Siapa
Kawan, Siapa Lawan
Ismatillah A Nu’ad ;
Peneliti
Pusat Studi Islam dan Kenegaraan
Universitas
Paramadina
|
SINAR
HARAPAN, 20 September 2014
Jika ada partai politik (parpol)
pascapemilihan presiden (pilpres) yang tengah menjadi perbincangan saat ini,
itulah Partai Golongan Karya (Golkar). Parpol pemenang kedua dalam Pileg 2014
itu saat ini tengah bingung memikirkan masa depannya. Ini ditambah konflik
internal, beberapa kadernya sudah tidak apresiatif dengan kepemimpinan
Aburizal Bakrie.
Apakah Partai Golkar akan konsisten ikut
barisan Koalisi Merah Putih untuk menjadi oposan? Partai Golkar memiliki
peluang besar menjadi partai oposisi, mengingat kursinya di DPR cukup banyak
mengimbangi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tinggal bagaimana
kemudian para elite partai ini konsisten bergabung dalam Koalasi Merah Putih.
Tradisi oposisi sangat penting sebagai
perimbangan agar pemerintahan nantinya tidak berjalan sepihak. Selain itu,
salah satu rumusan demokrasi, mesti ada kekuatan oposisi yang berfungsi
mengkritik, mengontrol, mengoreksi, sekaligus menyeimbangi kekuatan bagi status quo.
Kekosongan kekuatan oposisi dipercaya
sebagai salah satu jalan bagi munculnya pemerintahan otoritarian, yakni
pemerintahan yang bekerja atas kemauannya sendiri, tanpa bisa dikoreksi,
meskipun keliru. Sistem politik demokrasi yang tunaoposisi justru menjadi
ancaman bagi demokrasi itu.
Kemenangan PDIP pada pileg di satu sisi
memperkuat posisi pemerintahan mendatang. Karena itulah, banyak pemimpin
parpol yang berusaha merapat ke pasangan Jokowi Widodo-Jusuf Kalla
(Jokowi-JK). Di sisi lain, harus ada pemimpin parpol yang berdemarkasi dari
kekuasaan status quo. Ini penting
sebagai langkah ke depan untuk mengawal agar demokratisasi tetap terjaga.
Demarkasi politik atau penjagaan jarak
dengan kekuasaan status quo
menyimbolkan oposisi yang nanti bertugas mengawal aspirasi rakyat
sesungguhnya. Ini bukan oposisi dalam arti hanya untuk mendapat power sharing.
Jika kekuatan oposisi terbentuk, secara
otomatis mengharuskan terjadinya “pembagian” wewenang kuasa. Dalam arti,
kebijakan politik tidak sepenuhnya diambil oleh presiden beserta gerbong
politiknya, melainkan terjadi pencairan kebijakan karena ada pembagian ide
serta gagasan yang nanti dimainkan kekuatan oposan.
Oposisi yang berbasis nilai-nilai demokrasi
tidak sama sekali diarahkan merusak keadaan, melainkan justru bervisi
memperbaiki dan menyempurnakan tatanan. Jadi, ini mendatangkan manfaat
sebesar-besarnya bagi rakyat. Karena itu, oposisi mesti tetap menjaga sistem
supaya bisa terus berlangsung.
Menurut Ignas Kleden, oposisi harus menjadi
semacam advocatus diaboli atau devil’s advocate yang memainkan peranan
sebagai setan yang menyelamatkan kita, justru dengan mengganggu kita
terus-menerus. Dalam peran itu, oposisi berkewajiban mengemukakan titik-titik
kelemahan dari suatu kebijakan. Jadi apabila kebijakan itu diterapkan, segala
hal yang dapat mengakibatkan efek samping yang merugikan rakyat sudah lebih
dulu ditekan seminimal mungkin sehingga kebijakan membawa berkah, bukan
petaka (Kleden, 2001:5).
Tidak seharusnya kekuatan oposisi
bertubrukan, apalagi membuat suatu kesenjangan (gap) yang tajam antara satu dengan lainnya, seperti dialami di
negara-negara yang baru mengawali demokratisasi. Hal itu sesungguhnya sangat
kekanak-kanakan. Oposisi seharusnya menjadi sebuah kekuatan sinergis yang
dapat membawa kebijakan ke arah yang lebih baik dan integral. Kekuasaan
politik memang tidak boleh absolut, melainkan harus patuh ke aturan main dan
demokrasi.
Oposisi yang diharapkan ke depan adalah
yang terlembaga ke institusi politik. Di sinilah kemudian letak kans besar
dari Partai Golkar. Sebagai institusi politik, Golkar berhak menjadi kekuatan
oposisi karena memiliki fungsi-fungsi politik, seperti rekrutmen politik.
Dalam membangun pemerintahan yang kuat ke
depan dan menjaga agar agenda perubahan dapat terlaksana baik, dibutuhkan sparring partner dalam dunia politik
sebagai kekuatan penyeimbang (balance
of power). Kekuatan penyeimbang yang diharapkan tentunya yang benar-benar
berperan sebagai kekuatan pengontrol yang efektif demi tujuan politik
kemaslahatan bersama (politics of the
commonhood).
Selama ini, kekuatan oposisi yang
terlembaga nyaris tidak dimiliki, baik di kekuatan-kekuatan politik maupun
kelompok-kelompok politik yang ada. Peran oposisi malah lebih banyak
dipraktikkan gerakan mahasiswa dan lembaga swadaya mahasiswa (LSM) dalam
mengontrol kebijakan pemerintah di sektor publik.
Tentunya dengan kelemahan yang dimiliki,
kekuatan oposisi yang dilakoninya tidak mampu membuat pemerintahan berjalan
efektif dan efesien. Ini karena ketiadaan kekuatan pemaksa yang dimiliki,
namun hanya sebagai kekuatan penekan.
Dipandang dari etika kebebasan, oposisi
dapat dikatakan kegiatan parlementarian yang paling terhormat (J Stuart Mill,
1987). Dalam tangga demokrasi, ia mampu menempati ukuran tertinggi sebab
mampu mencegah ancaman status quo.
Paham yang menyatakan the winner takes all
dapat dikurangi atau dihambat dengan falibilism dalam etika berdemokrasi.
Prinsip ini menyatakan, perwakilan politik tidak selalu menjamin identik
dengan penyerahan kedaulatan rakyat. Padahal kita tahu, perwakilan rakyat itu
temporer sifatnya, sedangkan kedaulatan permanen.
Untuk itu, oposisi harus menjadi permanen
dalam kehidupan demokrasi. Selama ini belum ada pelembagaan oposisi sebagai
bagian dari unsur demokrasi secara nyata, yang ada hanya tataran teoretis.
Padahal kita tahu, dengan menjalankan demokrasi, konsekuensinya harus ada
oposisi sebagai pengawas yang independen.
Politik oposisi adalah nilai yang melekat
di demokrasi. Jika demokrasi dimengerti sebagai transaksi politik yang
sekuler, konsekuensinya setiap hasil transaksi terbuka untuk dipersoalkan
ulang.
Oposisi dimaksudkan menjamin keterbukaan
demokrasi dan memastikan monopoli kebenaran atas dasar apa pun tidak boleh
terjadi. Jadi, terbukti bahwa politik berfungsi menjaga netralitas ruang
publik. Metodenya dapat dilakukan melalui penyediaan alternatif pandangan dan
pemikiran guna diuji secara rasional, berdasarkan argumen yang bisa diterima
semua kepentingan politik yang ada. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar