Menyikapi
Full Day School
Jejen Musfah ; Ketua Program Magister Manajemen Pendidikan
Islam
UIN Jakarta; Tim Ahli PB PGRI
|
KORAN
SINDO, 14 Juni 2017
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendi memastikan bahwa pada tahun ajaran 2017- 2018 belajar di sekolah
berlangsung selama lima hari, Senin hingga Jumat. Sabtu dan Minggu libur. Karena itu, siswa
belajar di sekolah dari pagi hingga sore sekitar pukul 16.00. Permendikbudnya
akan segera keluar. Sebelumnya , pada 2016, kebijakan ini ramai mendapat
tanggapan pro dan kontra dari masyarakat sehing ga kebijakan tersebut urung
diberlakukan. Sekolah seharian penuh (Full
Day School—FDS) dianggap pemerintah merupakan model ideal membina
karakter siswa di sekolah karena banyak orang tua tidak bisa mengawasi anak
pada siang hingga sore hari.
Fasilitas
Kehadiran siswa sehari penuh di sekolah
akan berdampak pada beberapa hal.
Pertama , keterbatasan ruang kelas belajar.
Beberapa sekolah menerapkan sistem jam
belajar pagi dan siang karena kekurangan ruang kelas. Jumlah siswa tidak
sebanyak jumlah kelas yang dimiliki. Meski siswa belajar Senin hingga Sabtu,
jam belajar untuk semua kelas tidak bisa dimulai dari pagi. Sekolah ini jelas
tidak akan bisa menerap kan kebijak an FDS di atas.
Kedua, kantin sehat.
Kebijakan FDS berdampak pada kesiapan
sekolah menyediakan makan siang yang bergizi bagi siswa. Entah melalui kantin
sekolah atau war ung-warung sekitar sekolah. Mungkin juga siswa membawa makan
siang dari rumah yang dibawanya sejak pagi. Sekolah harus memastikan bahwa
menu makan siang siswa terjamin kesehatann ya . Kantin, pedagang, dan
warung-warung sekitar sekolah harus dipastikan hanya boleh menjual makanan
sehat. Tugas ini tidak ringan karena terkait dengan usaha seseorang.
Ketiga, tempat belajar dan bermain.
Belajar seharian di sekolah tidak menjadi
masalah jika fasilitasnya memadai. Masalahnya, jangankan taman belajar, taman
bermain, perpustakaan, laboratorium, dan lapangan olahraga, di sekolah kita
banyak yang kekurangan ruang kelas dan toilet. Toilet yang ada pun tidak
standar jumlah dan kebersihannya. Kondisi fasilitas sekolah yang minim itu
tidak akan membuat siswa merasa nyaman berada di sekolah.
Ekstrakurikuler
Meski sebagian sekolah tidak akan mampu
menerapkan kebijakan FDS di atas, catat an berikut bisa diper tim bang kan
sekolah-sekolah pe nye leng gara FDS , baik yang baru akan maupun sudah lama
melaksanakan.
Pertama , bakat dan minat siswa yang
beragam.
Kebijakan sekolah seharian penuh tidak
sekadar memindahkan jam belajar Sabtu ke Senin hingga Jumat, tetapi momentum
pengembangan bakat dan minat siswa melalui ekstrakurikuler yang variatif.
Seperti dijelaskan Mendikbud bahwa sekolah sampai sore tidak identik dengan
belajar di kelas. Sekolah didorong kreatif melaksanakan kegiatan yang
mengembangkan bakat dan minat siswa. Sekolah harus menyediakan pelatih yang
mampu menyempurnakan keterampilan siswa dalam bidang akademik, seni, dan
olahraga.
Kemu dian sekolah memberikan kesempatan
siswa mengikuti lomba-lomba dari level kecamatan, kabupaten, kota, provinsi,
nasional, hingga internasional. Sekolah kita sedikit mengakomodasi bakat dan
minat siswa yang heterogen. Padahal tujuan utama pendidikan adalah
pengembangan bakat siswa sehingga ia menemukan jati diri mereka
masing-masing. Kendalanya adalah keterbatas andana dan fasilitas yang
dimiliki sekolah. Namun, kendala utamanya adalah tiadanya budaya kreatif dan
inovatif pemimpin sekolah.
Kedua, karakter siswa.
Selain melahirkan kegembiraan siswa karena
melakukan hal yang mereka sukai, ekstrakurikuler itu juga akan mengembangkan
karakter positif bagi siswa. Keterlibatan siswa dalam kegiatan akademik,
seni, dan olahraga akan memupuk sikap tekun, sabar, disiplin, tanggung jawab,
dan mandiri. Pembentukan karakter sebagai tujuan utama kebi jakan FDS pun tercapai.
Untuk bisa terampil, juara, dan berprestasi dalam bidang tertentu, siswa
harus berlatih sungguh-sungguh.
Dibutuhkan kesabaran, disiplin, ketekunan,
dan kerja keras siswa dalam meraih cita-citanya. Disadari ataupun tidak oleh
siswa, proses ini akan melatih siswa yang berkarakter. Kuncinya adalah
bimbingan dari guru atau pelatih. Siswa yang memiliki kegiatan sesuai hobinya
akan terhindar dari aktivitas tidak berguna apalagi merugikan dirinya dan
orang lain. Waktunya akan diisi dengan berlatih dan berlatih untuk mencapai
kemahiran sehingga bisa menjadi ahli dan meraih prestasi.
Mereka akan berinteraksi dengan teman-teman
yang memiliki hobi sama dan maju bersama. Sikap ker ja sama d an menghargai
perbedaan mereka akan terbentuk dengan baik. Demikianlah, kebijakan FDS harus
disikapi positif oleh sekolah. Bagi yang belum memungkinkan melaksanakan, mar
i mulai berbenah menuju sekolah dengan fasilitas memadai untuk belajar sehari
penuh dan beror ientasi pengem bangan kecerdasan siswa yang beragam.
Dalam jangka menengah, mayoritas sekolah
harus siap dengan FDS. Sementara sekolah yang sudah menerapkan FDS, seperti
SDIT, SMPIT, dan SMAIT, diharapkan mampu memfasilitasi keragaman minat dan
bakat siswa melalui ekskul sehingga meraih prestasi di level nasional maupun
internasional. Bimbingan dan latihan siswa dalam bidang tertentu akan
melahirkan siswa yang tidak hanya terampil tetapi juga berkarakter. Semoga
revolusi mental sebagai landasan filosofis FDS bisa terwujud. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar