Debat
Capres
Jaya Suprana ;
Budayawan
|
KOMPAS,
05 Juli 2014
MANFAAT
acara debat capres bisa diperdebatkan secara jauh lebih seru ketimbang sang
acara debat capres an sich. Namun,
hasil perdebatan akhirnya juga kurang jelas, terutama apa manfaat bagi para
pemeran utama dalam kehidupan bernegara dan berbangsa ini yang sebenarnya
adalah rakyat.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata debat bermakna pembahasan dan pertukaran pendapat
mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat
masing-masing.
Menarik
bahwa KBBI menambahkan contoh debat lain yang terkesan tidak terlalu positif,
yaitu debat kusir sebagai bentuk debat yang tidak disertai alasan yang masuk
akal.
Dapat
disimpulkan bahwa pada kenyataannya yang disebut debat itu tidak selalu bagus
sebab tidak terjamin selalu disertai alasan yang masuk akal.
Dalam
falsafah Pancasila, istilah yang digunakan sebagai bentuk interaksi
komunikasi demi mencapai mufakat adalah musyawarah, bukan debat.
Dalam
budaya Indonesia memang sikap dan perilaku debat tidak terlalu diutamakan,
beda dengan masyarakat Yunani Kuno zaman Sokrates atau politik Inggris dan
Amerika Serikat masa kini.
Masyarakat
tradisional Jawa tidak menyenonohkan anak muda mendebat orang tua. Di TNI,
mendebat atasan sangat tidak dibenarkan, bahkan tergolong pelanggaran
disiplin kelas berat!
Karena
pada hakikatnya debat tidak termasuk budaya bangsa, tampaklah suasana trial
and erroryang meraba-raba ke sana ke mari untuk menatalaksana acara debat
capres. Kesannya masih kaku dan terlalu diatur.
Manfaat
Jika
acara debat capres diharapkan dapat membantu rakyat agar bisa memilih mana
capres dan cawapres terbaik, sebenarnya hasil debat jauh panggang dari api.
Pandai
berdebat pada hakikatnya bukan syarat utama bagi presiden dan wakil presiden
agar mampu memimpin sebuah negara dan bangsa besar seperti Indonesia.
Memang
kemampuan debat membuat seseorang mampu meyakinkan orang lain tentang
kebenaran pendapatnya. Jika pendapat sang pemimpin memang positif dan
konstruktif, nilai debat juga menjadi positif dan konstruktif.
Sayang,
belum tentu keyakinan seorang pemimpin positif dan konstruktif sebab bisa
saja negatif, bahkan destruktif. Kepiawaian berdebat bisa disalahgunakan
untuk menisbikan pendapat yang sebenarnya bermanfaat bagi kepentingan rakyat.
Lebih
celaka lagi, kepandaian berdebat bisa disalahgunakan untuk mematahkan
anggapan yang sebenarnya benar-benar benar sehingga menjadi terkesan tidak
benar.
Sejarah
membuktikan bahwa tokoh-tokoh diktaktor, mulai dari Napoleon sampai Hitler,
merupakan tokoh-tokoh yang sangat pandai meyakinkan dalam berdebat, padahal
sebenarnya pendapatnya sangat keliru. Ibarat tong kosong, para diktaktor itu
nyaring bunyinya.
Ada pula
yang meyakini kemampuan berdebat sebagai cerminan kecerdasan seorang
pemimpin, apalagi sebagai presiden Republik Indonesia. Jangan lupa fakta
bahwa para penipu dan koruptor pada lazimnya cerdas.
Makin
cerdas seorang penipu dan koruptor makin kecil pula kemungkinan penipuan dan
korupsi akan ketahuan. Begitu banyak penipu dan koruptor yang sedemikian
cerdas sehingga leluasa merajalela tanpa pernah tertangkap.
Produk hiburan
Manfaat
debat capres bisa diperdebatkan sampai akhir zaman. Namun, yang tidak bisa diperdebatkan
adalah memang debat capres benar-benar bermanfaat, yaitu sebagai produk
hiburan industri jurnalistik!
Konon,
acara adu-debat antarcapres kali ini memiliki nilai rating tidak kalah tinggi
dibandingkan dengan acara adu-tendang-bola Piala Dunia.
Pengelola
stasiun televisi bisa menjual acara adu-debat capres sebagai produk hiburan
dengan harga setinggi langit, tetapi tetap digandrungi para pemasang iklan
terlepas dari bermutu tidaknya acara itu sendiri.
Bahkan,
mereka yang disebut atau menyebut dirinya sebagai pakar pengamat politik
sampai pengamat bahasa tubuh bisa ikut menikmati honor dari jasa analisis dan
komentar mengenai apa saja yang terjadi ataupun tidak terjadi di arena
adu-debat capres.
Mereka
yang disebut ahli public relations bersaing menawarkan jasa konsultasi
pencitraan (dengan harga tidak murah) tentang bagaimana cara berbicara dan
berdebat yang tepat, cara berbusana dan menata rambut, sampai senyum yang
konon ampuh meningkatkan suara rakyat.
Sebagai
produk hiburan kelas yang laris manis, tidak bisa didebat bahwa acara debat
capres memang benar-benar bermanfaat.
Insya
Allah, dalam kemelut gairah keasyikan mengeruk duit semaksimal mungkin dari
acara debat capres, jangan sampai mereka yang terlibat dalam industri produk
hiburan dahsyat-mandraguna itu mabuk kepayang sehingga melupakan, apalagi
mengorbankan, kepentingan rakyat.
Jangan
sampai akibat acara debat capres malah menyesatkan rakyat sehingga keliru
memilih capres yang pandai berdebat, tetapi sebenarnya tidak berpihak kepada
rakyat dan tidak pandai memimpin negara dan bangsa. Merdeka! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar