Sabtu, 06 September 2014

Penyikapan atas Sebuah Takdir

Penyikapan atas Sebuah Takdir

Ibnu Djarir  ;   Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah
SUARA MERDEKA, 05 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

"Berpegang pada enam rukun iman, kita bisa tetap tawakal menerima takdir yang baik atau yang buruk"

BERKAIT gugatan pihak Prabowo-Hatta mengenai hasil Pilpres 2014 melalui PTUN, MA, dan Mabes Polri, belakangan kita membaca berita bahwa PTUN menolak gugatan, dan berarti masyarakat tinggal menunggu keputusan MA dan Mabes Polri. Mengamati gejolak masyarakat menjelang pilpres, dua capres-cawapres itu mempunyai massa pendukung kuat mengingat perbedaan perolehan suara mereka tidak begitu jauh berbeda. Setelah pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober mendatang, kelompok yang menang tentu merasa gembira dan bangga.

Tapi pihak yang kalah tidak mudah melupakan kekecewaan. Dalam percakapan sehari-hari di masyarakat, kita sering mendengar sejumlah orang memuji-muji Prabowo dan sebagian lagi memuji-muji Jokowi. Karena itu, menjadi tugas presiden-wakil presiden yang baru, untuk mengadakan rekonsiliasi nasional bangsa kita. Dalam kalangan bangsa kita yang religius, banyak orang berpikir sederhana, yaitu manusia boleh berencana dan berupaya tapi keputusannya di tangan Tuhan. ”Man proposes, God disposes,”, kata orang Barat. Atau tugas manusia adalah, ”Do your best and God will do the rest.’’ Inti dari dua pepatah itu adalah manusia hendaknya berencana, berikhtiar, dan bekerja namun hasil akhir Tuhanlah yang menentukan.

Ini berlaku bagi semua kegiatan manusia, termasuk kegiatan politik. Kita tentu pernah mengamati kegiatan pilbup, pilgub, dan pilpres; semua calon merasa optimistis, mantap, dan yakin menang, dengan mengandalkan strategi, koalisi, mesin partai, dan kemampuan dana. Namun setelah pelaksanaan, ternyata yang menang adalah si Fulan.

Dengan berpikir sederhana kita bisa mengatakan, ’’karena si Fulanlah yang ditakdirkan Tuhan sebagai pemenang.” Dalam kaitan itu, kita perlu menguraikan hubungan antara takdir Tuhan dan nasib manusia, baik individu maupun kelompok masyarakat. Istilah takdir sudah dikenal oleh kebanyakan bangsa kita, karena takdir yang berasal dari Bahasa Arab sudah menjadi kosakata Bahasa Indonesia. Menurut pengertian kebanyakan orang, takdir adalah ketetapan Allah atas nasib manusia.

Sebenarnya itu pengertian yang sempit. Pengertian yang luas adalah ketetapan Allah atas keadaan atau nasib makhluk-Nya, yakni alam seisinya, meliputi nasib manusia, hewan, tetumbuhan, dan benda-benda alam lain. Jadi misal terjadinya tsunami, gunung meletus, sebatang pohon tumbang, seekor ayam mati tertabrak mobil, sebuah meteor jatuh, dan contoh lain yang tak terhitung jumlahnya, semuanya itu terjadi atas takdir Allah.

Beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk, termasuk bagian dari rukun iman menurut ajaran Islam. Untuk memahami pengertian takdir, kita perlu memahami pengertian qadar dan qadha. Qadar adalah ketentuan, batasan, ukuran, desain, atas segala sesuatu di alam ini yang ditetapkan Allah di Lauh Mahfuzh, sebelum penciptaan segala sesuatu. Siapa yang akan menjadi presiden RI 2014, nama itu sudah tercantum di Lauh Mahfuzh. Adapun qadha adalah keputusan atau eksekusi Allah atas segala sesuatu di alam ini, sesuai dengan hukum-hukumnya (sunnatulah) berdasarkan qadar sebelumnya.

Tetap Tawakal
Meski Allah berkuasa atas segala sesuatu, segala sesuatu itu terjadi berdasarkan sebab-akibat (hukum kausalitas), sesuai dengan hukum alam atau sunnatulah yang diciptakan oleh Allah. Contoh sunnatulah: air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah, logam dipanasi mengembang, bayi lahir dari perut ibu setelah dikandung kurang lebih 9 bulan 10 hari, pohon semangka berbuah semangka, dan lain-lain. Bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam yang pada pilpres lalu sebagian memilih Jokowi-JK dan sebagian lagi mencoblos Prabowo-Hatta.

Keterpilihan presiden-wakil presiden 2014 adalah atas takdir Tuhan, demikian juga saat nanti dilantik sebagai presiden dan wakil presiden definitif tanggal 20 Oktober 2014. Dengan takdir keterpilihannya kita perlu mencermati dari hukum kausalitas dan sunnatulah. Misalnya faktor-faktor apa yang menguntungkan pasangan pemenang itu, seperti popularitas figur, kecanggihan strategi, aktivitas mesin partai, efektivitas dana, soliditas koalisi, dan sebagainya.

Telaah mendalam atas faktor-faktor tersebut sangat bermanfaat bagi semua parpol untuk menghadapi Pemilu 2019. Dengan mencermati faktor-faktor itu maka kita mengetahui akibat dari keberadaan faktor-faktor tersebut yang menyebabkan kemenangan atau kekalahan. Dengan demikian, kalah atau menang bisa kita maklumi secara rasional.

Bagi umat Islam, dengan berpegang pada enam rukun iman, kita bisa tetap tawakal menerima takdir yang baik atau yang buruk. Contoh dalam kehidupan sehari-hari, seorang pedagang bisa beruntung dan bisa juga merugi; seorang mahasiswa bisa lulus ujian dan bisa juga gagal; seorang pasien bisa berhasil menjalani operasi dan bisa juga gagal, dan seterusnya. Islam mengajarkan, setelah kita mengambil keputusan bulat dan berusaha keras maka mengenai hasilnya kita wajib berserah diri kepada Tuhan. Wallahu aílam bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar