UKP
Pancasila dan Pembumian Pancasila
Agus Riewanto ; Pengajar Mata Kuliah Pancasila di Fakultas
Hukum
Universitas Sebelas
Maret Surakarta
|
KORAN
SINDO, 19 Juni 2017
Belum lama ini Presiden Jokowi melantik Yudi Latief
sebagai ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).
Presiden juga melantik sembilan tokoh untuk menjadi dewan
pengarah UKP-PIP. Kesembilan tokoh tersebut adalah Presiden RI ke-5 Megawati
Soekarnoputri, mantan Wapres Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Ketua MUI KH
Maruf Amin, mantan Ketua MK Mahfud MD, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof
Dr Syafii Maarif, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj, Prof Dr Andreas
Anangguru Yewangoe, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, dan Sudhamek. Mereka
dilantik berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia
Nomor 31M/2017.
Ekspektasi UKP-PIP
Sungguh besar ekspektasi publik pada kinerja UKP-PIP ini
mengingat eksistensi ideologi Pancasila akhir-akhir mengalami krisis hanya
menjadi jargon politik tanpa roh. Itulah sebabnya ideologi Pancasila kini
berada di persimpangan jalan karena memperoleh perlawanan sengit dari
ideologi alternatif lainnya yang bersumber dari nilai-nilai Barat dan Timur
Tengah yang berpotensi menihilkan nilai khazanah lokalitas Pancasila yang
telah berakar sejak sebelum Indonesia merdeka.
Jika dibiarkan tentu akan membahayakan bangunan bangsa dan
negara menuju jurang pertikaian antar ideologi yang tak berkesudahan. Saatnya
kini Pancasila direjuvinasi dalam cara dan ragam yang berbeda dengan di Era
Orde Baru. Publik berharap UKP-PIP ini tidak terlalu luas kewenangannya,
lebih pada fungsi koordinasi dan pengendalian serta pembenahan indoktrinasi
Pancasila di semua level masyarakat. Unit ini tidak perlu mengambil
kewenangan lembaga yang sudah ada, tapi membantu pelaksanaan program
Pancasila dan wawasan kebangsaan.
Kreativitas Membumikan Pancasila
Model pembumian, penguatan dan pemantapan ideologi
Pancasila yang akan didesain unit ini juga seharusnya bukanlah dalam bentuk
pelatihan indoktrinasi yang cenderung mematikan nalar dan daya pikir kritis
masyarakat, namun seharusnya mencari terobosan dan inovasi kreatif sesuai
dengan tantangan zaman yang akan dihadapi masyarakat. Model pelatihan dan
indoktrinasi Pancasila nonkritis ini pernah diterapkan di era Orde
barudengannamaPenataranPedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang
bertujuan menghayati dan mengamalkan Pancasila.
Namun, karena tafsir terhadap Pancasila yang tunggal dan
cenderung hanya untuk melegitimasi dan melanggengkan Orde Baru, akibatnya
gagal dan hanya menghasilkan puing sejarah kelam. Sejarah mencatat program
Penataran P4 ini telah dilaksanakan sejak 1978, berdasarkan Ketetapan MPR No
II/MPR/1978 tentang Eka Prasetya Pancakarsa/P4 dan Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara. Namun, Tap MPR ini dicabut pada 1998 melalui Tap MPR No
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR No II/MPR/ 1978.
Kegagalan P4 era Orde Baru ini seharusnya dijadikan
pelajaran bagi unit ini dalam menyusun program kerja, desain kurikulum,
model, dan peserta dalam program-program kreatif lainnya. Pada era kini
memerlukan kreativitas baru dalam penguatan roh Pancasila dengan melakukan
segmentasi berbagai simpul- simpul dalam masyarakat sesuai dengan profesi,
usia, faktor geografis dan tantangantantangan yang berbeda. Misalnya, segmen
siswa dan mahasiswa, pemuda, aparatur sipil negara, ibu rumah tangga, partai
politik, organisasi kemasyarakatan hingga seniman dan budayawan.
Karena berbeda segmen maka cara dan teknis internalisasi
roh Pancasila berbeda-beda. Karena penyeragaman cara indoktrinasi Pancasila
di Era Orde Baru telah nyata gagal dan berakhir dengan seremonial belaka.
Tentu saja cara Orde Baru ini harus ditinggalkan. Karena itu UKP-PIP ini
perlu bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan dalam membawa roh
Pancasila ini dalam tindakan, bukan dalam konsep dan teori belaka. Itulah
sebabnya Unit ini perlu memiliki target dalam setiap kegiatannya dengan
membawa Pancasila ini ke dalam semua lini profesi dan kegiatan formal dan
informal kenegaraan dan kemasyarakatan.
Belajar ke AS dan Jepang
Sejarah sosial dunia menunjukkan, bahwa tak ada bangsa
yang besar yang tak menanamkan ideologi bangsanya melalui etos dan spirit
jiwa rakyatnya. Lihatlah, bangsa Amerika Serikat (AS) begitu besar dan kuat
pengaruhnya di dunia, karena bangsa ini telah memiliki agenda
menginternalisasi nilai-nilai Amerika melalui ideologi “The American Dream”
(Mimpi Amerika) berupa kesadaran sebagai bangsa perantau yang harus meraih
mimpi tentang kebahagiaan (happines), kemakmuran (prosperity), kebebasan
(liberty), dan kebersamaan (togethernes ) telah nyata diinspirasikan dalam
semua bentuk kegiatan warga AS sejak anak-anak hingga dewasa.
Lihatlah pula bangsa Jepang yang mengindoktrinasi
nilainilai “Restorasi Meiji” sebagai ideologi bangsa melalui internalisasi
etos kerja keras, kemakmuran. Kecintaan pada Jepang telah mengantarkan negara
ini menjadi bangsa yang besar dan menguasai hampir semua kompetisi global,
mulai teknologi, ilmu pengetahuan hingga seni dan budaya yang dikagumi dunia.
UKP-PIP dapat belajar bagaimana Amerika Serikat dan Jepang dalam menanamkan
ideologi bangsanya yang berhasil mengikat semua komponen bangsanya untuk
bersepakat tanpa pernah menggugat dan menggantikannya dengan ideologi
lainnya.
Tak seperti bangsa Indonesia, duabangsainitakpernah
menghadapi pertikaian antar warganya untuk mempertaruhkan ideologinya.
Sebaliknya kedua bangsa ini berkonsentrasi untuk memba-ngun peradaban dunia
dan disibukkan oleh kompetisi meriah kemakmuran, ilmu pengetahuan, teknologi
dan tak melupakan spiritualitas (religusitas). Menumbuh etos dan spirit
Pancasila dalam setiap denyut nadi seluruh anak negeri ini adalah tantangan
yang harus dijawab oleh UKP-PIP ini.
Desain Membumikan Pancasila
Itulah sebabnya agar kehadiran UKP Pancasila ini tak
siasia seperti Orde Baru dalam membumikan Pancasila, maka perlu dirancang
dalam empat kegiatan teknis. Pertama, tataran pengkajian di kalangan
akademis, hal ini dimaksudkan untuk mengelaborasikan ideologi Pancasila dalam
konteks ideologi yang terbuka untuk dilawan tandingkan dengan ideologi
lainnya, seperti ideologi teologis, liberalisme, dan komunisme. Pengkajian
dan diskursus ini penting dilakukan oleh UKP Pancasila agar kian mampu
menunjukkan agar Pancasila tidak terjebak dalam tafsir tunggal negara.
Sebaliknya Pancasila akan menjadi topik diskusi dan wacana
menarik bagi kalangan muda produktif dan kelompokkelompok kritis yang anti
Pancasila dan hendak menggantikannya dengan ideologi alternatif lainnya.
Dalam hal ini UKP Pancasila perlu bekerja sama dengan perguruan tinggi dan
lembaga-lembaga penelitian yang independen. Ini adalah cara sosialisasi Pancasila
dalam bentuk kognitif yang sesuai dengan tuntutan zaman. Kedua, dalam bentuk
praksis berupa penyusunan kebijakan di pemerintahan dan negara.
Dalam hal ini UKP Pancasila perlu merancang bangun
implementasi Pancasila secara terukur dan terprediksi di dalam kebijakan
pemerintahan. Dalam hal ini UKP Pancasila perlu bekerja sama dengan semua
kementerian untuk dapat mengukur kebijakan pemerintah telah sesuai belum
dengan nilai-nilai Pancasila. UKP Pancasila dapat melakukan supervisi dan
memberi rekomendasi terhadap kebijakan pemerintah yang masih jauh dari
nilainilai Pancasila.
Ketiga, dalam bentuk implementasi nilai Pancasila di
setiap lembaga-lembaga negara dalam suprastruktur politik, seperti lembaga
tinggi negara, badanbadannegara, dankomisinegara, dan dalam infrastruktur
politik, yakni di lembaga partai politik, media massa, organisasi
kemasyarakatan, organisasi agama, organisasi kepemudaan, organisasi adat dan
organisasi nonpemerintah (LSM). UKP Pancasila perlu mendesain agar Pancasila
dapat direaktualisasikan dalam kegiatanpartaipo-litik, misalnya terkait
dengan sikap partai politik, pengaderan pemimpin hingga perilaku antikorupsi.
Keempat, dalam bentuk praksis di masyarakat, dalam hal ini
UKP Pancasila perlu bekerja keras agar nilai Pancasila dapat menjadi rujukan
praksis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat melalui aneka kegiatan yang
bersentuhan dengan tingkat kebutuhan masing-masing kelompok masyarakat. Dalam
hal ini UKP Pancasila dapat mengolah nilai-nilai Pancasila dalam sajian
kegiatan sineas, budaya, politik pluralisme hingga dalam bentuk kegiatan
kreatif yang bersentuhan dengan teknologi dan informasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar