|
REPUBLIKA,
15 Juli 2013
Saya
sebetulnya sudah hampir bosan membicarakan inflasi, terutama di dalam seminar.
Paling banter saya hanya mau bicara inflasi dengan mahasiswa di ruangan kuliah.
Bosan karena waktu habis untuk menerangkan kenapa inflasi di Indonesia
cenderung liar dibandingkan negara-negara tetangga.
Mengapa inflasi mudah sekali naik dan turun dengan tiba-tiba. Mengapa pemerintah selalu membusungkan dada ketika inflasi turun dan tak pernah merasa bersalah ketika inflasi naik. Mengapa ketika menghadapi puasa dan Lebaran harga-harga cenderung meroket, pada hal di negara-negara maju justru diskon besar-besaran diberikan menjelang Natal dan Tahun Baru.
Mengapa inflasi mudah sekali naik dan turun dengan tiba-tiba. Mengapa pemerintah selalu membusungkan dada ketika inflasi turun dan tak pernah merasa bersalah ketika inflasi naik. Mengapa ketika menghadapi puasa dan Lebaran harga-harga cenderung meroket, pada hal di negara-negara maju justru diskon besar-besaran diberikan menjelang Natal dan Tahun Baru.
Tapi, kebosanan itu sirna begitu saya menghadapi pertanyaan
yang menggelitik dari seorang peserta di sebuah seminar. Pertanyaannya
sederhana, apakah pemerintah tidak berdaya ataukah tak berupaya untuk
mengendalikan inflasi?
Pertanyaanya sih sederhana, tetapi jawabannya
yang justru sangat rumit. Kesimpul an akhirnya terserah Anda, saya hanya
menyajikan beberapa fakta di mana pemerintah tidak berupaya serius dalam
mengendalikan inflasi.
Fakta yang pertama, terlalu sedikit barang yang harganya
`diatur' oleh pemerintah. Di negeri tetangga Malaysia, ada sekitar 2.015 jenis
barang yang harganya diatur pemerintah. Pemerintah paling banter mengatur
beberapa harga saja, yaitu bahan bakar minyak (BBM), listrik, angkutan bus,
angkutan pedesaan, dan angkutan kota. Di luar itu, kita sulit menemukan adanya
pengaturan harga oleh pemerintah. Bahkan, beras sekalipun lebih sering tidak
terkendali harganya. Pengalaman di negeri jiran tersebut menunjukkan bahwa
rendahnya inflasi bisa dilakukan hanya jika pemerintah bekerja keras untuk
menjaga berbagai harga barang tetap stabil.
Fakta yang kedua, pemerintah sendiri justru mencip- takan
inflasi. Polemik yang berkepanjangan mengenai kenaikan harga BBM justru telah
memicu dua rangkaian inflasi. Rangkaian yang pertama terjadi sebelum keputusan
kenaikan harga diumumkan, terutama akibat adanya spekulasi. Yang kedua terjadi
sebagai reaksi terhadap kenaikan harga BBM, yaitu berupa kenaikan harga barang-barang
secara serentak. Kalaupun ingin menaikkan harga BBM, dampak inflasinya mesti
dikelola dengan baik. Minimal rangkaian dam pak yang pertama bisa dihindari.
Pengalaman menunjukkan, terlalu berte-telenya pengambilan keputusan merupakan
penyebab terjadinya inflasi.
Fakta yang ketiga, dalam beberapa kasus, kebijakan yang
tadinya bertujuan untuk mengendalikan inflasi justru menghasilkan hal yang
sebaliknya. Contohnya adalah kenaikan harga daging sapi, bawang merah, dan
bawang putih. Agar harga tidak melonjak maka pemerintah membuka keran impor
daging sapi dan bawang putih. Namun apa yang terjadi? Harga domestik
dikendalikan oleh para importir. Kelangkaan artifisial sengaja dicipta kan agar
harga terus melambung.
Barang tetap ditumpuk di gudang dan di pelabuhan
agar terkesan terjadi kelangkaan. Mengapa begitu? Karena, para importir diperas
oleh para penguasa yang Anda tahu sendiri beberapa di antara nya sudah "disekolahkan"
di KPK. Karena harus menanggung biaya pemerasan maka para importir kemudian
membebankannya kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga.
Fakta yang keempat, beberapa komponen inflasi memiliki sifat
siklikal musiman. Sebagai contoh adalah kenaikan harga barang
menjelang Lebaran, kenaikan harga pangan pada musim kemarau, kenaikan harga
sayuran pada saat musim penghujan, dan banyak hal lainnya lagi. Karena ada
komponen siklikal maka kita dapat dengan mudah memperkirakan kapan inflasi akan
terjadi. Karena kita tahu kapan maka kita dapat membuat kebijakan antiinflasi
sebelum inflasi itu sendiri terjadi. Tapi, apa yang terjadi? Setiap menjelang
Lebaran, pasti harga melonjak. Setiap musim kering harga padi-padian pasti meroket.
Setiap musim basah pasti harga cabai dan bawang melonjak.
Beberapa bulan terakhir dan beberapa bulan yang akan datang,
tampaknya tekanan inflasi akan terus melangsung. Bermula dari kenaikan harga
daging dan bawang putih yang dipicu kongkalikong impotir dengan penguasa, disusul
dengan kenaikan harga BBM, dampak dari puasa dan Lebaran, tahun ajaran baru, dan
musim basah yang ber kepanjangan. Semua itu bu kan karena pemerintah tidak
berdaya, tapi memang hampir tanpa upaya. Belum lagi di tambah dengan kegagalan
Bank Indonesia dalam mengendalikan nilai kurs yang cenderung mengalami
pelemahan.
Seringkali kita di kampus memberikan pelatihan dalam rangka
pemberdayaan masyarakat. Tapi, saya sendiri sebagai orang kampus lupa bahwa
yang paling substantif adalah "memberdayakan dan menggerakkan"
pemerintah. Bagaimana kita bisa memberdayakan masyarakat kalau pemerintahnya
sendiri tidak mau bergerak? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar