|
SUARA
KARYA, 06 Juli 2013
Al-Qur'an
merupakan mu'jizat yang diam, jika manusia, terlebih kaum muslim tak mau dan
mampu menggerakkannya, maka kebesarannya akan tetap terselimuti sepanjang masa.
Pada abad pertengahan, Islam
menjadi pemimpin kebudayaan dan peradaban dunia. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya kaum non-muslim yang mencari referensi ilmu pengetahuan dari Islam,
suatu keadaan yang memperkukuh bahwa Islam adalah agama rahmatal lil alamin.
Agama yang dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.
Berbagai disiplin ilmu pengetahuan
berkembang pesat, yang menjadikan Islam sebagai motor penggerak dunia. Hal itu
juga menunjukan bahwa Islam adalah agama yang tak menihilkan kehidupan dunia,
tapi justru realita kehidupan dijadikan mediasi dalam mendekatkan diri kepada
Sang Khalik. Nilai-nilai ajaran Islam, yang tertuang dalam Al-Qur'an dan
As-Sunnah, merupakan sesuatu yang sangat implementatif.
Akan tetapi, mulai kurang lebih
abad ketiga belas, hingga saat ini Islam belum begitu menunjukkan kemajuan
secara pesat. Islam yang dahulunya sangat produktif dalam menemukan sebuah
inovasi untuk kesejahteraan umat manusia menjadi mandul kreativitas. Entah,
karena human error atau kah takdir? Yang jelas, agama Islam adalah agama yang
optimis. Islam memberi kebebasan pada manusia, apakah ia ingin maju atau tetap
berdiri seraya melihat orang lain berlari menuju kemenangan dunia? Bahkan,
hingga ada sebuah motivasi hebat dari Islam, yakni man jadda wa jadda. Barang siapa yang berusaha, maka ia akan
mendapatkannya.
Sehingga, tak heran, jika ada orang
yang mengatakan bahwa "orang Islam mundur karena meninggalkan ajarannya,
sedangkan orang Barat maju karena meninggalkan agamanya". Ini berarti
terdapat suatu nilai besar dalam Islam yang terlupakan. Di mana, hal tersebut
seakan menekankan bahwa Islam saat ini sedang ternina-bobokan oleh kejayaan
pada masa lampau. Mereka lebih bangga menceritakan kejayaan pada masa dahulu,
ketimbang membuat sejarah baru, yang nantinya menjadi bekal pada generasi
mendatang.
Alasan ketidaksemangatan Islam
karena dunia ini hanya sementara dan hidup hanya untuk beribadah, tampaknya
harus mulai dikikis. Dengan kesementaraan itu, alangkah baiknya jika dapat
menorehkan sebuah kenangan manis. Seperti kata pepatah "gajah mati
meninggalkan gadingnya, manusia mati meninggalkan nama". Juga, ibadah
berupa amal jariyah untuk kemanfaatan umat manusia, nilainya jauh lebih besar.
Katakanlah, Thomas A Eddison, sang penemu lampu, jika ia seorang Islam, tak
bisa dibayangkan berapa amal ibadah yang terus mengalir di setiap detiknya. Hal
tersebut yang kelihatannya dilupakan oleh umat Islam masa kontemporer ini.
Terbukti, hingga saat ini Islam masih terkapar mencari jati diri.
Umat Islam disibukkan dengan
masalah intern yang tak kunjung tuntas. Bahkan, Islam saling menghancurkan satu
sama lain. bukan berfikir bagaimana cara menjadikan Islam sebagai rahmat
seluruh alam, justru malah membuat Islam seolah agama yang anarkis, bahkan
sempat dicap sebagai agama teroris. Perbedaan bukan menjadi rahmat, tapi malah
menjadi laknat.
Selebihnya, redup-terangnya Islam
dapat digambarkan sebagai sebuah siklus lingkaran. Di mana, masa sebelum
datangnya Nabi Muhammad merupakan tonggak dasar atau pijakan orang Islam
pertama kali. Dimulai dari siklus yang paling bawah tersebut, Islam mulai
menampakkan sebagai sebuah kekuatan besar. Perjuangan-perjuangan Nabi Muhammad
dalam menyiarkan agama Islam dapat dikatakan suatu fase menuju puncak siklus
lingkaran tersebut.
Periode sahabat hingga para
pemikir Islam abad pertengahan dianalogikan sebagai puncak siklus lingkaran atau
puncak kejayaan Islam. Yang mana, berbagai macam ilmu tumbuh dan berkembang
dalam kubu Islam, yang menjadikannya sebagai agama yang tak bisa dianggap
sepele. Kekuatan Islam menghegemoni di seantero jagad, karya-karya tulis Islam
menjadi harta karun yang sangat berharga. Sehingga, tak mengherankan jika
banyak kaum non-Islam yang turut belajar kepada Islam. Saat seperti inilah,
Islam begitu terlihat jelas sebagai agama rahmat bagi seluruh umat manusia.
Akan tetapi, sekitar 7 abad Islam
merasakan sebuah kejayaan atau siklus puncak, turun melandai. Hal tersebut tak
begitu disadari umat Islam, hingga kunci kejayaan, berupa karya-karya hebat
telah dipegang oleh orang non-muslim, yang kemudian Islam tertinggal, terlihat
dari merosotnya karya Islam dibanding non-muslim, baru umat Islam tahu. Setelah
semua kunci keberhasilan Islam dipegang oleh orang bukan Islam, Islam berada di
dasar siklus lingkaran tadi, kembali pada masa awal. Di mana, umat Islam dalam
keadaan "bodoh" sains dan teknologi.
Jika kita cermati, seharusnya
Islam bangkit kembali pada abad kontemporer saat ini. Masa kejayaan yang
kurang-lebih 7 abad, lalu keterpurukan mulai abad 13 hingga saat ini, lebih
dari 7-8 abad ketertinggalannya. Sehingga, jika melihat dari siklus alam
tersebut seharusnya Islam saat ini sudah bangkit untuk mencapai kejayaan lagi.
Siklus alam tersebut tak dapat
dianggap remeh, karena ketika Islam sudah acuh terhadap kehidupan dunia, maka
kebangkitan kebudayaan dan peradaban Islam hanya menjadi imajinasi semata.
Apabila imajinasi ini terus berlarut, maka konsep agama Islam sebagai agama
rahmat bagi seluruh alam, patut ditanyakan? Sehingga, sudah saatnya Islam
berbenah diri, menata pikiran bahwa dunia bukan hal yang "haram",
tapi justru sebuah jalan terang menggapai ridho Allah SWT.
Pada bulan puasa yang sebentar
lagi datang, merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. Banyak
peristiwa-peristiwa besar terjadi pada bulan ini, semisal peristiwa pembebasan
Mekah (Fathul Makkah), kemenangan
pada perang Badar, turunnya Al-Qur'an dan lain sebagainya. Untuk itu, bulan
puasa semoga menjadi refleksi dan momentum kebangkitan kembali umat Islam. Semoga. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar