Ramadan
dan Tanggung Jawab Sosial
Khofifah Indar Parawansa ; Menteri Sosial RI
|
KORAN
SINDO, 17 Juni 2017
Dalam sejarah Islam tercatat bahwa saat menjadi pemimpin,
Khalifah Umar Bin Khattab RA pernah berujar; ”Siapa pun yang berani mengambil
amanat sebagai pemimpin negeri, maka ia harus berani makan paling akhir
setelah rakyatnya kenyang.
Siapa yang berpunya kuasa atas negeri, ia harus kuat
menahan diri untuk tidak berpesta pora sebelum rakyat dan tetangganya makan
secukup-cukupnya. Falsafah kepemimpinan Umar Bin Khattab itu simpel tapi
sarat makna. Ajaran moralitas pribadi itu sangat luhur dan relevan dengan
kondisi sekarang di kala masih banyak penduduk dan warga negara di negeri
tercinta ini hidup dalam keadaan kurang beruntung.
Ajaran itu mendidik kita agar bias menahan diri untuk
berlebih-lebihan dalam segala bentuknya sebelum saudara-saudara kita yang lain
dapat kepastian mendapatkan hak-hak dasarnya. Tentu saya berkeyakinan bahwa
ajaran Umar Bin Khattab itu bersumber dari pengalaman beliau mengartikan
makna pemimpin yang diambil dari itbaitba Rasulullah SAW setelah beliau
merenungi akhlak Nabi.
Tentu pengalaman membantu Rasulullah SAW menguatkan
keyakinan beliau bahwa pemimpin harus memiliki tanggung jawab terhadap nasib
umat. Bagi Umar, kondisi yang paling ia takuti ialah apabila melihat,
mendengar ada rakyat kesulitan mencari kebutuhan pokok. Umar tak segan juga
menghukum gubernur yang suka berbuat tidak adil, terutama memperlakukan
rakyat kecil dengan semena-mena.
Jadi, seumpama ada pejabat daerah atau pengusaha dan orang
kaya hidup di negeri kita yang melupakan kewajiban sosialnya dan menganggap sepi
keadaan sekitar yang memerlukan bantuan, namun tidak ketemu kepada siapa
mereka mengadu, maka secara etika, ia bisa dikategorikan sebagai seseorang
yang melakukan penyelewengan etika sosial dan kebangsaan.
Dalam konteks fikih, puasa golongan orang yang menganggap
sepi kesulitan orang miskin, maka puasanya bisa dikatakan tidak bermakna dan
tak berpahala. Oleh sebab itu, Allah SWT mewajibkan kita untuk melakukan
puasa wajib dengan tujuan, antara lain agar kita semua memiliki sense of
crisis terhadap kondisi sekitar.
Untuk kepentingan itulah, kiranya Khalifah Umar Bin
Khattab saat menjadi pimpinan pemerintahan saat itu, sudi meluangkan sebagian
waktunya ke desa-desa miskin untuk mengetahui kondisi kaum papa dan janda
miskin, untuk kemudian dicarikan solusinya.
Walaupun keadaan ekonomi kita kini sudah jauh membaik, dan
tak ada kelaparan massal dan kekurangan pangan yang tak tertangani atau
berkepanjangan seperti zaman dahulu, secara moral ajaran dan etika
pemerintahan itu cocok dialamatkan kepada orang-orang yang berpunya, pemilik
modal, dan para muzakki (orang-orang yang wajib berzakat), para pemimpin yang
memiliki akses program pemerintah.
Begitu pentingnya menunaikan zakat fitrah para ulama
sering menfatwakan bahwa puasa kita hanyalah kegiatan mengosongkan perut dan
berlapar dahaga sehari penuh saja jika tidak disertai kepedulian sosial.
Itulah hakikat puasa sesungguhnya, dekat dengan Sang Pencipta dengan jalan
membuat Ramadan ada, sekaligus mewajibkan kita peduli kepada sesama yang
membutuhkannya. Semoga puasa kita diterima oleh Allah SWT. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar