|
KOMPAS,
16 Juli 2013
Saya sedang
sakit. Setiap kali seorang suster memeriksa kondisi saya, penulis tersenyum.
Teringat syair lagu ”Cotton
Fields”: When I was a little bitty baby my Mama would rock me in the
cradle. Suster itu bernama Bitty. Ia sepenuh hati merawat pasien.
Seandainya para
pemimpin di negeri ini melayani dan merawat rakyatnya dengan ketulusan seperti
para suster, kita boleh berharap mengecap harumnya kembang Republik. Rakyat
akan tersenyum karena politik dijalankan tanpa pamrih. Berpolitik tanpa pamrih
berarti tidak berpolitik di kebun mawar kekuasaan, tetapi menjalankan darma
berpolitik di ladang anggur rakyat untuk tulus melayani.
Partai politik
seharusnya terdepan mengawal keutamaan berpolitik seperti itu. Dengan mengabdi
kepada rakyat tanpa pamrih, bangunan politik yang disiapkan partai niscaya akan
menjadi rumah politik yang selalu ramai dikerubungi rakyat. Cita-cita dan
gagasan partai akan selalu disambut gembira oleh publik karena tidak berjarak
dengan kepentingan mereka.
Konvensi
Gagasan Partai
Demokrat (PD) untuk menyelenggarakan konvensi guna menjaring calon presiden
harus menghadapi ujian untuk membuktikan ketulusan berpolitik dan kesungguhan
berdemokrasi. Apabila ingin selamat di 2014, PD harus membalik tudingan awal
bahwa konvensi itu hanya upaya akal-akalan karena sejatinya calon presiden dan
wakil presiden yang dikehendaki sudah ditentukan di depan.
Artinya, PD
harus menggaransi bahwa konvensi itu bakal menghasilkan calon presiden yang
betul-betul dikehendaki rakyat. Jika itu bisa dibuktikan, PD teruji di depan
publik telah menjalankan darma berpolitik.
Sejauh ini
munculnya sederet nama politisi yang berkeinginan mengikuti konvensi dengan
klaim dukungan masing-masing memberi pesan awal bahwa gelaran konvensi PD akan
ramai. Semoga keramaian itu merefleksikan juga keramaian suara hati rakyat,
yang melalui survei, rakyat sungguh dilibatkan dalam pemilihan dan penetapan
pemenang. Dan pilihan anggota komite konvensi dari luar partai diisi tokoh
bangsa yang mumpuni, independen, dan berintegritas sebagai simbol kehendak
rakyat.
Dari nama yang
sering disebut-sebut, lima nama sementara ini difavoritkan, yaitu Gita Wirjawan
(Menteri Perdagangan), Marzuki Alie (Ketua DPR dan Wakil Ketua Majelis Tinggi
Partai Demokrat), Irman Gusman (Ketua Dewan Perwakilan Daerah), Mahfud MD
(mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), dan Dahlan Iskan (Menteri BUMN). Marzuki
dan Irman mengaku telah mengantongi undangan dari Ketua Umum PD Susilo Bambang
Yudhoyono.
Ada sisi
menarik dari balik dinamika konvensi. Muncul nama Isran Noor (Bupati Kutai
Timur) yang diusung organisasi sayap partai Ikatan Demokrat Bersatu (Idemtu).
Ada Jumhur Hidayat (Kepala BNP2TKI) yang mengaku mendapat dukungan dari
kelompok buruh. Nama lainnya muncul Hayono Isman, politisi PD, yang mengaku
mendapat rekomendasi dari Kosgoro.
Fenomena
tersebut menarik karena bisa menjadi sandaran harapan publik terutama lapisan
akar rumput. Ini artinya kelompok akar rumput punya peluang untuk bisa
mengajukan jagonya mengikuti konvensi di PD. Kalau tulus dijalankan, hormat
kita kepada Partai Demokrat karena mau membuka pintunya lebar-lebar bagi
putra-putri Republik terbaik sebagai calon presiden dari PD, meskipun mereka
adalah tokoh-tokoh dari luar partai. Dengan demikian, lewat konvensi, sejatinya
PD benar-benar sedang mendengarkan suara rakyat.
Kehendak baik
ini mesti mendapat sambutan positif dari publik. Karena itu, simpul-simpul
gerakan akar rumput perlu merapatkan barisan untuk mendorong tokoh-tokoh mereka
agar bisa ikut meramaikan konvensi. Dengan meramaikan konvensi akan menjauhkan
PD dari kepentingan-kepentingan elite yang sempit dan sesaat, melainkan
mendekatkan PD di hati rakyat.
Karena itu,
sudah sepatutnya tokoh-tokoh seperti Rustriningsih, Sri Mulyani Indrawati, Agus
Martowardojo, serta Joko Widodo mendapat perhatian publik yang serius. Sri
Mulyani dan Rustriningsih adalah dua srikandi Republik yang mumpuni dan
diterima luas oleh publik. Agus Martowardojo dicatat publik sebagai seorang
profesional yang terbukti bisa menjadi pembantu andal presiden. Sedangkan Joko
Widodo telah menyita relung bawah sadar publik sebagai tokoh yang membawa
harapan besar.
Fenomena
ketokohan memang lekat dengan sejarah politik Republik. Boleh dibilang sejarah
politik negeri ini adalah sejarah tokoh. Kita paham Soekarno, Abdurrahman
Wahid, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono adalah tokoh sentral di balik
kepopuleran partai mereka masing-masing.
Sangat
beralasan jika konvensi ini menjadi pertaruhan politik bagi PD untuk
mengidentifikasi calon presiden pasca-SBY yang diharapkan akan menjadi
lokomotif kemenangan pada Pemilu 2014, dan bukan berakhirnya PD. Publik
sejatinya sedang menunggu ketulusan PD menggelar konvensi yang tanpa pamrih. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar