Jumat, 06 April 2012

Implikasi Kompromi Politik di DPR


Implikasi Kompromi Politik di DPR
Ikrar Nusa Bhakti, Profesor Riset LIPI Bidang Intermestic Affairs
SUMBER : INILAH.COM, 04 April 2012



Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) pada Sabtu dini hari 31 Maret 2012 akhirnya menetapkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak jadi dinaikkan pada 1 April 2012.

Fraksi-fraksi di DPR-RI yang mendukung pemerintah, yaitu Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengeluarkan Pasal 7 ayat (6A) sebagai kompromi politik.

Pasal itu mengatur mekanisme penetapan kenaikan harga BBM yang substansinya adalah harga BBM dapat dinaikkan oleh pemerintah jika harga Indonesia Crude Oil (ICP) secara rata-rata mencapai 15% dari asumsi awal 95 dollar AS per barrel pada enam bulan terakhir dihitung mundur ke belakang.

Sementara fraksi-fraksi non-pemerintah, yaitu Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya ditambah dengan satu fraksi pendukung pemerintah (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), tetap berpegang pada Pasal 7 ayat (6) yang menyatakan harga BBM Bersubsidi tidak boleh naik.

Keluarnya Pasal 7 ayat (6A) merupakan kompromi politik yang awalnya diajukan oleh Fraksi Partai Golkar. Karena itu, tidaklah mengherankan jika Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menyatakan bahwa Partai Golkar bermain cantik pada Sidang Paripurna DPR-RI itu.

Suka atau tidak, kompromi politik ini menguntungkan banyak pihak, bukan hanya Partai Golkar. Bagi Partai Golkar, ini seolah mencitrakan bahwa partai ini amat peduli kepada keinginan rakyat.

Bagi Partai Demokrat yang juga mendukung opsi ini, partai ini seakan keluar dari suasana yang tidak mengenakkan. Situasi dan kondisi politik di luar Gedung DPR/MPR demikian panasnya sehingga jika para anggota dewan menyetujui kenaikan harga BBM pada 1 April, bukan mustahil gelombang demonstrasi buruh, mahasiswa dan masyarakat yang menentang kebijakan pemerintah itu akan semakin membesar dan nekat. Jika saja terjadi korban jiwa dalam bentrokan antara para demonstran dan polisi, situasi keamanan dan politik semakin sulit untuk dikendalikan lagi.

Pemerintah dan para anggota dewan tidak dapat mengabaikan demonstrasi anti kenaikan harga BBM itu. Mereka bukan sekelompok kecil orang yang jumlahnya, menurut Sekretaris Kabinet Dipo Alam di RRI Programa 3 hari Jum’at 30 Maret 2012 pagi, hanyalah nol koma nol nol nol sekian. Mereka adalah kelompok yang menyuarakan “suara-suara yang tidak dapat bersuara” (The Voice of the voiceless) dari masyarakat Indonesia yang terkena dampak kenaikan harga BBM.

Bayangkan jika harga BBM tetap naik dan rakyat miskin dari sekitar Jakarta “tumplek blek” ke gedung DPR-RI pada 1-2 April 2012, entah prahara apa lagi yang akan menimpa negeri yang kita cintai ini.

Pemerintah juga tidak dapat begitu saja mengatakan bahwa mereka yang menikmati BBM Bersubsidi sebagian besar adalah orang kaya. Cobalah bayangkan jika Presiden, para menteri dan anggota DPR-RI memiliki gaji setara dengan upah buruh sebesar Rp 1,8 juta di sekitar Jabodetabek, reporter/cameraman TV yang bergaji Rp3,5 juta atau gaji peneliti utama di lembaga-lembaga penelitian pemerintah berpangkat IV/e yang gajinya sekitar Rp6 juta, apakah para elite politik dan para pembesar negara itu tidak kelabakan menghadapi kenaikan harga BBM.

Belum lagi nasib orang-orang di sektor informal dan non-formal yang pendapatannya tidak menentu dalam sebulan, dan bahkan kadang diusir Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dari tempat berjualan mereka.

Bayangkan berapa pengeluaran tambahan penduduk Indonesia di kepulauan-kepulauan yang harus menggunakan angkutan laut menuju ke tempat kerja atau sekolah anak-anak mereka.

Para pembesar negara mungkin tidak pernah miskin sehingga tidak memiliki empati kepada rakyat miskin. Kehidupan mereka juga ditopang oleh uang rakyat, dari kendaraan dinasnya, BBM buat kendaraan dinas mereka, pengeluaran rumah tangga istana dan para menterinya, tunjangan operasionalnya, baju untuk bekerja mereka, kendaraan para pengawal pribadinya, sampai ke biaya listriknya.

Apakah adil jika para pembesar disubsidi melalui uang rakyat, sementara rakyat miskin harus memikul beban yang amat berat akibat kenaikan harga BBM?

Kita masih akan melihat bagaimana implikasi hukum dan politik dari pasal kompromi itu. Masuk akalkah jika Pasal 7 ayat (6) sudah menetapkan harga BBM Bersubsidi tidak boleh naik dalam APBN 2012, sementara ayat berikutnya bertentangan dengan ayat yang di atasnya? Tak heran jika ada kelompok masyarakat dan ahli hukum yang akan mengajukan judicial review atas Pasal 7 ayat (6A) tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Kita juga masih akan melihat bagaimana implikasi politik terhadap Fraksi PKS yang tetap menentang kenaikan harga BBM. Apakah PKS akan dikeluarkan dari koalisi atau hanya diberi sanksi. Sampai kini tampak jelas bahwa Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memiliki keberanian untuk mengeluarkan PKS dari Sekretariat Gabungan (Setgab).

Biaya politik yang akan ditanggung oleh Partai Demokrat tentunya akan amat berat jika PKS benar-benar dikeluarkan dari koalisi. Bukan hanya angka pendukung pemerintah akan berkurang, citra PKS akan semakin melambung tinggi menjelang pemilu legislatif 2014.

Media massa memang akan sangat menentukan apakah proses politik yang ada di parlemen adalah permainan pencitraan bagi partai-partai politik ataukah itu merupakan realitas politik yang membelah antara partai-partai politik yang membela kepentingan rakyat dan yang tidak.

Namun, apa yang terjadi pada Sabtu dini hari itu juga dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan DPR agar benar-benar membuka saluran komunikasi politik yang lebih baik dengan rakyat.

Komunikasi yang buruk, apalagi tersumbat, akan menimbulkan ledakan atau tekanan yang kuat kepada pemerintah dan DPR. Jika tekanan itu tak tertahankan, bukan mustahil terjadi lagi prahara baru di negeri ini, sesuatu yang kita semua tidak menginginkannya! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar