Waspadai
Dampak Televisi terhadap Anak
Siti Muyassarotul Hafidzoh ; Litbang
PW Fatayat NU DIY,
Peneliti pada Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
|
SINAR
HARAPAN, 03 September 2014
Peran
televisi sangat krusial di tengah hidup berbangsa dan bernegara, terlebih
dalam kehidupan anak. Televisi berdampak sangat serius kalau orang tua salah
mengelola televisinya. Dampak buruk membuat mentalitas anak sangat buruk.
Apalagi saat ini, berdasarkan Nelson
Media Research (2013), penetrasi televisi meningkat sangat tajam, sampai
99 persen, dibanding media lainnya.
Dampak
televisi sangat terasa bagi anak. Ini selaras dengan teori kulminasi yang
menjelaskan tinggi/rendahnya kecemasan dipengaruhi media. Para pecandu berat
televisi (heavy viewers) akan
menganggap apa yang terjadi di dunia televisi itu dunia senyatanya. Anak-anak
yang sering menonton tayangan film kekerasan akan melihat dunia seperti penuh
kekerasan. Teori jarum hipodermik mengasumsikan televisi mempunyai pengaruh
perkasa dan secara langsung terhadap masyarakat.
Dari
sini, temuan American Psychological
Association pada 1995 sangat menarik. Dijelaskan tayangan yang bermutu
memengaruhi seseorang berperilaku baik. Sebaliknya, tayangan yang tidak
bermutu memengaruhi perilaku buruk. Bahkan, hampir semua perilaku buruk
bersumber dari tayangan tidak bermutu.
Dalam
tayangan kartun atau sinetron di televisi kita, sedikit yang memberikan nilai
dan makna edukatif bagi anak-anak. Temuan KPI Pusat antara Juni-Juli 2014,
tayangan Spongebob, Chootabheem, dan Larva banyak ditemukan pelanggaran.
Dalam tayangan sinetron Diam-Diam Suka, Ganteng Ganteng Serigala, dan Siti
Bling-Bling juga banyak dijumpai pelanggarannya.
Sekarang
ini tayangan berita saja sangat berbahaya bagi anak. Berita-berita hadir
membawakan berbagai tayangan, seperti bencana alam, acara-acara besar, berita
kriminal, peperangan, tawuran, juga berbagai sisi negatif kehidupan yang
rawan menimbulkan rasa takut, anxiety,
serta stres bagi anak.
Tayangan
tentang kejahatan terhadap anak, peristiwa tawuran, perang, dan bencana akan
membuat anak bingung terhadap dunia yang ditinggalinya ini. Secara alami,
melihat tayangan seperti ini akan membuat anak takut serta khawatir jika
kejadian tersebut terjadi juga dalam hidup mereka. Anak akan melihat dunia
ini tempat yang membingungkan, menakutkan, juga tidak aman. Cara televisi
menayangkan kejadian secara langsung membawa kesan seolah kejadian tersebut
terjadi secara nyata dalam hidup anak.
Memilih Tayangan
Media
televisi memang dahsyat. Tidak salah kemudian kalau McLuhan menyuguhkan teori
ekologi media (media ecology)
dengan gagasan yang berlandasan pada tiga hal. Pertama, media memengaruhi
setiap perbuatan atau tindakan dalam masyarakat (media infuse every act and
action in society). Kedua, media memperbaiki persepsi kita dan mengelola
pengalaman kita (media fix our
perceptions and organize our experineces). Ketiga, media mengikat dunia
bersama-sama (media tie the world
together).
Sayangnya,
ekologi masyarakat kita belum sepenuhnya menyadari pentingnya media, apalagi
pihak televisi hanya mengejar rating. Di samping itu, masih kurang pendidikan
media sehat oleh agen literasi media, seperti orang tua, guru, dan
masyarakat. Dari sini, memilih tayangan yang sehat dan bermutu merupakan
keniscayaan di tengah dahsyatnya kejar rating yang dilakukan pihak televisi.
Televisi
sangat menarik bagi anak karena merupakan media audio-visual. Koran, radio,
buku, dan komputer dipersepsikan sebagai media milik orang dewasa.
Aghata
Lily (2014), Komisioner KPI Pusat bidang isi, menjelaskan tayangan yang baik
adalah yang edukatif. Hal ini bisa dilakukan dengan durasinya tidak terlalu
panjang (25-30 menit), nyaman di telinga dan mata, memperhatikan tone atau
tempo musik dari tayangan, mencermati iklan dalam tayangan anak, mengusung
nilai positif, serta memerhatikan warna dan gerakan.
Orang
tua harus mampu memberikan penjelasan yang menginterpretasikan kembali adegan
yang ada di dalam televisi, mengajak dialog dan berdiskusi agar melatih sikap
kritis anak dalam menonton, serta mematikan televisi kalau isi siarannya
banyak mengandung unsur kekerasan, seksualitas, dan tidak pantas. Di samping
itu, orang tua jangan pelit membelikan film bermutu, sehingga anak tidak
terjebak dalam tayangan televisi yang tidak menyehatkan.
Pihak
sekolah juga harus mampu memberikan tayangan “tandingan”, sehingga anak
mempunyai tambahan referensi yang bermutu. Sekolah juga harus mendorong anak
membuat tayangan “tandingan” tersebut. Anak diajak menjadi produser, bukan
konsumen yang pasif. Dorongan ini sangat penting sehingga anak justru sudah
paham sejak dini untuk mengisi tayangan televisi yang tidak menyehatkan,
dengan tayangan yang kreatif dan inovatif.
Pemerintah
harus tegas menerapkan undang-undang, sehingga televisi yang sudah membuat
banyak pelanggaran, hak siarnya bisa diluruskan, kalau perlu ditutup
sekalian. Pemerintah jangan sampai main mata karena masa depan bangsa adalah
yang utama. Industri media harus taat dengan regulasi. Industri media hadir
bagi negara sebagai penyangga membangun peradaban masa depan.
Anak
adalah investasi masa depan. Jangan sampai media televisi membunuh masa depan
mereka dan masa depan bangsa ini. Terakhir, hindari menonton televisi pada
waktu menjelang tidur. Biasakan hal ini. Semakin malam tayangan televisi,
biasanya diisi dengan acara yang ditujukan bagi penonton lebih dewasa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar