OJK
dan Investasi Bodong
Edy Purwo Saputro ; Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah
Solo
|
KORAN
SINDO, 19 Juni 2017
Komisioner OJK periode 2017-2022 telah terbentuk dan
Wimboh Santoso terpilih sebagai ketua, tentu dengan amanah besar yang menjadi
tanggung jawabnya, termasuk salah satunya adalah melakukan pengawasan
terhadap ancaman investasi bodong yang sempat marak terjadi.
Periode 2007-2016 sampai Agustus, Badan Reserse Kriminal
Polri menangani 26 kasus investasi bodong dengan kerugian triliunan rupiah.
Kasus terbesar terjadi pada tahun 2011 mencapai 8 kasus dengan kerugian
Rp68,62 triliun, sedangkan sampai Agustus 2016 ada 2 kasus yang ditangani
dalam proses penyidikan. Fakta ini menegaskan bahwa kasus-kasus investasi
bodong selama ini menjadi pelajaran menarik agar bisa direduksi dan ini
menjadi PR bagi OJK.
Paling tidak, harus ada upaya edukasi kepada publik agar
lebih cermat berinvestasi dan tentu harus melibatkan OJK. Padahal, jika
mencermati kasus-kasus investasi bodong ternyata yang menjadi korban tidak
hanya dari kalangan masyarakat, tetapi juga selebritis dan juga publik figur.
Artinya, investasi bodong bisa menyasar ke semua masyarakat. Oleh karena itu,
cermat memilih instrumen produk investasi juga menjadi penting, termasuk juga
yang terpenting adalah kehatihatian kita sebagai investor, terutama terkait
rasionalitas return yang dijanjikan.
Fakta lainnya yang juga perlu dicermati bahwa kasus
investasi bodong bisa berbentuk tawaran apa saja, termasuk yang berlabel
koperasi sekalipun. Paling tidak, fakta ini bisa terlihat dari kasus
investasi bodong Koperasi Langit Biru beberapa waktu lalu dan kasus Koperasi
Pandawa yang mencuat belum lama. Semua kasus investasi bodong mengacu skema
ponzi yang terkuak 26 Juli 1920 ketika Carlo Ponzi seorang imigran asal
Italia mendirikan sekuriti yang bernama Security Exchange Company.
Melalui usaha ini, Ponzi mendulang sukses sebab mampu
memikat banyak investor dengan janji return 50%untuk 90 hari, dan dalam tempo
sekejap Ponzi menjadi orang terkaya, namun ini hanya sesaat karena perolehan
investor baru akhirnya tidak bisa menutup janji return 50% tersebut dan
akhirnya terkuaklah penipuan investasi bodong yang kemudian dikenal dengan
skema ponzi. Model ini juga rentan terhadap kasus sejumlah biro umrah yang
kemudian berdampak negatif terhadap bisnis umrah sebagai akibat masa tunggu
haji yang terlalu lama yang juga disebabkan model dana talangan haji
perbankan.
Klasik
Ironisnya, kejahatan klasikdenganmodelskema ponzi ternyata
sampai kini masih tetap berlangsung, termasuk juga dari kasus Koperasi Langit
Biru. Tidak kurang ratusan orang tergiur dengan janji return 10% per minggu
yang diberikan Koperasi Langit Biru. Yang justru menjadi pertanyaan mengapa
kasus investasi bodong terus saja terjadi dan mengapa para kelompok investor
pemimpi yang gemar berspekulasi dalam money game cenderung terus meningkat
tiap tahun?
Seharusnya para investor pemimpi sadar bahwa tidak ada
imbal hasil investasi yang melebihi kemampuan dunia usaha yang berlaku secara
umum. Logika ini memang terkadang mengalahkan mimpi menjadikaya sesaat
daniniperlu edukasi secara berkelanjutan dari OJK agar tidak menimbulkan
korban lagi yang lebih banyak atau setidaknya membangun kesadaran kolektif
untuk bijak investasi. Yang justru menjadi pertanyaan mengapa kasus penipuan
dalih investasi terus terjadi di Indonesia?
Bahkan, yang ironis penipuan ini tidak hanya menelan
korban orang-orang miskin atau strata menengah-ke bawah, tapi juga
orang-orang kaya—komunitas the haves, selebritis dan juga publik figur.
Bahkan awal April 2014, seorang presenter kondang juga menjadi korban kasus
serupa. Selain itu, yang juga menarik dikaji mengapa orang-orang dibalik aksi
penipuan investasi bodong bisa meyakinkan korban-korbannya? Jika ditelusur
dari maraknya kasus penipuan dengan dalih investasi bodong ini maka siapa
sebenarnya yang pandai dan siapa dikibuli serta mengapa para korban tidak
mengambil pelajaran dari kasus serupa sebelumnya?
Fenomena apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang harus
dilakukan OJK dalam menyikapi fenomena investasi bodong? Entah mana yang
benar dan yang salah, pastinya, kepongahan para korban dibalik aksi penipuan
dengan dalih investasi bodong adalah karena sifat dasar manusia yang sangat
tamak, rakus dan selalu ingin cepat kaya dalam sekejap. Potret alamiah ini
yang menjadi dasar pemikiran para otak pelaku penipuan investasi bodong.
Mereka tahu betul bahwa tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang tidak
ingin cepat kaya tanpa harus kerja dan kalaupun memang harus kerja maka
kerjanya yang ringan-ringan saja.
Bahkan, ini pula yang menjadi andalan kasus penipuan umrah
dengan asumsi ibadah dengan dana murah sehingga dijual paket umrah dengan
tarif murah dan akhirnya meledak ketika semakin banyak jamaah umrah yang
tidak berangkat. Realitas ini adalah psikologi sosial. Fenomena psikologi
sosial itu juga diikuti dengan situasi sosial- ekonomi masyarakat yang selalu
memandang kekayaan materi sebagai simbol status keberhasilan seseorang. Oleh
karena itu, orang pun akhirnya berbondongbondong menuhankan materi di atas
segalanya.
Bahkan, maraknya perilaku korupsi yang dilakukan dalam
semua tingkatan status sosial masyarakat kita, termasuk juga para petinggi
dan pejabat negara, esensinya adalah untuk memupuk semakin banyak pundi-pundi
materi kemewahan duniawi. Jadi, OTT dari KPK dan rompi oranye KPK tidak
menyurutkan nyali untuk tidak korupsi.
Nafsu
Bahkan untuk mendukung nafsu duniawi itu, orang-orang rela
mengambil jalan pintas untuk bisa memenuhi nafsu duniawinya. Pada situasi
demikian, maka jalan pintas untuk memenuhi ambisinya dan jalan lebih pintas
segera menjadi kaya banyak dilakukan oleh masyarakat yang sakit ini. Oleh
karena itu, tidak heran semua buku yang merujuk pada ajakan cepat kaya
menjadi laris manis, misalnya buku ajakan jangan lamalama menjadi karyawan
atau cara super gila menjadi kaya atau lainnya.
Oleh karena itu, para psikolog memandang fenomena ini
sebagai mata rantai kemiskinan dan pengangguran serta ego cepat kaya yang
dipicu oleh pandangan yang salah dari masyarakat juga. Artinya, tidak
mengherankan jika kasus-kasus investasi bodong masih terus terjadi dan
korbannya juga semakin banyak tanpa mengenal strata karena melibatkan semua
lapisan. Fakta ini harus menjadi PR bagi OJK, setidaknya meminimalisasi
terulangnya kasus serupa.
Dalam situasi yang penuh kekalutan itu, tawaran dari
orang-orang yang bisa cepat menggandakan uang, bisa memberikan return—profit
tinggi dari investasi marak terjadi. Esensi dari kasus ini karena korban tak
lagi bisa memandang rasionalitas dibalik tawaran investasi sebab yang ada di
benaknya adalah cepat kaya dan cepat kaya. Peluang ini dimanfaatkan betul
oleh oknum dibalik investasi bodong. Bahkan, yang justru lebih menggenaskan
lagi, tak sedikit korban yang rela mengambil kredit bank untuk disetor kepada
para oknum untuk bisa dilipatgandakan uangnya dalam sekejap.
Seharusnya para korban tahu dan sadar bahwa dalam situasi
ekonomi yang semakin pelik dan sulit ini tak mudah memutarkan uang dalam
bisnis apa pun dan kalau ada yang berani janji memberi profit atau return
besar maka pastilah ujung-ujungnya investasi bodong. Jadi, wajar jika yang
menjadi korban kasus Dimas Kanjeng juga banyak karena ingin cepat
menggandakan uang biar cepat kaya. Oleh karena itu, pihak OJK perlu lebih
giat melakukan edukasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar