Senin, 08 Juli 2013

Refleksi Menjelang Puasa

Refleksi Menjelang Puasa
Setyo Pramuji  ;  Akademisi Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya
SUARA KARYA, 06 Juli 2013 


Al-Qur'an merupakan mu'jizat yang diam, jika manusia, terlebih kaum muslim tak mau dan mampu menggerakkannya, maka kebesarannya akan tetap terselimuti sepanjang masa.

Pada abad pertengahan, Islam menjadi pemimpin kebudayaan dan peradaban dunia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kaum non-muslim yang mencari referensi ilmu pengetahuan dari Islam, suatu keadaan yang memperkukuh bahwa Islam adalah agama rahmatal lil alamin. Agama yang dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.

Berbagai disiplin ilmu pengetahuan berkembang pesat, yang menjadikan Islam sebagai motor penggerak dunia. Hal itu juga menunjukan bahwa Islam adalah agama yang tak menihilkan kehidupan dunia, tapi justru realita kehidupan dijadikan mediasi dalam mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Nilai-nilai ajaran Islam, yang tertuang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, merupakan sesuatu yang sangat implementatif.

Akan tetapi, mulai kurang lebih abad ketiga belas, hingga saat ini Islam belum begitu menunjukkan kemajuan secara pesat. Islam yang dahulunya sangat produktif dalam menemukan sebuah inovasi untuk kesejahteraan umat manusia menjadi mandul kreativitas. Entah, karena human error atau kah takdir? Yang jelas, agama Islam adalah agama yang optimis. Islam memberi kebebasan pada manusia, apakah ia ingin maju atau tetap berdiri seraya melihat orang lain berlari menuju kemenangan dunia? Bahkan, hingga ada sebuah motivasi hebat dari Islam, yakni man jadda wa jadda. Barang siapa yang berusaha, maka ia akan mendapatkannya.
Sehingga, tak heran, jika ada orang yang mengatakan bahwa "orang Islam mundur karena meninggalkan ajarannya, sedangkan orang Barat maju karena meninggalkan agamanya". Ini berarti terdapat suatu nilai besar dalam Islam yang terlupakan. Di mana, hal tersebut seakan menekankan bahwa Islam saat ini sedang ternina-bobokan oleh kejayaan pada masa lampau. Mereka lebih bangga menceritakan kejayaan pada masa dahulu, ketimbang membuat sejarah baru, yang nantinya menjadi bekal pada generasi mendatang.

Alasan ketidaksemangatan Islam karena dunia ini hanya sementara dan hidup hanya untuk beribadah, tampaknya harus mulai dikikis. Dengan kesementaraan itu, alangkah baiknya jika dapat menorehkan sebuah kenangan manis. Seperti kata pepatah "gajah mati meninggalkan gadingnya, manusia mati meninggalkan nama". Juga, ibadah berupa amal jariyah untuk kemanfaatan umat manusia, nilainya jauh lebih besar. 

Katakanlah, Thomas A Eddison, sang penemu lampu, jika ia seorang Islam, tak bisa dibayangkan berapa amal ibadah yang terus mengalir di setiap detiknya. Hal tersebut yang kelihatannya dilupakan oleh umat Islam masa kontemporer ini. Terbukti, hingga saat ini Islam masih terkapar mencari jati diri.

Umat Islam disibukkan dengan masalah intern yang tak kunjung tuntas. Bahkan, Islam saling menghancurkan satu sama lain. bukan berfikir bagaimana cara menjadikan Islam sebagai rahmat seluruh alam, justru malah membuat Islam seolah agama yang anarkis, bahkan sempat dicap sebagai agama teroris. Perbedaan bukan menjadi rahmat, tapi malah menjadi laknat.

Selebihnya, redup-terangnya Islam dapat digambarkan sebagai sebuah siklus lingkaran. Di mana, masa sebelum datangnya Nabi Muhammad merupakan tonggak dasar atau pijakan orang Islam pertama kali. Dimulai dari siklus yang paling bawah tersebut, Islam mulai menampakkan sebagai sebuah kekuatan besar. Perjuangan-perjuangan Nabi Muhammad dalam menyiarkan agama Islam dapat dikatakan suatu fase menuju puncak siklus lingkaran tersebut.

Periode sahabat hingga para pemikir Islam abad pertengahan dianalogikan sebagai puncak siklus lingkaran atau puncak kejayaan Islam. Yang mana, berbagai macam ilmu tumbuh dan berkembang dalam kubu Islam, yang menjadikannya sebagai agama yang tak bisa dianggap sepele. Kekuatan Islam menghegemoni di seantero jagad, karya-karya tulis Islam menjadi harta karun yang sangat berharga. Sehingga, tak mengherankan jika banyak kaum non-Islam yang turut belajar kepada Islam. Saat seperti inilah, Islam begitu terlihat jelas sebagai agama rahmat bagi seluruh umat manusia.

Akan tetapi, sekitar 7 abad Islam merasakan sebuah kejayaan atau siklus puncak, turun melandai. Hal tersebut tak begitu disadari umat Islam, hingga kunci kejayaan, berupa karya-karya hebat telah dipegang oleh orang non-muslim, yang kemudian Islam tertinggal, terlihat dari merosotnya karya Islam dibanding non-muslim, baru umat Islam tahu. Setelah semua kunci keberhasilan Islam dipegang oleh orang bukan Islam, Islam berada di dasar siklus lingkaran tadi, kembali pada masa awal. Di mana, umat Islam dalam keadaan "bodoh" sains dan teknologi.

Jika kita cermati, seharusnya Islam bangkit kembali pada abad kontemporer saat ini. Masa kejayaan yang kurang-lebih 7 abad, lalu keterpurukan mulai abad 13 hingga saat ini, lebih dari 7-8 abad ketertinggalannya. Sehingga, jika melihat dari siklus alam tersebut seharusnya Islam saat ini sudah bangkit untuk mencapai kejayaan lagi.

Siklus alam tersebut tak dapat dianggap remeh, karena ketika Islam sudah acuh terhadap kehidupan dunia, maka kebangkitan kebudayaan dan peradaban Islam hanya menjadi imajinasi semata. Apabila imajinasi ini terus berlarut, maka konsep agama Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, patut ditanyakan? Sehingga, sudah saatnya Islam berbenah diri, menata pikiran bahwa dunia bukan hal yang "haram", tapi justru sebuah jalan terang menggapai ridho Allah SWT.

Pada bulan puasa yang sebentar lagi datang, merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. Banyak peristiwa-peristiwa besar terjadi pada bulan ini, semisal peristiwa pembebasan Mekah (Fathul Makkah), kemenangan pada perang Badar, turunnya Al-Qur'an dan lain sebagainya. Untuk itu, bulan puasa semoga menjadi refleksi dan momentum kebangkitan kembali umat Islam. Semoga. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar