Majnûn
Mohammad Nasih ; Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Politik UI
dan FISIP UMJ; Guru Utama di Rumah Perkaderan Monash Institute
|
KORAN
SINDO, 13 Juni 2017
Majnûn adalah salah satu kata dalam bahasa
Arab yang mengalami pergeseran semantik sampai sering kali mengalihkan makna
aslinya.
Majnun sering diartikan gila. Padahal,
tidak semua kegilaan disebabkan sebuah mekanisme yang disebut majnûn ini.
Sesungguhnya makna asli kata majnûn adalah kerasukan jin. Kata majnûn berasal
dari kata janna, yajinnu, junûn. Terjemahan Alquran yang mengartikan majnûn
dengan gila perlu disempurnakan. Konteks kemunculan kata majnûn adalah
kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam yang percaya kepada para penyair
sebagai pemimpin suku.
Mereka dianggap sebagai orang yang bisa
mengetahui masa depan dan bisa mengungkapkan segala pengetahuan yang mereka
miliki dengan untaian kata-kata yang sangat indah karena berima sangat
teratur. Kemampuan mereka itulah yang membuat masyarakat percaya bahwa mereka
memiliki khadam atau pembantu dari alam gaib, yaitu jin. Tradisi bersyair ini
sangat mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Arab. Bahkan, Toshihiko
Izutsu, pakar linguistik Jepang, mengatakan bahwa perang dan damai bisa
ditentukanpara penyair.
Keunggulan dan ketersinggungan sebuah suku
bisa disebabkan puisi. Sebuah balas pantun yang dimenangkan bisa mengangkat
derajat sebuah suku. Sebaliknya, yang kalah bisa merasa rendah karena
dianggap kalah cerdas. Biasanya jika sudah demikian, jalan untuk
mengembalikan supremasi suku adalah perang. Kemenangan dalam perang itulah
yang dianggap bisa mengembalikan kemuliaan suku yang telah hilang karena
kalah dalam berbalas pantun.
Kekalahan dalam balas pantun itu biasanya
dilegitimasi dengan alasan bahwa teman sang penyair sedang tidak bersamanya
sehingga dia tidak bisa mengeluarkan kalimat-kalimat yang indah untuk
membalas. Kecintaan masyarakat Arab pra-Islam pada puisi itulah di antara
konteks sebab mengapa Allah memberikan mukjizat kepada Nabi Muhammad berupa
kitab Alquran dengan bahasa sastra yang sangat mengagumkan. Karena bahasa
yang sangat mengagumkan itulah, Nabi Muhammad awalnya dituduh sebagai orang
yang majnûn.
Sekali lagi, bukan gila yang mereka
maksudkan, tetapi kerasukan jin. Bahkan, sesungguhnya Nabi Muhammad sendiri
awalnya mengira bahwa dia sedang kerasukan jin. Sebab, secara tiba-tiba, dia
bisa melantunkan kalimat-kalimat indah pada saat ber-tahannuts di Gua Hira.
Muhammad sebelum diangkat menjadi rasul tidak memiliki rekam jejak sebagai
orang yang memiliki kebiasaan mengeluarkan kata-kata indah. Walaupun dikenal
sebagai orang yang sangat cerdas, dia lebih dikenal sebagai orang yang sangat
dipercaya sehingga mendapat julukan al-Amîn.
Setelah diangkat menjadi rasul, dia yakin
bahwa kalimat-kalimat yang dia sampaikan adalah wahyu Allah, bukan karena
kerasukan jin, karena diyakinkan pula oleh Allah (QS al-Qalam: 1-3). Dengan
tekad yang kuat sepenuh keyakinan, dia menyampaikan wahyu yang sangat indah
dan substansi ajaran yang sangat dalam itu kepada masyarakat. Wallahu alam bi al-shawab. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar