Senin, 22 September 2014

Investasi SDM

Investasi SDM

Amalia Sustikarini  ;   Mahasiswa Program Doktor University of Canterbury,
Selandia Baru; Dosen UI
KORAN JAKARTA, 20 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Dunia pendidikan Indonesia belakangan diramaikan dengan berita seputar pengelolaan beasiswa Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti). Banyak penerima beasiswa mengeluhkan kelambanan pencairan dana untuk membayar uang kuliah (tuition fee) ataupun biaya hidup (living allowance). Beasiswa ini merupakan salah satu skema pembiayaan pendidikan pascasarjana yang cukup banyak direspons para dosen.
                               
Masalah administrasi yang terbuka ke publik tersebut menyiratkan masih banyak yang harus dibenahi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya Ditjen Dikti. Ini tentu sebuah ironi karena beasiswa untuk menunjang karier akademis para dosen yang berperan besar dalam meningkatkan sumber daya manusia.

Tulisan ini tidak secara spesifik membahas karut-marut masalah beasiswa dikti, tapi lebih luas tentang peran strategis bantuan pendidikan dalam level nasional, internasional, dan cara Indonesia bersikap.

Sektor pendidikan merupakan bentuk soft power (SP) terpenting suatu negara. Joseph Nye (1990) mendefiniskan sebagai kekuatan negara “the ability to get what you want through attraction rather than through coercion or payments.” Titik berat SP pada kemampuan negara mendapat sesuatu tanpa mengandalkan ancaman.

Berbeda dengan hard power yang berbentuk kapasitas ekonomi dan kekuatan militer, SP bersumber dari budaya, nilai-nilai, dan kebijakan suatu negara. Beberapa negara menginstitusionalisasikan SP lewat lembaga khusus guna mengembangkan dan mempromosikan budaya serta pendidikan. Di Inggris, misalnya, program tersebut ditangani The British Council. Sementara di Prancis ada The Alliance Française atau Japan Foundation di Negeri Sakura.

Salah satu komponen dalam pelembagaan SP ini adalah education aid, berupa pemberian beasiswa bagi para pelajar asing, khususnya untuk tingkat pascasarjana (S2 atau S3) yang dikelola lembaga-lembaga, seperti USAID (Amerika Serikat), DFID (Inggris), DAAD (Jerman) Ausaid (Australia), NZAID (Selandia Baru), NUFFIC (Belanda), dan CIDA (Kanada).

Lembaga

Lembaga tersebut ada yang ditangani Kementerian Luar Negeri (Ausaid) atau Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (NZAID). Sementara CIDA berada di bawah Departemen Luar Negeri, Perdagangan, dan Pembangunan. Sektor pendidikan juga menyumbang pemasukan penting negara-negara tesebut.

Tahun 2012 memperlihatkan sektor pendidikan internasional Australia berada di tempat teratas penerimaaan ekspor sektor jasa. Di Selandia Baru sektor ini berada di peringkat kelima penerimaan negara, dengan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Lalu, bagaimana posisi Indonesia? Negeri ini sebenarnya juga merupakan salah satu negara tujuan para mahasiswa asing, khususnya untuk bidang-bidang kedokteran, bahasa, dan budaya. Mereka datang lewat beasiswa pemerintah Indonesia dan biaya pribadi. Tahun 2014, Kemdikbud menyediakan 650 beasiswa darmasiswa untuk mahasiswa asing dari 70 negara.

Menurut Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Dirjen Dikti, setidaknya tercatat ada 8.000 mahasiswa asing belajar di Indonesia. Jumlah ini masih jauh dibanding mahasiswa Indonesia di luar negeri yang bisa mencapai sepuluh kali lipat. Tapi, dengan akselerasi skema kerja sama regional seperti ASEAN Economic Community, serta target beberapa universitas Indonesia untuk menjadi “World Class University,” maka jumlah mahasiswa asing terus meningkat.

Sementara itu, pembiayaan mahasiswa Indonesia ke luar negeri dilakukan beberapa instansi, seperti kemdikbud, Kemenag, Kemkominfo, Kemenkeu, dan perusahaan-perusahaan.

Tidak tepat membandingkan pengelolaan bantuan Indonesia dengan negara negara maju di level pendidikan tinggi. Sebab untuk jenjang pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah pun, Ibu Pertiwi masih tertinggal jauh. Namun, pendidikan tinggi harus menjadi perhatian lebih besar lagi ke depan.

Diplomasi Indonesia yang semakin menguat di tatanan internasional lewat ASEAN Community, G20, atau Bali Democracy Forum perlu diperkuat dengan SP pendidikan dan budaya ini. Apalagi, negara-negara Asia Tenggara lain, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina cukup agresif mempromosikan pendidikan guna menarik mahasiswa mancanegara.

Struktur lembaga education aid di negara-negara maju, kebanyakan berada di bawah Kementerian Luar Negeri, Perdagangan, serta Pembangunan. Ini menyiratkan bantuan pendidikan merupakan bagian dari skema Overseas Development Aid (ODA) penting serta tidak terlepas dari unsur perdagangan. Pendidikan internasional dipandang penting bukan hanya untuk menyumbang pendapatan negara, tetapi juga menjadikan para alumni sebagai “ambassador”.

Alokasi education aid harus mempertimbangkan fokus kerja sama bilateral dua negara dan menjadi sarana cultivating leader. Akhirnya, akan mendukung kepentingan negara pemberi beasiswa. Belum lagi perputaran uang dari para international student untuk keperluan perumahan, sehari-hari, serta pariwisata.

Maka “aid” sesungguhnya proses pertukaran keuntungan. Idealnya terjadi secara mutual antara negara pemberi dan penerima educational aid. Di sinilah sebenarnya fungsi strategis pemberian beasiswa pemerintah Indonesia untuk warga sendiri. Indonesia akan mendapat profesional dari institusi pendidikan kelas dunia dalam berbagai bidang.

Kasus beasiswa dikti ini dapat dijadikan pelajaran pengelolaan education aid yang lebih baik lagi. Langkah Kementerian Keuangan lewat Lembaga Pengelola Dana Pendidikan merupakan terobosan penting. Pengelolaan beasiswa relatif lebih baik dengan jangkauan luas. Ke depan, perlu dipertimbangkan pendirian lembaga education aid yang dikelola secara profesional seperti negara-negara maju. Fasilitasi seleksi dan beasiswa mahasiswa asing dan Indonesia yang ingin melanjutkan studi di luar negeri.

Lembaga ini dapat juga mengelola dana CSR perusahaan atau yayasan. Sudah waktunya Indonesia membenahi sektor pendidikan tinggi dengan perlakuan profesional demi salah satu investasi penting sumber daya manusia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar