Minggu, 27 Mei 2012

Lady Gaga dan Kemiskinan


Lady Gaga dan Kemiskinan
Firdaus Cahyadi ; Knowledge Manager for Sustainable Development, OneWorld-Indonesia
SUMBER :  REPUBLIKA, 26 Mei 2012



Anak itu bernama Muhammad Basyir. Pada Juli 2010 ia ditemukan meninggal dunia dengan cara gantung diri di pasar penampungan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Diduga anak kecil itu nekat mengakhiri hidupnya ka rena tak tahan dengan kemiskinan yang melilit keluarganya. Selama ini orang tua Basyir hanya pedagang kecil di pasar. Mereka tidak sanggup membiayai anaknya sekolah.

Muhammad Basyir adalah sebuah fenomena gunung es. Meskipun tidak mengikuti jejak Muhammad Basyir untuk melakukan bunuh diri, di Jakarta masih banyak anak-anak miskin yang terpakasa hidup di jalanan. Kemiskinan adalah faktor utama memaksa mereka meninggalkan keceriaan masa anakanak dan juga bangku sekolah.

Data menunjukkan jumlah anak-anak jalanan ini terus meningkat di Jakarta. Berdasarkan data dari Dinas Sosial DKI Jakarta, seperti yang pernah ditulis oleh sebuah media massa nasional, jumlah anak jalanan di Jakarta pada 2009 sebanyak 3.724 orang, pada 2010 meningkat menjadi 5.650 orang, dan 2011 naik lagi menjadi 7.315 orang.

Seiring dengan meningkatnya jumlah anak jalanan, meningkat pula jumlah penduduk miskin di Jakarta. Menurut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, pada 2011 lalu angka kemiskinan di Jakarta meningkat sebesar 3,75 persen atau menjadi 363 ribu orang dari jumlah angka kemiskinan pada tahun 2010 sebesar 312 ribu orang.

Angka anak putus sekolah karena faktor kemiskinan di Jakarta pun masih tinggi. Di Jakarta Utara saja, menurut ang gota DPRD DKI Jakarta Wanda Ha midah, terdapat sekitar 23 ribu anak pu tus sekolah karena faktor kemiskinan.

Peningkatan jumlah anak jalanan dan penduduk miskin di Jakarta adalah sebuah ironi. Karena Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan dan juga pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Bayangkan sekitar 70-80 persen perputaran uang di Indonesia ada di Jakarta. 

Dengan kata lain, gula-gula pembangunan Indonesia ada di Jakarta. Jika angka kemiskinan di Jakarta meningkat, dapat dibayangkan bagaimana angka kemiskinan di luar Jakarta? Di tengah potret nyata kemiskinan di Jakarta itulah, konser musik Lady Gaga akan digelar. Harga tiket konser Lady Gaga yang paling murah adalah Rp 400 ribuan dan yang termahal sekitar Rp 2 jutaan pun telah habis terjual. Harga tiket termurah konser Lady Gaga pun lebih tinggi dari garis kemiskinan di Jakarta pada September 2011, yang sebesar Rp 368.415 per kapita per bulan.

Artinya, harga tiket konser Lady Gaga termurah dapat mengangkat satu orang miskin di Jakarta selama satu bulan. Harga tiket konser Lady Gaga termahal bisa mengangkat lima orang miskin di Jakarta dari belenggu kemiskinan selama satu bulan. Namun, sejumlah uang itu oleh kita, kelas menengah di Jakarta, dihabiskan hanya untuk menyanyi dan berjoget bersama penyanyi Lady Gaga hanya dalam satu malam.

Ini adalah fakta bahwa kepekaan sosial dari kelas menengah-atas di Jakarta semakin menipis. Kelas menengah di Jakarta, mungkin akan merasa begitu kehilangan jika uangnya sejumlah harga tiket Lady Gaga itu disumbangkan untuk orang miskin secara langsung atau ke organisasi sosial yang memberdayakan mereka. Padahal, saudara-saudara kita yang berada di garis kemiskinan memerlukan uluran tangan dari sesamanya untuk memutus rantai kemiskinan yang menjeratnya.

Media massa sebagai pilar demokrasi keempat pun larut dalam perdebatan kontroversi konser Lady Gaga. Seakan berita mengenai konser Lady Gaga lebih penting daripada berita tentang kehidupan warga miskin kota yang kehilangan hak-hak dasarnya.

Bahkan, karena konser Lady Gaga ini dinilai penting, para petinggi negeri ini, baik dari kalangan eksekutif maupun legislatif, pun berlomba berkomentar soal kontroversi konser ini. Hal yang bertolak belakang ketika ada kasus yang menyangkut persoalan kelas menengah bawah.

Para petinggi negeri ini seperti membisu saja saat orang-orang miskin di bantaran sungai Jakarta digusur. Mereka juga tidak berdebat secara keras di media ketika terjadi penggusuran terhadap permukiman orang-orang miskin di Ja karta dengan mengatasnamakan perluasan ruang terbuka hijau (RTH).

Ketika sebuah persoalan merugikan kepentingan kelas menengah-atas, para petinggi negeri ini cenderung bersuara dengan lantang. Padahal, jadi atau tidaknya konser Lady Gaga di Jakarta adalah kepentingan kelas menengah atas. Andaikan konser Lady Gaga tidak jadi digelar pun, kelas sosial itu pun masih bisa melihat konser Lady Gaga melalui video atau internet. Mereka hanya berkurang kenyamanannya.

Sementara jika warga miskin di Jakarta tidak segera diselamatkan, mereka akan kehilangan hak-hak dasarnya sebagai manusia. Harusnya para petinggi negeri ini bersuara keras ketika ada warga miskin yang hak-haknya terampas daripada konser Lady Gaga.

Adalah ironi yang ditampakkan secara nyaris telanjang, ketika sebuah konser musik yang mewah digelar di tengah warga kota yang hidup bergelimang kemiskinan. Pertanyaannya adalah apakah para penonton konser musik yang telah menghabiskan ratusan ribu hingga jutaan rupiah untuk membeli tiket itu masih merasa bergetar hatinya ketika melihat fakta kemiskinan di Jakarta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar