Sabtu, 26 Mei 2012

Grasi Corby

Grasi Corby
Hikmahanto Juwana ; Guru Besar Hukum Internasional,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
SUMBER :  KOMPAS, 26 Mei 2012



Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengabulkan permohonan grasi dari terpidana kasus narkoba yang dijuluki ratu mariyuana: Schapelle Corby.
Banyak pihak di dalam negeri terkejut dengan keputusan Presiden. Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi berkilah bahwa Presiden melakukannya setelah beroleh masukan dari Mahkamah Agung, seolah-olah Presiden bukan satu-satunya pihak yang patut disalahkan.

Kasus Corby telah menjadi isu publik di Australia. Kebanyakan warga Australia merasa bahwa Corby tidak seharusnya mendapat hukuman dan menjalaninya di Indonesia. Itu sebabnya saban dilakukan pemilu di sana, isu Corby muncul. Untuk mendapat suara dari rakyat, partai politik biasanya menjanjikan upaya bagi pengembalian Corby.

Di Bawah Tekanan

Siapa pun yang menjadi perdana menteri di Australia akan berkonsentrasi mengembalikan Corby ke Australia. Itu sebabnya Pemerintah Australia kerap menekan Indonesia agar Corby bisa kembali ke Australia. Salah satu bentuk tekanan itu: berulang kali meminta Indonesia agar mengadakan perjanjian pemindahan narapidana, transfer of sentenced person. Melalui perjanjian ini akan dimungkinkan narapidana Australia, seperti Corby, menjalani sisa hukuman di negaranya.

Yang dilakukan Australia—mengembalikan Corby—wajar dan dapat dimengerti karena setiap negara mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya. Yang tak wajar justru sikap Pemerintah Indonesia. Pengabulan permohonan grasi bagi Corby oleh publik dianggap tidak sejajar dengan perlindungan Pemerintah Indonesia terhadap warganya di luar negeri yang menghadapi masalah hukum.

Saat ini para tenaga kerja Indonesia kerap menemui masalah hukum—seperti di Malaysia dan Arab Saudi. Para nelayan Indonesia yang diberi upah untuk membawa imigran gelap ke Australia ditahan oleh otoritas Australia tanpa jelas kapan persidangannya, termasuk mereka yang di bawah umur.

Para nelayan ini tanpa diminta Pemerintah Indonesia akan dikembalikan oleh Australia karena telah jadi beban tersendiri. Saat ini Australia menghendaki jika mereka dikembalikan ke Indonesia akan diadili dan divonis. Tak heran jika dalam UU Keimigrasian Indonesia kini ada ketentuan tentang kriminalisasi terhadap penyelundupan manusia. Ketentuan ini merupakan ”pesanan” Australia.

Belum lagi, ada WNI yang sedang berada di Singapura diminta diekstradisi oleh otoritas Australia, seperti dalam kasus Radius Christanto. Bisa jadi hal yang sama akan terjadi terhadap para mantan pejabat militer yang dituduh di Australia melakukan kejahatan internasional.

Sikap pemerintah yang tidak seimbang dalam memberi perlindungan kepada warganya dengan perlakuan terhadap warga negara asing yang memiliki masalah hukum dari negara besar seperti Australia membuat publik melihat pemerintah lemah.

Ini tak terjadi pada Singapura: negara kecil, tetapi tak mudah menyerah dari tekanan negara besar. Ketika terjadi kasus Michael Fay, seorang anak muda yang dihukum cambuk karena melakukan vandalisme, ia tetap dihukum meski Pemerintah Amerika Serikat mengecam, bahkan mengancam.

Rakyat Indonesia tentu akan bangga kepada pemerintah jika pemerintah bisa bersikap seperti Pemerintah Singapura. Terlebih lagi, yang dilakukan Corby merupakan tindak pidana yang dapat merusak anak bangsa.

Jika saja pemerintah berpikir sedikit panjang, tentu pemberian grasi tidak akan dilakukan karena pemberian grasi berakibat pada ketidakkonsistenan pemberantasan perdagangan narkoba.

Inkonsistensi akan terjadi juga karena belum tentu Presiden SBY mengabulkan grasi yang diajukan pemohon asal Nigeria atau Thailand. Terlebih lagi terhadap warganya sendiri.

Membantah

Meski Pemerintah Australia membantah adanya deal tertentu terkait pemberian grasi kepada Corby, bantahan ini sepertinya sulit bisa diterima logika. Publik memercayai bahwa ada deal khusus terkait dengan pemberian grasi antarpejabat kedua negara.

Kini nasi telah jadi bubur. Grasi telah diberikan dan tidak mungkin dicabut. Dalam konteks ini, seharusnya pemerintah melakukan tiga hal.

Pertama, pemerintah harus secara terbuka memberi alasan mengapa grasi diberikan kepada Corby. Tentu alasan ini harus kuat sehingga dapat meyakinkan publik agar pemberian grasi dapat dipahami.

Di masa silam pada pemerintahan Soeharto, Indonesia mengalah dari Australia untuk mendapatkan sumber daya minyak di Palung Timor dengan barter berupa pengakuan Australia terhadap Timor Timur (ketika itu) sebagai wilayah Indonesia.

Kedua, pemerintah harus meminta Australia agar beperlakuan tidak ”mengganggu” warga negara Indonesia. Peristiwa seperti mantan Gubernur Sutiyoso yang dipanggil ke pengadilan Australia ketika berkunjung ke sana harus dihentikan. Pemerintah juga harus meminta Pemerintah Australia memastikan ekstradisi terhadap warga negara Indonesia yang bersembunyi di Australia.

Ketiga, pemerintah harus lebih berkomitmen dalam memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia di luar negeri. Yang dilakukan Australia terhadap Corby harus menjadi contoh bagi pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar