggap kaku dan lamban. Gaya proaktif dan provokatif Dahlan
Iskan memang fenomenal. Langgam kepemimpinannya bersifat menggerakkan. Dahlan
juga dipandang memiliki gaya kepemimpinan yang tegas tapi luwes. Sosok Dahlan
bertindak penuh antusias, bergairah untuk maju, dan induktif, menyelami segala
persoalan dari bawah dan langsung dipecahkan di tempat saat itu pula.
Dengan spirit antusias itu, Dahlan bertindak
cepat: berusaha memecahkan masalah secara utuh berbasis kepentingan publik.
Dalam konteks inilah, simpati masyarakat secara spontan kerap muncul. Pelbagai
kebiasaan dan terobosannya yang khas--sejak menjadi Direktur Utama PLN hingga
kini Menteri Badan Usaha Milik Negara--acap kali menghiasi ruang publik.
Apakah seorang Dahlan Iskan sedang memainkan
jurus politik yang berbasis pencitraan? Saya cenderung menjawab: tidak. Dahlan
pernah mengatakan tuduhan yang paling menyakitkan hatinya adalah bahwa dia
dikatakan melakukan ini semua demi ambisinya menjadi calon presiden 2014.
Menurut saya, Dahlan Iskan hadir secara otentik, bukan dalam cengkeraman
ontologi citra atau simulacrum. Menjadi pribadi otentik, bagi Dahlan,
hanya dengan cara tampil apa adanya, tanpa basa-basi, dan tanpa beban.
Pribadi otentik harus menjadi diri sendiri,
tidak menjadi orang lain. Tidak mengidentifikasi diri dengan the other,
tidak hidup dalam dunia seolah-olah, atau tidak menjadi dunia mereka (the
they). Nah, ketika masyarakat memandang banyak menteri yang kurang cakap
dan partai politik yang gagal mengutamakan kepentingan rakyat, bagaimana
fenomena Dahlan Iskan ini sebaiknya kita baca?
Sosok Dahlan Iskan mungkin lebih tepat
dikategorikan sebagai man of action murni (par excellence). Di
benaknya hanya ada satu kata: bekerja. Dahlan tak suka pada teori-teori atau
berteori. Setiap langkah dan gerakannya cepat dan fokusnya adalah solusi serta
tantangan ke depan. Semua pihak--termasuk bawahan--yang terkait dengan
persoalan diajak berpikir dan bertindak solutif-kreatif. Dialog terbuka dan
terjun langsung ke bawah merupakan metode andalannya. Virus antusias dan
berpikir positif--keyakinan atas kemampuan bawahan dalam memecahkan
persoalan--adalah senjata pamungkasnya. Uniknya, paradigma bekerja semacam itu
bisa dilakukannya di mana pun dan kapan pun. Maka tak aneh jika kita
menyaksikan rapat-rapat penting digelar, misalnya, di ruang terbuka atau bandar
udara pada pukul 6 atau 7 pagi.
Dahlan juga tampaknya bekerja tanpa orientasi
materi. Barangkali dialah contoh sosok pemimpin yang sudah "selesai"
dengan urusan pribadi dan materialnya. Bukan rahasia umum lagi, Dahlan Iskan
adalah "Si Raja Koran", yang kekayaannya mungkin tak mengharuskannya
mencari nafkah di tempat lain. Apalagi setelah ia merasa dikaruniai tambahan
umur pasca-transplantasi ginjal. Baginya bekerja adalah ekspresi rasa syukur.
Dengan kata lain, mengutip kata-kata Dahlan Iskan sendiri, "Bekerja adalah
bentuk syukur yang paling asasi: berbuat baik sebanyak-banyaknya bagi
kepentingan manusia." Maka tidak mengherankan bila, konon, gajinya selama
menjadi Direktur Utama PLN dan kini Menteri BUMN tak pernah diambil. Bahkan dia
tidak pernah sedikit pun menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi
dan keluarganya.
Seperti almarhum Gus Dur, Dahlan bisa juga
disebut sebagai simbol desakralisasi jabatan. Bagi Dahlan Iskan--yang sejak
kecil hidup miskin di Magetan dan baru memakai sepatu ketika kelas II madrasah
aliyah (sekolah menengah atas)--jabatan itu bersifat profan. Jabatan tak pantas
dipuja-puja atau didewa-dewakan. Baginya jabatan bukan segala-galanya.
Tampaknya seorang Dahlan Iskan begitu enteng dan rileks memaknai kedudukannya
itu. Tak muncul sedikit pun di wajahnya tipologi orang yang takut kehilangan
jabatan atau mencari-cari jabatan. Bila besok dia diberhentikan oleh Yudhoyono,
tak akan menjadi soal baginya. Bahkan, dalam rapat-rapat tertentu di lingkungan
BUMN, jika ada pejabat yang acap kali memanggil dirinya dengan sebutan Pak
Menteri, dengan tangkas dia segera meralat, maaf, nama saya bukan Pak Menteri,
tapi Dahlan. Dengan sikap semacam itu, Dahlan Iskan ingin menjauhkan
kedudukannya dari basa-basi birokrasi, sehingga dia bisa bekerja lebih bebas,
tanpa ragu, dan tanpa beban.
Di tengah-tengah kondisi pemerintah yang
sering terjebak dalam imperium citra serta kiprah anggota legislatif dan
yudikatif yang beraroma koruptif, Dahlan Iskan hadir bagaikan oasis yang muncul
di gurun pasir. Dahlan bisa jadi merupakan iklan terbaik pemerintah saat ini.
Gebrakan, terobosan, dan langkah-langkah segarnya dalam memimpin PLN dan
Kementerian BUMN bertolak belakang dengan kecenderungan pemerintah yang sering
lamban dalam menyikapi pelbagai persoalan bangsa. Maka tak berlebihan bila
Dahlan Iskan disebut sebagai suara positif pemerintah di ruang publik.
Terakhir, Dahlan mencoba menggunakan
pendekatan corporate untuk membangun Indonesia. Baginya, ada dua pilar
penting yang bisa digunakan untuk membangun Indonesia ke depan: birokrasi dan
korporasi. Sudah kita ketahui, karakter birokrasi sangatlah kaku dan lamban.
Memperbaikinya tentu bukan perkara mudah. Karena itu, bagi Dahlan, pendekatan
korporasi bisa menjadi pelengkap bagi proses pembangunan Indonesia. Korporasi
mutlak harus bersifat profesional dan rasional. Tindakan rasional adalah
tindakan yang membawa kita lebih dekat pada tujuan kita. Dan tujuan BUMN yang
milik rakyat itu adalah mengembalikan keuntungan sebanyak-banyaknya kepada
rakyat dalam bentuk pelayanan publik yang optimal ataupun pemasukan yang
memadai bagi pemerintah.
Tentu saja tidak semua pihak menyukai dan
menyetujui gaya manajemen Dahlan Iskan. Ada yang mengatakan gaya Dahlan itu
norak dan mengabaikan hierarki manajemen. Negara tidak bisa dikelola dengan
insting belaka. Harus ada pertimbangan hati-hati dan mendalam sebelum keputusan
diambil. Yang tertabrak aksi-aksi Dahlan mungkin saja berharap Dahlan gagal.
Bagi kita, konsumen pelayanan publik,
eksperimen Dahlan kita harapkan akan berlanjut mendatangkan manfaat. Mungkin
terlalu dini saat ini untuk memuja-muji Dahlan Iskan. Sebuah kajian baru perlu
ditulis kembali nanti pada akhir masa jabatannya di kabinet ini. Semoga. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar