Sabtu, 06 September 2014

Bukan Target Anak Bisa

Bukan Target Anak Bisa

Muniroh Munawar  ;   Dosen PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas PGRI Semarang
SUARA MERDEKA, 05 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Tahun ajaran baru, baru saja dimulai, termasuk di Jateng. Para orang tua telah mendaftarkan anak mereka ke kelompok bermain (KB), taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Semua sekolah tentu saja senang ketika mendapatkan banyak murid baru.

Namun bagi guru TK, kegembiraan itu juga dibayang-bayangi kecemasan. Mereka khawatir andai orang tua murid menuntut supaya anak mereka setelah lulus TK harus bisa baca, tulis, dan hitung (calistung). Mereka berargumen kemampuan membaca, menulis, dan menghitung acap menjadi semacam prasyarat untuk bisa lulus seleksi masuk SD. Karena itu, TK yang menerapkan ’’kurikulum’’ calistung lebih mudah mencari pendaftar.

Padahal semua, termasuk guru tahu bahwa bisa menulis, membaca, dan berhitung bagi murid TK, bukan syarat mutlak bisa masuk SD. Kalangan pendidik pun tahu ’’mata pelajaran’’ calistung untuk TK adalah stimulasi dengan metode yang tak sesuai perkembangan anak. Berdasarkan Peraturan Mendiknas (kini Mendikbud) Nomor 58 tahun 2009, ada lima lingkup perkembangan anak, yaitu nilai agama moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan sosial emosi. Nilai-nilai itulah yang perlu distimulasi dalam rangka kesiapan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Banyak kemampuan yang bisa dikembangkan di PAUD sehingga jangan dikerdilkan hanya sebatas penguasaan calistung.

Anak-anak yang saat ini duduk di TK akan memasuki dunia kerja pada 20 tahun mendatang. Maka, guru harus mendidik atau mempersiapkan mereka dengan pengalaman yang sesuai dengan tuntutan dunia pada masa itu. Guru harus memahami siklus belajar anak yang selalu berulang dimulai dari membangun kesadaran, melakukan penjelajahan (eksplorasi), memperoleh penemuan, untuk selanjutnya anak dapat menggunakannya. Dengan kata lain, pendekatan pembelajaran yang diperlukan adalah anak aktif mencari tahu bukannya guru dominan memberi tahu.

Berangkat dari pemahaman yang tidak tepat itulah maka atas nama pendidikan sejak usia dini, anak-anak TK kadang dituntut bisa menguasai berbagai kemampuan, semisal calistung, membuat pekerjaan rumah (PR), berbahasa Inggris, dan sebagainya. Pengenalan calistung diperbolehkan asalkan dilakukan melalui pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung sebagai pembelajaran sendiri kepada anak. guru hendaknya menciptakan lingkungan yang kaya dengan ”keaksaraan” yang bisa lebih memacu kesiapan anak untuk memulai kegiatan calistung. Sebatas Pengenalan Kasubdit Program dan Evaluasi Direktorat Pembinaan PAUD Kemdikbud Dr Sukiman MPd menegaskan, kemampuan calistung bukan jadi beban kurikulum PAUD melainkan beban kelas awal SD/MI. ’’Pembelajaran’’ calistung di PAUD pun sebatas pengenalan, yang disesuaikan dengan kesiapan masing-masing anak.

Bahkan ada syarat ikutannya, yakni harus dilakukan secara benar (fungsional), misalnya huruf pertama yang ingin kita perkenalkan adalah huruf dari nama si anak tersebut. Bagi murid PAUD belajar alfabet dimulai dari huruf Adapat menjadi ’’tidak mempunyai arti, terkecuali dia bernama Ade, Ali, atau A d a m (huruf depan A). Adapun untuk murid PAUD bernama Zaenal, bisa kita ajak belajar alfabet dimulai dengan huruf Z. Itulah pemaknaan secara benar pengertian fungsional. PAUD tidak boleh dikerdilkan pada pembelajaran yang bersifat akademik/skolastik. Dengan kata lain, penguasaan calistung di TK hanya bagian dari stimulasi bukan target ’’anak bisa’’. Perlu menyamakan persepsi secara tepat antara guru dan orang tua mengenai stimulasi perkembangant. Di kelas yang kaya dengan keaksaraan; pengalaman bahasa, membaca, dan menulis bukan kegiatan yang terpisah. Membaca dan menulis harus jadi bagian kehidupan sehari-hari bila kita ingin mengembangkan kemampuan dan keaksaraan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar