Kamis, 11 September 2014

Pemerintah Berperan Penting Mencegah Bunuh Diri

Pemerintah Berperan Penting Mencegah Bunuh Diri

Poonam Khetrapal Singh  ;   Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara
MEDIA INDONESIA, 10 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

DI duniai ini setiap 40 detik, seseorang mengakhiri hidupnya sendiri. Bagi keluarga, kawan, dan lingkung an sekitar, dampaknya begitu besar dan mendalam. Berdasarkan laporan global terkini yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2012 saja 800 ribu orang meninggal karena bunuh diri. Estimasi tingkat bunuh diri di 11 negara anggota WHO di kawasan Asia Tenggara lebih tinggi daripada kawasan lain. Karena bunuh diri adalah isu sensitif, bahkan di beberapa negara juga berdampak hukum, kerap kejadiannya tak dilaporkan.

Berdasarkan data yang terkumpul, angka bunuh diri lebih tinggi di negara berpenghasilan tinggi daripada di negara berpenghasilan rendah dan menengah (12,7 berbanding 11,2 per 100 ribu penduduk). Hanya saja, karena jumlah gabungan penduduk negara-negara berpenghasilan tinggi lebih sedikit daripada jumlah gabungan penduduk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (low and middle income countries/LMICs), jumlah kasus bunuh diri di LMICs mencapai 75,5% dari jumlah bunuh diri di seluruh dunia.

Dari jumlah tersebut, 39% di antaranya terjadi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, yang jumlah total penduduknya mencapai seperempat dari jumlah penduduk dunia.

Secara umum, lebih banyak laki-laki bunuh diri ketimbang perempuan, tetapi variasi angka rata-ratanya berkaitan dengan status ekonomi negara masing-masing. Di negara kaya, jumlah kasus bunuh diri pada laki-laki 3 kali lebih besar daripada pada perempuan. Di LMICs, rasio perbandingan pria dan wanita ialah 1,5. Di kebanyakan negara, angka bunuh diri paling tinggi pada penduduk usia 70 tahun ke atas.Namun, mereka yang berusia 15-29 tahun juga merupakan kelompok rentan.

Bunuh diri dengan minum pestisida merupakan cara yang digunakan sepertiga dari kasus bunuh diri, terutama di LMICs. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, cara yang dipilih ialah gantung diri dan menggunakan senjata api.

Prevalensi, karakteristik, dan cara di berbagai negara berbeda-beda.Dengan begitu, surveilans ketat adalah bagian penting program nasional dan lokal untuk pencegahan bunuh diri. Ini tugas yang sulit mengingat sulitnya pengumpulan data akibat stigmatisasi dan konsekuensi hukum.Hingga negara dan masyarakat dapat melihat bunuh diri sebagai masalah kesehatan dan bantuan pencegahan diberikan maka perubahan sulit terjadi.

Pemerintah berperan penting dalam upaya pencegahan bunuh diri.Langkah pertama ialah membuat strategi nasional dengan komitmen besar bagi pencegahan bunuh diri.Hanya 28 negara di dunia ini yang memiliki strategi tersebut. Dalam hal ini, kerja sama berbagai pemangku kepentingan, publik ataupun swasta, menjadi elemen utama.

Negara perlu mengatur penggunaan bahan yang paling sering digunakan untuk bunuh diri. Di India dan Sri Lanka, pembatasan akses terhadap pestisida telah menurunkan angka bunuh diri. Di Australia, Kanada, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa, pembatasan kepemilikan senjata api berkaitan dengan turunnya angka bunuh diri.

Bagi mereka yang lolos dari upaya bunuh diri, dibutuhkan bantuan lan jutan dari tenaga kesehatan, meng ingat mereka yang gagal bunuh diri berisiko mencoba lagi. Komunitas dapat membantu dengan menum buhkan kemampuan menghadapi masalah serta memberikan rasa didukung dan keterikatan dengan lingkungan. Masyarakat bisa me numbuhkan lingkungan yang saling mendukung dan pemerintah perlu menetapkan contoh agar masyarakat dapat melakukannya.

Media juga dapat berperan mencegah bunuh diri dengan memberi pemahaman pada masyarakat tentang faktor risiko, serta siapa atau organi sasi mana yang dapat memberikan bantuan untuk pencegahan. Media dapat menghindarkan pemberitaan sensasional dan berlebih, serta tak mengungkap perincian kejadian.

Pemerintah dapat bekerja sama dengan media memberi pesan yang menumbuhkan kesadaran, menemukan dan merawat mereka yang memiliki masalah mental dan ketergantungan obat-obatan sedini mungkin, serta memastikan mereka yang rentan mendapatkan perawatan yang diperlukan. Kebijakan kesehatan mental dan konsumsi alkohol perlu terintegrasi dalam pelayanan kesehatan, dan pemerintah perlu mengalokasikan dana untuk program tersebut.

Bunuh diri termasuk dalam 20 penyebab utama kematian di seluruh dunia. Gangguan mental, terutama depresi dan masalah konsumsi alkohol, kehilangan orang yang dicintai, serta latar belakang budaya dan sosial dapat menjadi pencetus bunuh diri.

Secara global, pencegahan bunuh diri belumlah secara tepat dilakukan karena rendahnya kesadaran akan masalah ini, serta kenyataan bahwa bunuh diri masih tabu dibicarakan. Tambahan lagi, pencegahan bunuh diri melibatkan berbagai aspek di luar kesehatan. Diperlukan inovasi untuk pencegahan, dengan pende katan multisektor seperti melibatkan sektor pendidikan, ketenagakerjaan, polisi, hukum, politik, dan media.

Pencegahan bunuh diri adalah titik tolak Rencana Aksi Kesehatan Mental WHO yang disepakati negara-negara anggota WHO pada 2013. Target yang ditetapkan ialah turunnya angka bunuh diri di tiap negara hingga 10% pada 2020.

Laporan baru WHO, Suicide Prevention: A Global Public Imperative (Pencegahan Bunuh Diri: Keharusan Global), adalah imbauan aksi untuk menjadikan pencegahan bunuh diri sebagai prioritas kesehatan masyarakat global. Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia (World Suicide Prevention Day) pada 10 September adalah kesempatan kita untuk menyebarkan pesan me ningkatkan kesadaran dan meng gaungkan upaya bersama untuk melindungi mereka yang rentan terhadap bunuh diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar