Penyikapan
atas Sebuah Takdir
Ibnu Djarir ; Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah
|
SUARA
MERDEKA, 05 September 2014
"Berpegang pada
enam rukun iman, kita bisa tetap tawakal menerima takdir yang baik atau yang
buruk"
BERKAIT
gugatan pihak Prabowo-Hatta mengenai hasil Pilpres 2014 melalui PTUN, MA, dan
Mabes Polri, belakangan kita membaca berita bahwa PTUN menolak gugatan, dan
berarti masyarakat tinggal menunggu keputusan MA dan Mabes Polri. Mengamati
gejolak masyarakat menjelang pilpres, dua capres-cawapres itu mempunyai massa
pendukung kuat mengingat perbedaan perolehan suara mereka tidak begitu jauh
berbeda. Setelah pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober
mendatang, kelompok yang menang tentu merasa gembira dan bangga.
Tapi
pihak yang kalah tidak mudah melupakan kekecewaan. Dalam percakapan
sehari-hari di masyarakat, kita sering mendengar sejumlah orang memuji-muji
Prabowo dan sebagian lagi memuji-muji Jokowi. Karena itu, menjadi tugas
presiden-wakil presiden yang baru, untuk mengadakan rekonsiliasi nasional
bangsa kita. Dalam kalangan bangsa kita yang religius, banyak orang berpikir
sederhana, yaitu manusia boleh berencana dan berupaya tapi keputusannya di
tangan Tuhan. ”Man proposes, God
disposes,”, kata orang Barat. Atau tugas manusia adalah, ”Do your best and God will do the rest.’’ Inti
dari dua pepatah itu adalah manusia hendaknya berencana, berikhtiar, dan
bekerja namun hasil akhir Tuhanlah yang menentukan.
Ini
berlaku bagi semua kegiatan manusia, termasuk kegiatan politik. Kita tentu
pernah mengamati kegiatan pilbup, pilgub, dan pilpres; semua calon merasa
optimistis, mantap, dan yakin menang, dengan mengandalkan strategi, koalisi,
mesin partai, dan kemampuan dana. Namun setelah pelaksanaan, ternyata yang
menang adalah si Fulan.
Dengan
berpikir sederhana kita bisa mengatakan, ’’karena
si Fulanlah yang ditakdirkan Tuhan sebagai pemenang.” Dalam kaitan itu,
kita perlu menguraikan hubungan antara takdir Tuhan dan nasib manusia, baik
individu maupun kelompok masyarakat. Istilah takdir sudah dikenal oleh
kebanyakan bangsa kita, karena takdir yang berasal dari Bahasa Arab sudah
menjadi kosakata Bahasa Indonesia. Menurut pengertian kebanyakan orang,
takdir adalah ketetapan Allah atas nasib manusia.
Sebenarnya
itu pengertian yang sempit. Pengertian yang luas adalah ketetapan Allah atas
keadaan atau nasib makhluk-Nya, yakni alam seisinya, meliputi nasib manusia,
hewan, tetumbuhan, dan benda-benda alam lain. Jadi misal terjadinya tsunami,
gunung meletus, sebatang pohon tumbang, seekor ayam mati tertabrak mobil,
sebuah meteor jatuh, dan contoh lain yang tak terhitung jumlahnya, semuanya
itu terjadi atas takdir Allah.
Beriman
kepada takdir yang baik maupun yang buruk, termasuk bagian dari rukun iman
menurut ajaran Islam. Untuk memahami pengertian takdir, kita perlu memahami
pengertian qadar dan qadha. Qadar adalah ketentuan,
batasan, ukuran, desain, atas segala sesuatu di alam ini yang ditetapkan
Allah di Lauh Mahfuzh, sebelum penciptaan segala sesuatu. Siapa yang akan
menjadi presiden RI 2014, nama itu sudah tercantum di Lauh Mahfuzh. Adapun
qadha adalah keputusan atau eksekusi Allah atas segala sesuatu di alam ini,
sesuai dengan hukum-hukumnya (sunnatulah) berdasarkan qadar sebelumnya.
Tetap Tawakal
Meski
Allah berkuasa atas segala sesuatu, segala sesuatu itu terjadi berdasarkan
sebab-akibat (hukum kausalitas), sesuai dengan hukum alam atau sunnatulah
yang diciptakan oleh Allah. Contoh sunnatulah: air selalu mengalir ke tempat
yang lebih rendah, logam dipanasi mengembang, bayi lahir dari perut ibu
setelah dikandung kurang lebih 9 bulan 10 hari, pohon semangka berbuah
semangka, dan lain-lain. Bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam yang pada
pilpres lalu sebagian memilih Jokowi-JK dan sebagian lagi mencoblos
Prabowo-Hatta.
Keterpilihan
presiden-wakil presiden 2014 adalah atas takdir Tuhan, demikian juga saat
nanti dilantik sebagai presiden dan wakil presiden definitif tanggal 20
Oktober 2014. Dengan takdir keterpilihannya kita perlu mencermati dari hukum
kausalitas dan sunnatulah. Misalnya faktor-faktor apa yang menguntungkan
pasangan pemenang itu, seperti popularitas figur, kecanggihan strategi,
aktivitas mesin partai, efektivitas dana, soliditas koalisi, dan sebagainya.
Telaah
mendalam atas faktor-faktor tersebut sangat bermanfaat bagi semua parpol
untuk menghadapi Pemilu 2019. Dengan mencermati faktor-faktor itu maka kita
mengetahui akibat dari keberadaan faktor-faktor tersebut yang menyebabkan kemenangan
atau kekalahan. Dengan demikian, kalah atau menang bisa kita maklumi secara
rasional.
Bagi
umat Islam, dengan berpegang pada enam rukun iman, kita bisa tetap tawakal
menerima takdir yang baik atau yang buruk. Contoh dalam kehidupan
sehari-hari, seorang pedagang bisa beruntung dan bisa juga merugi; seorang
mahasiswa bisa lulus ujian dan bisa juga gagal; seorang pasien bisa berhasil
menjalani operasi dan bisa juga gagal, dan seterusnya. Islam mengajarkan,
setelah kita mengambil keputusan bulat dan berusaha keras maka mengenai
hasilnya kita wajib berserah diri kepada Tuhan. Wallahu aílam bish shawab. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar