Kamis, 05 April 2012

Jalan Pembebasan Menuju Kemanusiaan Sejati


Jalan Pembebasan Menuju Kemanusiaan Sejati
Samsudin Berlian, Alumnus Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
SUMBER : KOMPAS, 05 April 2012



Jumat Agung adalah hari terkelam dalam kekristenan. Ia bukan hanya Good Friday, melainkan juga Black Friday. Pada hari itu, dua ribu tahun lalu, Dia yang dimuliakan di antara manusia menyerahkan nyawa-Nya di tiang salib kehinaan karena kedegilan manusia. Bahkan, hari pun menutup mata, tak mau melihat kekejian yang berlangsung di Bukit Golgota itu.

Di kota ilahi Yerusalem, pemimpin agama saleh, penguasa dunia perkasa, dan massa bergerombol garang bersatu hati dan berpadu angkara menimpakan penyiksaan dan kutukan kepada seorang Nabi welas asih. Dosa bertakhta di Kota Daud.

Justru di puncak sengsara dan nadir nestapa itulah, ketika luka merobek tubuh-Nya dan duka meremukkan hati-Nya, Sang Anak Manusia tulus berdoa, ”Ya, Bapa, ampunilah mereka.” Doa yang menjungkirbalikkan semua perhitungan manusiawi dan membuktikan keaslian Penebus Dosa sejati. Doa yang mengatasi kelemahan dendam kesumat antarmanusia dan kepongahan laknat-melaknat antarmasyarakat.

Membebaskan

Setiap penjunjung Kristus pun belajar dengan rendah hati mengamini ”Ampunilah mereka” sebagai pengakuan bahwa aku telah mengampuni mereka. Bukan sembarang mereka tanpa wajah, melainkan mereka yang telah berlaku jahat kepadaku, yang telah menyengsarakanku, bahkan yang telah dengan sengaja menimpakan derita kepadaku.

Ampunilah mereka” adalah pengakuan bahwa aku pun telah diampuni Tuhan. Aku bukan orang mahasuci tanpa dosa tanpa kesalahan. Aku adalah orang lemah celaka yang telah diangkat Tuhan dari lumpur kenistaan. Karena itu, aku pun mohon kepada Tuhan untuk berbelas kasihan kepada orang lain seperti Dia telah menaruh belas kasihan kepadaku.

Ampunilah mereka” adalah pengakuan bahwa ada sesuatu yang berharga pada diri mereka. Bahkan, pada mereka yang menghinaku, menghancurkanku, ada kemanusiaan yang bernilai tinggi di mata Tuhan, yang layak mendapatkan pengampunan.

Tujuan pengampunan adalah pengertian dan penerimaan. Bukan pembantaian atas musuh, melainkan pemusnahan kebencian, kejahatan, ketakutan, prasangka. Seperti halnya Tuhan membenci dosa dan mencintai manusia berdosa, demikianlah pengampunan memungkinkan penghancuran dendam kesumat sambil menyelamatkan pembenci dan pendendam sehingga menjadi pengasih dan pendamai. Menjadi sahabat.

Kebencian adalah kaca gelap yang menghitamkan dan menjahatkan mereka. Kebencian memperbanyak kebencian, dendam memperanakkan dendam, tetapi pengampunan membebaskan baik orang yang dibenci maupun orang yang mendendam untuk menjalin jalan kebaikan.

Golgota adalah tempat dan saat pengampunan membebaskan umat manusia dari belenggu dosa. Berbagi pengampunan adalah antitesis pelampiasan dendam. Aku telah diampuni Tuhan. Aku pun ingin Tuhan mengampunimu. Aku telah diberkati Tuhan, aku pun ingin Tuhan memberkatimu. Ini bertolak belakang dengan sikap sebagian penganut dan pemimpin agama yang, setelah penuh khusyuk berdoa bersyukur atas anugerah Tuhan kepada mereka, lalu dengan ganas mengangkat tinju dan senjata untuk mengganyang orang lain yang mereka anggap menyeleweng dari Tuhan. Jauhlah hendaknya anak-anak Tuhan dari perilaku anti-Kristus seperti itu.

Kekerasan Terhadap Pihak Lain

Sayang, sejarah menunjukkan kesalahan gereja sepanjang masa yang dengan penuh rasa kesalehan diri melakukan kekerasan terhadap pihak lain yang dianggap bejat murtad. Dengan semangat ”tobat atau mati”, para pejuang kasih dan pembela Tuhan membunuh, membakar, dan menghancurkan agar orang masuk ke surga, dengan sukarela atau dukapaksa.

Gereja diajar terus-menerus dengan rendah hati berseru ”Ampunilah mereka” sebagai pengakuan terhadap dosa sendiri dan dosa seisi dunia dan sebagai pengakuan bahwa pengampunan bukanlah kelemahan, kekalahan, dan kebodohan, melainkan sanggup membuahkan kekuatan penebusan dan pembebasan yang dahsyat, yang mengubah sejarah pribadi dan dunia. Penjahat yang disalibkan di samping Yesus bertobat setelah mendengar doa-Nya dan dengan demikian ditebus dari dosa-dosanya.

Sang Mahatma melawan Inggris, tetapi juga mengampuni mereka dengan memilih jalan tanpa kekerasan. Tanpa balas memukul, seorang Mohandas Karamchand Gandhi mengalahkan negeri digdaya yang menguasai seperempat daratan dunia dan seperlima penduduknya.

Nelson Rolihlahla Mandela mengampuni penguasa apartheid yang memenjarakannya 27 tahun, menjadikan mereka sahabat, dan dengan demikian membawa Afrika Selatan melalui pengungkapan kebenaran yang membongkar segala kejahatan masa lalu menempuh jalan perdamaian sehingga sekarang menjadi negeri utama di benua itu.

King menyerukan pengampunan dan perdamaian dengan institusi negara dan orang kulit putih yang menindas kulit hitam di Amerika, dan dengan demikian membuka jalan damai bagi pencapaian kesetaraan hak dan keadilan di mata hukum dan masyarakat. Tanpa Martin Luther King, Jr, tidak akan pernah ada Barack Hussein Obama II.

Ketika orang Indonesia di Maluku, Sulawesi, dan banyak tempat saling bunuh, semangat balas dendam meningkatkan penghancuran dan pembantaian, sebaliknya kesediaan mengampuni dan berdamai menghentikan ketakutan dan penderitaan.

Pengampunan bukanlah pelupaan dan pengabaian kejahatan, melainkan berarti tidak membalas kezaliman dengan angkara, kekerasan dengan penghancuran, penyerangan dengan permusuhan. Pengampunan mengalahkan kejahatan dengan keadilan, kekerasan dengan penegakan hukum, permusuhan dengan persahabatan, kebencian dengan kebaikan. Pengampunan bukan kepasrahan seorang pengecut, melainkan keberanian yang menuntut kesabaran, disiplin, keteguhan, tekad, perjuangan, dan kecerdikan.

Dengan doa ”Ampunilah mereka”, Yesus Kristus membuka pintu penebusan dan jalan pembebasan bagi umat manusia menuju masa depan yang lebih damai dan berperikemanusiaan. Seperti halnya kehinaan penyaliban Jumat Agung menuju kemuliaan kebangkitan Paskah, demikianlah pengampunan membebaskan dunia dari kebinatangan menuju kemanusiaan sejati. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar