Menyikapi
Kecerdasan Buatan
Johanes Eka Priyatma ; Dosen Informatika;
Rektor Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
|
KOMPAS, 10 Juni 2017
Selama lima hari (1-6 Mei 2017), Kompas menyajikan ulasan
tentang kehadiran, peran, dan ancaman dari teknologi kecerdasan buatan. Kecerdasan
buatan adalah sistem komputer yang mampu membantu kita menyelesaikan masalah
yang rumit atau kompleks. Sebelumnya, persoalan rumit seperti mengenali wajah
seseorang hanya dapat dilakukan oleh manusia, tetapi sekarang komputer mampu
melakukannya. Komputer seolah punya kecerdasan meski sejatinya hanya memiliki
program yang hebat.
Meski memberikan banyak manfaat dan peluang, kita khawatir
kehadirannya akan mengambil alih banyak pekerjaan lantaran kinerjanya yang
efisien dan terkendali. Selain akan menimbulkan persoalan pengangguran,
kecerdasan buatan disinyalir akan mengancam eksistensi kemanusiaan kita
karena kecerdasannya menjadikan manusia seolah tak perlu lagi berpikir. Cogito ergo sum (aku berpikir maka aku
ada) akan menjadi kesadaran yang usang. Bagaimana sebaiknya kita menyikapi
dan mengantisipasi perkembangan mutakhir dari kemajuan teknologi komputer
yang menakutkan ini?
Berpikir dan bertindak
Tujuan akhir pengembangan kecerdasan buatan adalah
terciptanya sistem komputer yang mampu menirukan manusia dalam berpikir dan
bertindak. Meski demikian, usaha meniru kemampuan manusia ini hanya
difokuskan pada kemampuan berpikir dan bertindak rasional saja. Sistem
komputer yang dapat meniru sepenuhnya manusia yang kadang berpikir atau
bertindak irasional mungkin kurang berguna dan sangat sulit dibuat.
Kecerdasan buatan yang mampu berpikir rasional lebih mudah
dikembangkan dibandingkan dengan yang bertindak rasional karena tidak
memerlukan kemampuan gerak mekanis.Deep Blue yang dikembangkan IBM, dan
berhasil mengalahkan juara dunia catur Garry Kasparov pada 1996, adalah
bentuk sistem cerdas yang hanya mampu berpikir rasional. Namun, robot
humanoid, seperti Asimo yang dikembangkan oleh Honda merupakan bentuk
kecerdasan buatan yang dapat sekaligus berpikir dan bertindak seperti
manusia, termasuk dalamberkomunikasi memakai bahasa sehari-hari.
Kunci keberhasilan pengembangan kecerdasan buatan terletak
pada kemampuan kita mengembangkan model matematika yang efektif untuk
merepresentasikan pengetahuan ke dalam memori komputer. Juga mengembangkan
sistem inferensi yang dapat mengambil kesimpulan secara efisien terhadap
pengetahuan tersebut. Setidaknya ada tiga model matematika yang populer
digunakan selama ini: Kalkulus Predikat, Jaringan Syaraf Tiruan, dan
Algoritma Genetika.
Memakai Kalkulus Predikat, pengetahuan direpresentasikan
memakai struktur implikasi dalam logika matematika berbentuk jika p maka q.
Basis pengetahuan kemudian dapat jadi dasar proses pengambilan keputusan
melalui rangkaian inferensilangkah mundur modus ponen. Model Jaringan Syaraf
Tiruan menggunakan tiruan jaringan syaraf dalam mengantarkan pesan dari otak
ke organ secara efisien. Sementara Algoritma Genetika menirukan mekanisme
persilangan ataupun mutasi gen dalam perkembangan evolusi makhluk hidup.
Penggunaan model-model matematika tersebut makin lama
makin efisien karena dua hal. Pertama, semakin lama mesin komputer semakin
cepat dan semakin besar kapasitas memorinya. Hal ini menjadikan algoritma
inferensi yang belum optimal sekalipun dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Kedua, memakai konsep learning machine, kecerdasan buatan
dapat dilatih untuk mengambil keputusan berdasar kasus-kasus yang telah ada.
Dengan cara ini, sistem cerdas dapat dilatih, misalnya mengenali suara
seseorang dalam mengucapkan kata atau kalimat tertentu yang selanjutnya
menjadi bagian dari basis pengetahuannya. Ibarat seorang anak, makin sering
dilatih dan bertemu banyak kasus, maka sistem kecerdasan buatan akan semakin
cerdas.
Tak perlu khawatir
Apakah perkembangan sistem kecerdasan buatan akan
mengancam kesempatan kerja generasi mendatang? Dari pengalaman kita memiliki
internet lebih dari 20 tahun, rasanya kita tidak perlu khawatir. Meski internet
telah meniadakan beberapa pekerjaan, seperti tukang pos dan pelukis baliho,
tetapi terbukti juga menciptakan ribuan jenis pekerjaan dan peluang baru.
Dengan internet banyak jenis usaha bisa dilakukan tanpa perlu biaya besar,
seperti membuka toko maya dan berbagai keagenan maya.
Kita tak perlu khawatir bahwa kecerdasan buatan akan
mengancam masa depan generasi muda. Seperti halnya internet, kecerdasan
buatan akan menciptakan banyak kemungkinan dan peluang usaha baru yang bahkan
belum bisa kita bayangkan saat ini. Selain itu, sebagaimana terjadi dengan
generasi sebelumnya, setiap generasi akan menemukan caranya sendiri
menyesuaikan dan mengantisipasi perkembangan zaman. Mungkin kita tak pernah
membayangkan anak-anak muda saat ini mendatangi pasar swalayan mewah untuk
mencoba fesyen terkini di kamar pas bukan untuk membelinya. Mereka mencoba
baju-baju mewah tersebuthanya untuk berswafoto supaya dapat segera diunggah
di media sosial demi memperoleh ”jempol” sebanyak mungkin. Inilah contoh
kreatif setengah nakal kaum muda menyikapi tekanan budaya baru media sosial.
Tanggapan terbaik terhadap kehadiran kecerdasan buatan
adalah menyiapkan generasi muda dengan pendidikan yang baik dan sesuai.
Sehebat-hebatnya kecerdasan buatan, ia tidak akan mampu mengalahkan kreativitas
manusia yang bersumber dari intuisi dan imajinasi.
Sebagai bangsa yang kaya akan seni dan budaya tinggi,
generasi muda Indonesia mendatang akan dapat memanfaatkan kecerdasan buatan
secara optimal bila pendidikannya menopang berkembangnya kreativitas dan
inovasi. Syarat utama dari kepentingan ini adalah terciptanya sistem
pendidikan dan kegiatan masyarakat yang dapat membantu berkembangnya intuisi,
imajinasi, dan kreasi.
Sistem pendidikan semacam itu hanya akan terwujud lewat
praktik penyelenggaraan pendidikan yang memberikan ruang yang luas bagi
ekspresi seni budaya yang terprogram baik, menjamin kebebasan berpikir dan
bereksplorasi, serta menumbuhkan kesadaran dan kebanggaan akan identitas dan
budaya lokal. Ujung dari semua ini adalah pelaksanaan kurikulum pendidikan
dasar dan menengah yang menopang perkembangan intuisi dan imajinasi.
Sementara pada tingkat pendidikan tinggi, mahasiswa perlu mendapat wawasan
yang mencukupi akan perkembangan kecerdasan buatan beserta kaitannya dengan
teknologi terkini lain, semisal big data, cloud computing, dan internet of
thing.
Perwujudan arah kurikulum tersebut tak akan menemui banyak
kesulitan pada pendidikan tinggi, tetapi sangat berat pada pendidikan dasar
dan menengah. Pendidikan dasar dan menengah kita sudah jadi demikian kering
dan keras dengan tekanan utama pada penguasaan ilmu-ilmu dasar yang makin
hari makin tinggi tuntutannya. Hal ini membawa akibat kurangnya porsi akan
pengembangan kemampuan intuisi dan imajinasi anak lewat berbagai kegiatan
belajar yang kaya akan ekspresi seni dan budaya.
Dengan kata lain, kesungguhan kita mengembangkan kurikulum
pendidikan dasar dan menengah yang memberi porsi cukup dalam ekspresi seni
dan budaya justru kunci amat penting penyiapan generasi muda di era
kecerdasan buatan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar