Soal
Pilihan
Trias Kuncahyono ;
Wartawan
Senior Kompas; Kolumnis “Kredensial” Kompas
|
KOMPAS,
14 September 2014
Apa
beda sepak bola dan politik? William ”Bill” Shankly (2 September 1913-29
September 1981), pemain sepak bola Skotlandia yang kemudian menjadi Manajer
Liverpool, suatu hari pernah mengatakan demikian: sepak bola bukan soal hidup
dan mati, melainkan lebih dari semua itu. Sementara politik adalah soal hidup
dan mati.
Kalau
pertanyaan itu diajukan kepada Cicero, yang nama lengkapnya Marcus Tullius
Cicero (106-43 SM), jawabannya akan lain, terutama soal politik. Tokoh yang
dikenal sebagai filsuf, politisi, ahli hukum, orator, ilmuwan politik, dan
konsul Romawi ini pernah mengatakan, politik adalah makhluk hidup. Bahkan
dapat dikatakan makhluk paling hidup yang ada, dengan beribu-ribu otak, kaki,
tangan, mata, pikiran, dan keinginan. Dengan semua itu, ia akan menggeliat,
berputar, dan berlari ke arah yang tak pernah dikira orang. Terkadang
semata-mata demi memuaskan diri sendiri untuk membuktikan bahwa orang-orang
yang sok tahu tentang dirinya itu keliru.
”Politik
mengalahkan rintangan apa pun yang pernah kuhadapi,” kata Cicero suatu
ketika. Pernyataan itu tentu lebih memberikan gambaran atau lebih menegaskan
betapa dahsyat politik, yang tidak jarang menghalalkan segala cara demi
tercapainya tujuan. Begitu yang kita kenal selama ini.
Politik
ini pulalah, menurut profesor politik dari Universitas Cambridge, London, David
Runciman, yang membedakan kondisi Denmark dan Suriah pada saat ini—dan
mungkin juga dengan Indonesia. Mengapa demikian? Karena politik menyebabkan
adanya perbedaan antara satu negara dan negara lain.
Misalnya,
karena politik, kehidupan di Suriah saat ini dipenuhi ketakutan, kekejaman,
tidak menentu, dibelit kemiskinan. Protes rakyat menuntut ketidakadilan,
menuntut perlunya demokrasi, berubah menjadi perang saudara dan kemudian
menjadi perang sektarian. Demikian banyak orang tewas, demikian banyak pula orang
menderita. Rumah-rumah rusak. Jalan-jalan hancur. Perekonomian morat-marit.
Saling percaya di antara rakyat hilang.
Kondisi
di Suriah itu berbeda dengan apa yang ada di Denmark. Runciman mengatakan,
hidup di Denmark bagaikan di surga: kehidupan nyaman, makmur, beradab,
perlindungan bagi warga optimal, dan serba yang enak lainnya. Perbedaan
antara Suriah dan Denmark bagaikan bumi dan langit. Tentu beda Suriah, beda
Denmark, dan juga beda Indonesia.
Semua
perbedaan itu lahir karena politik. Politik bisa membuat lembaran kertas
putih berubah menjadi tetap putih cemerlang, juga bisa menjadi hitam legam,
atau abu-abu. Meskipun politik adalah tentang pilihan kolektif yang mengikat
kelompok-kelompok orang untuk hidup secara khusus. Politik, menurut Runciman,
juga tentang ikatan kolektif yang membuat orang menjatuhkan pilihan riil
bagaimana mereka hidup. Tanpa pilihan riil, tidak ada politik.
Politik
bisa membuat seseorang tampil dewasa, menjadi sosok yang bijak, dan
mengorbankan hidupnya untuk kesejahteraan bersama. Namun, pada saat yang
bersamaan, politik juga membuat atau melemparkan orang, seperti istilah
Herbert Marcuse, menjadi ”manusia satu dimensi”, berideologi sempit,
berkacamata kuda, dan hanya mengutamakan kepentingannya sendiri.
Jadi,
politik adalah soal pilihan! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar