Sepotong
Tragedi
Trias
Kuncahyono ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
01 Juli 2014
APAKAH
sejarah harus diputar ulang? Pertanyaan itu dijawab Philip Guedalla
(1889-1944), seorang pop kultur asal Inggris. Ia mengatakan pendapatnya yang
menarik, ”Sejarah berulang dengan sendirinya. Sejarawan saling mengulang satu
sama lain.”
Sebelumnya,
Karl Max (1818-1883) pernah mengatakan, ”Sejarah mengulang dirinya sendiri,
pertama sebagai tragedi, kedua sebagai lelucon.” Tetapi, kemudian ada yang
mengatakan, sejarah dimulai dari lelucon dan diakhiri dengan tragedi. Jika
sejarah mengulang dirinya sendiri, begitu kata George Bernard Shaw
(1856-1950)—novelis sekaligus kritikus, esais, dan politikus yang lahir di
Dublin, Irlandia—dan kejadian-kejadian selalu tidak dapat diperkirakan,
betapa manusia tidak cakap belajar dari pengalamannya.
Bukan
soal sejarah yang akan ditulis dalam ruang sempit ini, melainkan sebuah
peristiwa yang pasti akan masuk dalam catatan sejarah dunia. Hari Minggu
(29/6) lalu, kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) memproklamasikan
kekhalifahan yang wilayahnya mencakup daerah-daerah di Irak dan Suriah yang
sudah mereka kuasai. Dalam proklamasi itu, seperti diberitakan harian The
Guardian dan juga BBC News serta media-media lainnya, mereka juga menyatakan
bahwa Abu Bakr al-Baghdadi adalah khalifah pertama dari NIIS.
Langkah
yang diambil NIIS itu tak pelak lagi merupakan deklarasi perang terhadap
Pemerintah Baghdad (Irak) dan Damaskus (Suriah). Tindakan itu tentu saja
telah menggerogoti wilayah, baik Irak maupun Suriah. Dan demikian,
menggerogoti pula wibawa kedua pemerintahan itu.
Sejumlah
kota penting Irak, terutama di wilayah utara—mulai dari Mosul, Tikrit,
Baquba, Baiji, Kirkuk, dan Samarra—sudah jatuh ke tangan NIIS. Mereka
bergerak dari utara ke selatan menuju Baghdad. Sementara kota-kota di Suriah
yang jatuh ke tangan NIIS, misalnya adalah Raqqah, Deir al-Zour, dan Abu
Kamal, kota yang berada di perbatasan Suriah dan Irak. Kota-kota ini berdiri
di tepian Sungai Efrat yang mengalir membelah Baghdad. Dari Abu Kamal menuju
Baghdad melewati Ramadi dan Fallujah. Jarak antara Fallujah (dikuasai NIIS)
dan Baghdad hanya 57,85 kilometer.
Apakah
Baghdad ikhlas kota-kota itu jatuh ke tangan NIIS? Apakah Damaskus juga akan
rela tidak hanya kehilangan kota, tetapi juga wilayahnya? Tentu tidak. Hanya
saja bagaimana melawan NIIS, kelompok bersenjata yang membawa sentimen
agama—menurut Zana Khasraw Gulmohamad dari Universitas Sheffield—lahir dari
kandungan Al Qaeda.
Akar
NIIS dapat dilacak kembali ke Al Qaeda Irak (AQI), yang didirikan Abu Musab
al-Zarqawi, yang dibunuh oleh agen intelijen AS dan Irak. Sepeninggal
Zarqawi, posisinya digantikan Abu Ayyoub al-Masri, yang berasal dari Mesir.
Lalu, Abu Bakr al-Baghdadi, yang asli Irak, menjadi pemimpinnya setelah Masri
dibunuh tentara AS dan Irak.
Inilah
tragedi yang kini diputar di Irak, tragedi bagi Baghdad dan Damaskus. Baghdad
secara tegas melawannya dan mengundang AS (meski tidak datang) serta menerima
bantuan pesawat tempur Rusia. Tentu saja, Baghdad tidak mau kehilangan daerah
kaya minyak di utara, dan terpecah belah. Perkembangan baru di Irak ini
memberikan gambaran suram masa depan sekurang-kurangnya bagi Irak dan Suriah.
Dan menjadi lonceng peringatan bagi negara-negara lain. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar