Pemekaran
(Masalah) Daerah
Hadi Prayitno ; Peneliti Senior/Kepala Divisi Pengembangan Jaringan Fitra
SUMBER : KOMPAS, 14
Mei 2012
Bandingkan dengan tulisan Hadi Prayitno di MEDIA INDONESIA, 09 Mei 2012 :
http://budisansblog.blogspot.com/2012/05/pemekaran-masalah-daerah.html
Indonesia mulai memberikan peran yang lebih
besar kepada pemerintah daerah lewat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah.
UU yang kemudian direvisi dengan UU No
32/2004 membuat penataan daerah otonom baru (DOB) menjadi salah satu isu
penting yang sampai sekarang menjadi fokus pemerintah. Pembentukan DOB membuat
jumlah provinsi di Indonesia meningkat 21 persen, jumlah kabupaten meningkat 41
persen, dan jumlah kota meningkat 37 persen.
Namun, penataan DOB masih identik dengan
pemekaran wilayah, belum mengarah pada penghapusan dan penggabungan wilayah
seperti diatur dalam PP 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria
Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. PP ini kemudian diganti dengan
PP 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Dalam peraturan pemerintah tersebut,
prasyarat pembentukan wilayah provinsi harus meliputi minimal lima
kabupaten/kota, sedangkan untuk kabupaten terdiri dari lima kecamatan, dan kota
cukup dengan empat kecamatan. Adapun pembentukan kecamatan, kelurahan, dan desa
hanya ditetapkan melalui peraturan daerah, yang tidak dapat dipantau
pemerintah. Ini mengingat belum adanya suatu sistem pelaporan atau pencatatan
peraturan daerah yang kontinu di tingkat pusat.
Berdasarkan pencatatan Departemen Dalam
Negeri, pada tahun 2008 setiap bulan rata-rata terbentuk 18 kecamatan, 30
kelurahan, dan 60 desa. Mengingat tujuan otonomi daerah adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mendekatkan pelayanan umum dan
memperkuat daya saing daerah, maka menjadi ironi jika membanjirnya pemekaran
wilayah justru mengancam kualitas penyelenggaraan pemerintahan.
Hasil evaluasi kinerja DOB yang dilakukan
Kementerian Dalam Negeri menyebutkan hanya 58,71 persen berkinerja tinggi.
Sisanya, 34,19 persen, berkinerja sedang dan 4,16 persen berkinerja rendah.
Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melansir 80 persen DOB gagal
meningkatkan kesejahteraan. Hasil evaluasi Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal menunjukkan, 34 daerah malah miskin setelah dimekarkan.
Salah
Sistem
Komponen terbesar perimbangan keuangan untuk
pemerintah daerah adalah dana alokasi umum (DAU). Menurut kajian Fitra, formula
DAU telah memotivasi daerah untuk membengkakkan belanja pegawai dan memekarkan
daerah. Padahal, masuknya belanja pegawai tidak mencerminkan kebutuhan dan
kesenjangan antardaerah. Formula ini tidak memberikan insentif bagi daerah yang
mengurangi belanja pegawai dan disinsentif bagi daerah yang mekar.
Artinya, tujuan DAU mengurangi kesenjangan
fiskal tidak akan tercapai jika alokasinya habis untuk membiayai belanja
pegawai. Di sisi lain, DAU justru memotivasi terjadinya pemekaran daerah karena
menanggung beban belanja pegawai.
DAU
Meningkat
Sepanjang 1999-2009 ada 205 DOB, terdiri atas
7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Tahun 2003 pemerintah harus menyediakan
DAU Rp 1,33 triliun bagi 22 daerah otonom baru. Jumlah itu naik dua kali lipat
tahun 2004: Rp 2,6 triliun alokasi DAU bagi 40 DOB. Tahun 2010, dana DAU
mencapai Rp 47,9 triliun.
Mengingat motivasi lahirnya daerah baru lebih
bersifat politis dan semangat mendapatkan anggaran lebih besar, cara
mengendalikan laju pemekaran daerah adalah merevisi aturan DAU. Melalui
momentum revisi undang-undang perimbangan keuangan, harus ditegaskan bahwa
daerah otonomi baru tidak otomatis mendapatkan DAU.
Bulan ini DPR secara aklamasi mengesahkan
inisiatif 19 RUU daerah otonom baru untuk meningkatkan pelayanan terhadap
rakyat, termasuk perhatian terhadap kawasan yang jauh dari ibu kota kabupaten
atau provinsi. Pemekaran juga bertujuan agar ada ruang partisipasi bagi politik
daerah dan masuknya uang pusat ke daerah. Namun, ini harus disertai dengan
penjelasan terlebih dahulu kepada masyarakat tentang konsekuensi pemekaran
karena pemekaran daerah itu tidak mudah dan tidak murah.
Hal mendasar lainnya adalah pemekaran wilayah
seharusnya menjadi solusi permasalahan, bukan justru menambah masalah. Tanpa
persiapan serius, pemekaran hanya membuat pelayanan kepada masyarakat semakin
buruk, baik dari sisi birokrasi maupun infrastruktur.
Usulan pemekaran 19 daerah baru yang
disetujui DPR ini, jika tidak didasari oleh desain besar penataan daerah, serta
tidak berdasarkan kajian komprehensif yang disepakati semua pihak, justru akan
keluar dari tujuan utamanya. Seyogianya pemerintah dan DPR tidak saling
menyalahkan dan serius menangani pemekaran daerah agar tidak berubah fungsi
menjadi pemekaran masalah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar