Makna
Nuzul Alquran bagi Perempuan
Siti Musdah Mulia ; Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 13 Juni 2017
http://www.mediaindonesia.com/news/read/108746/muslim-bertanggung-jawab-memerangi-teror-1/2017-06-13
SETIAP malam 17 Ramadan umat Islam memperingati
Nuzul Alquran. Umat Islam meyakini Alquran pertama kali diwahyukan kepada
Rasulullah SAW. Pada malam itu. Tidak banyak yang tahu bahwa orang pertama
yang meyakini kebenaran Alquran turun kepada Rasul adalah seorang perempuan.
Itulah Khadijah alqubra, istri Nabi yang teramat dihormatinya. Setelah itu,
barulah menyusul para sahabat meyakini kebenaran Alquran.
Alquran, kitab suci umat Islam, diturunkan
dalam suatu lingkup masyarakat yang tidak hampa budaya. Karena itu, kitab
suci ini memiliki dimensi kemanusiaan, di samping dimensi keilahian. Diyakini
teks-teks Al-Qur`an sarat dengan muatan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur
dan ideal. Namun, ketika teks-teks itu bersentuhan dengan budaya manusia,
muncul distorsi akibat pengaruh budaya, baik disengaja maupun tidak.
Akibatnya, interpretasi manusia terhadap teks-teks tersebut sangat beragam
dan cenderung menyalahi nilai-nilai Qurani yang ideal dan luhur.
Perempuan adalah kelompok paling
diuntungkan dengan turunnya Alquran. Mengapa? Di bawah tuntunan Alquran,
Muhammad, Rasulullah SAW. melakukan perubahan radikal terhadap posisi dan
status perempuan dalam masyarakat Arab jahiliyah. Rasul mengajarkan keharusan
merayakan kelahiran bayi perempuan di tengah tradisi Arab yang memandang aib
kelahiran bayi perempuan.
Rasul menetapkan hak waris bagi perempuan
di saat masyarakat memposisikan mereka hanya sebagai objek atau bagian dari
komoditas yang diwariskan. Rasul menetapkan kepemilikan mahar sebagai hak
penuh perempuan dalam perkawinan pada saat masyarakat memandangnya sebagai
hak monopoli orangtua atau wali.
Rasul melakukan koreksi total terhadap
praktik poligami yang biadab dan sudah mentradisi dengan mencontohkan
perkawinan monogami bersama Khadijah, istri tercinta. Bahkan, sebagai ayah,
Rasul melarang putrinya, Fatimah dipoligami. Rasul mengangkat Ummu Waraqah
menjadi imam salat, pada saat masyarakat hanya mengenal laki-laki sebagai
pemuka agama.
Rasul mempromosikan posisi ibu yang sangat
tinggi, bahkan derajatnya lebih tinggi tiga kali dari ayah pada saat
masyarakat memandang ibu tak ubahnya mesin produksi. Rasul menempatkan istri
sebagai mitra sejajar suami di saat masyarakat memandangnya sebagai pelayan
dan objek seksual belaka. Alquran menuntun Rasul mengubah posisi dan status
perempuan secara revolusioner. Mengubah posisi dan status perempuan dari
objek yang dihinakan dan dilecehkan menjadi subjek yang dihormati dan
diindahkan. Mengubah posisi perempuan yang subordinat, marginal, dan inferior
menjadi setara dan sederajat dengan laki-laki.
Rasul memproklamasikan keutuhan kemanusiaan
perempuan setara dengan laki-laki. Keduanya sama-sama makhluk, sama-sama
manusia, sama-sama berpotensi menjadi khalifah fi al-ardh (pengelola
kehidupan di bumi), dan juga sama-sama berpotensi menjadi fasad fi al-ardh
(perusak di muka bumi). Nilai kemanusiaan laki-laki dan perempuan sama, tidak
ada perbedaan sedikit pun. Tidak ada yang membedakan di antara manusia
kecuali prestasi takwanya (QS Al-Hujurat: 13) dan soal takwa, cuma Allah
semata berhak menilai, bukan manusia. Kewajiban manusia hanyalah
ber-fastabiqul khairat (berkompetisi melakukan yang terbaik) demi
mengharapkan rida Allah SWT.
Dalam momentum memperingati Nuzul Alquran
tahun ini, perempuan Islam hendaknya melakukan introspeksi diri: Apakah
nilai-nilai Qurani yang begitu ideal dan luhur telah dihayati dan diamalkan
secara optimal dan sungguh-sungguh dalam kehidupan nyata sehari-hari? Apakah
ajaran Alquran soal relasi gender sudah diimplementasikan dengan baik dalam
masyarakat? Perempuan harus bangkit dan berani mengubah semua nilai-nilai
budaya dan interpretasi agama yang tidak sesuai dengan prinsip dasar Alquran
yang begitu memanusiakan perempuan.
Seiring dengan itu, melalui puasa Ramadan,
perempuan pun secara internal harus mampu mengubah semua dimensi buruk dan
tercela dalam diri masing-masing, untuk selanjutnya berkompetisi menuju
kualitas muttaqin. Semoga setelah ini tingkat kualitas takwa kita menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Amin! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar