Rabu, 24 September 2014

Solusi Berada di Tangan Rakyat

Solusi Berada di Tangan Rakyat

Sri Suwartiningsih ;   Ketua Prodi  Hubungan Internasional Fiskom
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga
SUARA MERDEKA, 22 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

“Kita tak bisa menutup mata bahwa transaksi damai antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif sudah lama jadi tontonan”

RAKYAT saat ini menunggu keputusan berkait pengesahan RUU tentang Pilkada lewat sidang paripurna DPR pada 25 September 2014. Rancangan regulasi itu merupakan revisi atas UU Nomor 32 Tahun 2004 jo UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemda. Sebelumnya, sejumlah pakar dan akademisi telah menghadirkan diskusi publik melalui artikel pada harian ini (SM, 10, 11, 12, 15, dan 16/9/14).

Pilkada langsung dengan hasil yang baik dapat dilaksanakan bila masyarakat benar-benar siap menjadi pemilih yang cerdas dan profesional, bukan pemilih yang materialistis, dalam arti hanya berpikir untuk jangka pendek dan pragmatis. Pemilih yang materialistis dicirikan oleh adanya transaksi uang, barang, atau jabatan.

Bila itu yang terjadi, gubernur atau bupati/wali kota yang mereka pilih cenderung berusaha mengembalikan modal yang dikeluarkan semasa berkampanye. Persoalannya, cara yang mereka pilih untuk mengembalikan modal adalah cara yang tidak benar, yakni korupsi dan derivatnya. Indikasi itu terlihat dari banyaknya kepala daerah terjerat kasus hukum.

Pemilih profesional akan menjatuhkan pilihan secara cerdas, dan yakin pilihannya itu memenuhi kualifikasi. Mereka memahami tugas dan fungsi kepala daerah sehingga hanya memilih figur yang diyakini bisa mengemban tugas dan fungsi itu. Ikutannya, untuk bisa mendapat sebanyak-banyaknya suara, calon kepala daerah tak perlu menyiapkan uang berlimpah tapi cukup argumentasi, sikap, dan perilaku yang dapat menjawab harapan pemilih.

Sebaliknya, pilkada tak langsung atau lewat demokrasi musyawarah mufakat sesuai dengan sila ke-4 Pancasila pun bisa dilaksanakan dengan hasil baik bila anggota DPRD  benar-benar merepresentasikan rakyat. Bagaimana ciri sebenar-benarnya representasi rakyat? Jawabnya, caleg itu diusung oleh rakyat, baik secara independen maupun dari parpol. Realitasnya, saat ini kita menjumpai banyak caleg instan.

Karena itu, perlu sistem perekrutan untuk bisa menjaring kader berintegritas. Rakyat pun harus cerdas memilih mengingat para legislator nantinya mengemban fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Jadi, secara kognitif mereka harus paham tentang hak dan kewajiban, secara afektif memiliki sikap kepemimpinan dan kepelayanan kepada masyarakat, dan secara psikomotrik berperilaku jujur, tegas, disiplin, dan bertanggung jawab.

Memang benar, pilkada tak langsung atau lewat keterwakilan bisa menghemat biaya, namun hal itu pun mensyaratkan jangan memindahkan praktik politik uang ke gedung DPRD. Sangat rawan, andai anggota DPRD yang mewakili rakyat memilih kepala daerah adalah wakil rakyat karbitan atau instan. Bila itu yang terjadi, bukan mustahil transaksi berpindah ke rumah besar para wakil rakyat yang terhormat.

Kembali Dibohongi

Kita tak dapat menutup mata bahwa transaksi secara damai antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif sudah lama menjadi tontonan. Beberapa kasus tidak terselesaikan karena tiga lembaga yang seharusnya menegakkan kebenaran malah menebarkan pembenaran berkait hal yang sebenarnya salah. Rakyat akhirnya hanya bisa menunggu penghakiman dari Sang Maha Pencipta.

Kekhawatiran dari pihak yang propilkada langsung sejatinya adalah andai DPRD yang transaksional itu kembali diberi hak memilih, dan itu berarti rakyat untuk kali kedua dibohongi. Vox populi, vox Dei; suara rakyat adalah suara Tuhan. Adagium itu bukan hanya hiasan bibir mengingat negara demokrasi adalah negara yang meletakkan dasar kedaulatannya di tangan rakyat.

Rakyat seperti apa yang diharapkan supaya diskursus berkait pilkada langsung atau tidak langsung bisa diselesaikan dengan baik?Jawabnya adalah rakyat yang bisa menjadi pemilih cerdas dan bersih, serta mengawalinya dengan memilih wakil mereka di lembaga legislatif. Sosok yang dipilih oleh rakyat yang cerdas dan bersih pasti anggota DPRD yang lebih bersih dan lebih cerdas. Realitasnya, anggota DPRD hasil Pileg 2014 adalah produk sistem pemilu proporsional dengan suara terbanyak.

Secara ideal, pilihan dari DPRD yang lebih bersih dan lebih cerdas pasti para gubernur atau bupati/wali kota yang bersih dan bertanggung jawab. Sebaliknya, bila pilihan langsung menjadi sebuah keniscayaan maka rakyat harus bersih dan cerdas lebih dulu sehingga akan melahirkan pemimpin yang lebih bersih, cerdas, dan bertanggung jawab.

Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat akan terwujud guna lebih menyejahterakan rakyat jika rakyat pun memiliki nilai, norma sekaligus keteladanan sebagai aktor politik serta negarawan yang bersih, cerdas, dan bertanggung jawab.

Bertanggung jawab kepada Sang Pencipta dan bertanggung jawab kepada sesama. Wahai rakyat bersihkan hati, cerdaskan pikiran, dan kembangkan tanggung jawabmu untuk negeri dan bangsamu dengan jujur dan tulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar