Pendidikan
Miskin Imajinasi
Komaruddin Hidayat ;
Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 19 September 2014
Semua kemajuan sains dan teknologi
supercanggih yang membuat kita kagum dan tercengang semula berawal dari
kekuatanimajinasimanusia. Adalah Christopher Columbus (1451-1506) yang
menggemparkan penduduk Eropa setelah berhasil mendarat di Pulau Bahama (1492)
karena keberanian berimajinasi untuk menaklukkan lautan lepas yang semula tak
terbayangkan.
Penduduk Eropa pun gempar dan mulai
membayangkan adanya dunia baru untuk dijelajahi yang pada urutannya dunia
baru itu bernama Amerika. Ini benar-benar menjanjikan kehidupan baru yang
lebih bebas ketimbang Eropa. Begitu pun Thomas Alva Edison (1847-1931) yang
selalu mendapatkan nilai buruk di sekolah sehingga ibunya mengajar sendiri di
rumah. Karena kekuatan imajinasinya dan selalu ingin mencoba hal-hal yang
baru, ia dikenal sebagai pemegang rekor 1.093 hak paten atas namanya. Yang
paling fenomenal dan historikal adalah penemuan lampu listrik.
Demikianlah, masih terdapat sederet nama
besar yang mengilhami kita semua yang namanya tertulis dengan tinta emas
dalam buku-buku sejarah yang kemudian dibaca berulang-ulang oleh jutaan
pelajar dan mahasiswa. Anak-anak Nusantara ini sesungguhnya dianugerahi
talenta yang hebat. Mereka memiliki daya imajinasi yang luar biasa sehingga
mampu mewariskan karya seni kelas dunia seperti bangunan Candi Borobudur dan
Prambanan. Kehebatan dan kebesaran candi itu bukan semata terletak pada wujud
fisiknya, tetapi juga nilai-nilai dan filosofi kehidupan yang terkandung di
dalamnya. Begitu juga dunia simbolik dalam pewayangan yang amat kaya dengan
wisdom dan imajinasi.
Bahkan Gatotkaca lebih dahulu terbang ke
angkasa sebelum tercipta pesawat terbang. Problem kita adalah hanyut pada
budaya melankolis dan seremonial, tetapi sangat lemah dalam tradisi riset
empirisilmiah untuk menciptakan karya-karya yang langsung mendatangkan
kesejahteraan serta nilai tambah bagi masyarakat. Ini yang membedakannya
dengan imajinasi yang tumbuh dalam masyarakat Barat yang dikaitkan dan
diarahkan pada perbaikan dunia empiris melalui inovasi sains sehingga muncul temuan-temuan
teknologi mutakhir yang disebut artificial
intelligence dan artificial body.
Proses awal penemuan teknologi itu
berangkat dari kejelian berimajinasi berdasarkan bacaan terhadap semesta.
Mungkin sekali dahulu para penemu mobil itu iri pada kecepatan hewan-hewan
ketika berlari. Tuhan telah menganugerahkan hewan bisa lari kencang, tetapi
manusia diberi keunggulan anugerah otak (head),
tangan (hand), dan perasaan untuk
berkehendak (heart) sehingga dengan
kekuatannya itu manusia berhasil menciptakan teknologi kendaraan yang
kecepatannya melebihi hewan yang mereka kagumi. Sebagai apresiasi atau simbol
kemenangan, mobil-mobil itu pun diberi nama hewan seperti kijang, kuda,
panther, jaguar.
Lalu logo dan nama-nama pesawat terbang pun
diambil dari nama burung. Jadi, semesta ini sebelum diposisikan sebagai objek
eksplorasi dan eksploitasi oleh pemilik modal uang, mesin, dan politik semula
merupakan kitab terbuka yang menggugah imajinasi kita. Sekian banyak lirik
lagu bagus juga terinspirasi oleh keindahan alam. Disayangkan, anak-anak kita
sekarang semakin terjauh dari alam. Mereka lebih asyik bermain pada artificial nature yang dihadirkan
komputer. Seakan mereka berada dalam alam sungguhan, padahal mereka tak lebih
berada dalam dunia maya (virtual world).
Jangan diragukan sumbangan komputer bagi
pendidikan dan melatih imajinasi.
Tapi ketika komputer lebih banyak
menyajikan permainan, games for fun,
yang terjadi adalah proses penumpulan imajinasi anak dan hilangnya kepekaan sosial.
Anak-anak tak lagi bergetar hatinya melihat berita perang di TV, misalnya
yang terjadi di Gaza, karena permainan perang-perangan mereka jauh lebih seru
dan mengasyikkan. Saling tembak, tendang, dan bunuh menjadi permainan yang
akrab bagi anak-anak sekarang. Mereka melihat dan melakukannya di dunia maya,
tetapi dampak negatifnya terjadi pada dunia nyata. Di samping asyik
menghabiskan waktu dengan permainan komputer, lemahnya pelajaran humaniora
juga telah memiskinkan daya imajinasi anak-anak.
Sejarah dan bukubuku novel sangat membantu
membangkitkan daya imajinasi anak, tetapi sekarang tergeser oleh kursus
matematika dan bahasa Inggris yang menekankan hafalan demi untuk lulus ujian
nasional. Kenyataan ini menyedihkan mengingat bangsa Indonesia itu sangat
majemuk, lagi pula kita hidup di era multiple
intelligences. Jadi, pendidikan mesti semakin menawarkan banyak
alternatif pilihan studi, pengembangan minat dan bakat, karena Indonesia
realitasnya memang beragam dari berbagai aspeknya, sementara dunia kerja
menuntut intellectual adaptability
dan skill interconnectivity.
Jadi, keahlian tertentu sangat diperlukan,
tetapi mesti memiliki kemampuan kerja sama dan komunikasi sosial yang baik.
Muara dari pendidikan itu pembangunan budaya bangsa. Jadi hakikatnya
pendidikan adalah agenda membudidayakan anak-anak bangsa untuk memakmurkan
dan memajukan penduduk bumi bersama bangsa-bangsa lain. Oleh karenanya lewat
pendidikan anakanak kita antarkan agar menjadi warga dunia yang berbudaya dan
berkeadaban, merayakan anugerah hidup dalam dunia yang semakin warna-warni
yang merupakan anugerah Ilahi. LetLets accept the differences, respect the
differences, share the differences, and celebrate the differences. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar