Minggu, 27 Mei 2012

Tata Niaga Baru dan KEN


Tata Niaga Baru dan KEN
Djasarmen Purba ; Anggota DPD RI asal Kepri
SUMBER :  REPUBLIKA, 26 Mei 2012



Belum lama ini, Menteri Koordinator Perekono mian Hatta Rajasa mengumumkan rencana pemerintah menghentikan ekspor bahan mentah pada 2014. Langkah ini ditempuh guna meningkatkan nilai tambah ekspor dan memperkuat ketahanan energi nasional (KEN).
Sekilas, kebijakan tampak begitu memesona, tetapi bila dilihat lebih jauh kebijakan ini baru terbatas pada komoditas tertentu, yakni, nikel, timah, dan bauksit. Sedangkan, bahan tambang lain yang jauh lebih strategis bagi ketahanan energi nasional, seperti batu bara, belum mengalami hal serupa.

Padahal, selama ini salah satu faktor utama kenaikan tarif dasar listrik (TDL) adalah tingginya harga yang harus dibayar Perusahaan Listrik Negara (PLN) kepada perusahaan pemasok batu bara. PLN membeli batu bara (bahan bakar primer pembentuk energi listrik) di atas harga ekspor sehingga menyebabkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik lebih tinggi dari TDL. Dan, ini tentu menambah beban pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Alokasi subsidi listrik berdasarkan APBN 2012 sebesar Rp 64,97 triliun jauh melampaui subsidi 2010 yang hanya sebesar Rp 55,1 triliun. Angka ini kemungkinan akan terus meningkat seiring dengan kecenderungan penambahan kebutuhan energi listrik di Indonesia hingga 2025 yang diproyeksi mencapai sekitar 90 ribu MW (dalam kondisi beban puncak).

Saat ini, kapasitas terpasang listrik baru mencapai 35 ribu MW dan konsumsi listrik per kapita pada 2010 sebesar 714,5 kWh. Seiring dengan ambisi menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi dunia pada 2025 sebagaimana dirancangan dalam dokumen Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), kebutuhan akan listrik makin terus meningkat dari tahun ke tahun.

Namun, tampaknya pemerintah belum mengantisipasi peningkatan konsumsi listrik nasional secara maksimal. Terbukti sampai sejauh ini, PLN masih mengeluhkan kesulitan mendapatkan pasokan batu bara karena produsen ba rang tambang itu cenderung memilih menjualnya ke pasar ekspor.

Kebijakan Proteksi

Satu kebijakan utama yang digunakan pemerintah untuk mengamakan pasokan batu bara bagi ketersediaan energi dalam negeri. Yaitu, Kebijakan Batubara Nasional (KBN)—yang merupakan acuan bagi semua pihak dalam pengembangan dan pemanfaatan batu bara di Indonesia untuk mendukung peningkatan pemanfaatan batu bara.

Namun sayangnya, KBN tidak mengatur secara spesifik tentang harga jual batu bara dalam negeri. Akibatnya, PLN tidak memperoleh pasokan batu bara yang cukup, bahkan harus membayar dengan harga yang terbilang mahal. Tingginya harga batu bara yang harus dibayar PLN merupakan dampak dari kebijakan pemerinatah yang melarang pengusaha menjual murah batu bara.

Pada akhirnya, kebijakan pemerintah ini tampak seperti ambivalen. Pada satu sisi, pemerintah ingin pasokan energi dalam negeri terjamin, tetapi di sisi lain pemerintah mengharapkan peneri ma an negara dari pajak dan royalti batu bara terus meningkat. Celakamya, pemerintah acap kali lebih mengutamakan kepentingan penerimaan negara ketimbang pengamanan pasokan energi dalam negeri.

Akibatnya, setiap tahun kenaikan harga TDL selalu menjadi opsi utama yang dipilih pemerintah untuk mengatasi meningkatnya subsidi listrik pada APBN. Dan seperti kita saksikan, pemerintah tampak berputar-putar dalam lingkaran masalah yang tiada akhir, tanpa tahu jalan keluar.

PP DOM

Guna keluar dari kemelut tiada akhir tersebut, sudah sejak lama sejumlah kalangan mengusulkan agar pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Domestic Market Obligation (DMO) batu bara yang secara jelas dan tegas mengatur tentang Harga Patokan Batubara (HPB) dalam negeri, khusus pada perusahaan listrik negara.

DMO memang bukan sesuatu yang baru, sejak 2009, Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) telah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) No 34 Tahun 2009 Tentang DMO. Namun, kepmen ini tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai HPB dalam negeri.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mengamankan pasokan batu bara bagi ketersediaan listrik dalam negeri, PP DMO haruslah mengatur secara tegas bahwa harga patokan batu bara di dalam negeri berada di bawah harga terendah ekspor. Dengan adanya penetapan itu, seluruh harga jual batu bara akan relatif “seragam“ (sesuai dengan kualitasnya) karena harus mengikuti HPB.

Selain itu, PP DMO tersebut juga perlu secara tegas mengatur tentang pelarangan ekspor batu bara untuk kalori tertentu (5.500-5.900 kalori) agar bisa dikonsumsi oleh konsumen batu bara domestik, termasuk bagi BUMN listrik. Tidak kalah penting lagi yang perlu diatur dalam PP DMO adalah kewajiban bagi perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara untuk tidak membayar dividen dalam bentuk uang kepada pemerintah, tetapi dalam bentuk batu bara yang diserahkan kepada PLN oleh pemerintah. Dengan demikian, PLN dan pemerintah bisa menghemat anggaran tanpa perlu menaikkan TDL.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar