Pemerintah
Berperan Penting Mencegah Bunuh Diri
Poonam Khetrapal Singh ;
Direktur
Regional WHO untuk Asia Tenggara
|
MEDIA
INDONESIA, 10 September 2014
DI duniai ini setiap
40 detik, seseorang mengakhiri hidupnya sendiri. Bagi keluarga, kawan, dan
lingkung an sekitar, dampaknya begitu besar dan mendalam. Berdasarkan laporan
global terkini yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2012
saja 800 ribu orang meninggal karena bunuh diri. Estimasi tingkat bunuh diri
di 11 negara anggota WHO di kawasan Asia Tenggara lebih tinggi daripada
kawasan lain. Karena bunuh diri adalah isu sensitif, bahkan di beberapa
negara juga berdampak hukum, kerap kejadiannya tak dilaporkan.
Berdasarkan data yang
terkumpul, angka bunuh diri lebih tinggi di negara berpenghasilan tinggi
daripada di negara berpenghasilan rendah dan menengah (12,7 berbanding 11,2
per 100 ribu penduduk). Hanya saja, karena jumlah gabungan penduduk
negara-negara berpenghasilan tinggi lebih sedikit daripada jumlah gabungan
penduduk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (low and middle
income countries/LMICs), jumlah kasus bunuh diri di LMICs mencapai 75,5% dari
jumlah bunuh diri di seluruh dunia.
Dari jumlah tersebut,
39% di antaranya terjadi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, yang jumlah
total penduduknya mencapai seperempat dari jumlah penduduk dunia.
Secara umum, lebih
banyak laki-laki bunuh diri ketimbang perempuan, tetapi variasi angka
rata-ratanya berkaitan dengan status ekonomi negara masing-masing. Di negara
kaya, jumlah kasus bunuh diri pada laki-laki 3 kali lebih besar daripada pada
perempuan. Di LMICs, rasio perbandingan pria dan wanita ialah 1,5. Di
kebanyakan negara, angka bunuh diri paling tinggi pada penduduk usia 70 tahun
ke atas.Namun, mereka yang berusia 15-29 tahun juga merupakan kelompok
rentan.
Bunuh diri dengan
minum pestisida merupakan cara yang digunakan sepertiga dari kasus bunuh
diri, terutama di LMICs. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, cara yang
dipilih ialah gantung diri dan menggunakan senjata api.
Prevalensi,
karakteristik, dan cara di berbagai negara berbeda-beda.Dengan begitu,
surveilans ketat adalah bagian penting program nasional dan lokal untuk
pencegahan bunuh diri. Ini tugas yang sulit mengingat sulitnya pengumpulan
data akibat stigmatisasi dan konsekuensi hukum.Hingga negara dan masyarakat
dapat melihat bunuh diri sebagai masalah kesehatan dan bantuan pencegahan
diberikan maka perubahan sulit terjadi.
Pemerintah berperan
penting dalam upaya pencegahan bunuh diri.Langkah pertama ialah membuat
strategi nasional dengan komitmen besar bagi pencegahan bunuh diri.Hanya 28
negara di dunia ini yang memiliki strategi tersebut. Dalam hal ini, kerja
sama berbagai pemangku kepentingan, publik ataupun swasta, menjadi elemen
utama.
Negara perlu mengatur
penggunaan bahan yang paling sering digunakan untuk bunuh diri. Di India dan
Sri Lanka, pembatasan akses terhadap pestisida telah menurunkan angka bunuh
diri. Di Australia, Kanada, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan beberapa
negara Eropa, pembatasan kepemilikan senjata api berkaitan dengan turunnya
angka bunuh diri.
Bagi mereka yang lolos
dari upaya bunuh diri, dibutuhkan bantuan lan jutan dari tenaga kesehatan,
meng ingat mereka yang gagal bunuh diri berisiko mencoba lagi. Komunitas
dapat membantu dengan menum buhkan kemampuan menghadapi masalah serta
memberikan rasa didukung dan keterikatan dengan lingkungan. Masyarakat bisa
me numbuhkan lingkungan yang saling mendukung dan pemerintah perlu menetapkan
contoh agar masyarakat dapat melakukannya.
Media juga dapat
berperan mencegah bunuh diri dengan memberi pemahaman pada masyarakat tentang
faktor risiko, serta siapa atau organi sasi mana yang dapat memberikan
bantuan untuk pencegahan. Media dapat menghindarkan pemberitaan sensasional
dan berlebih, serta tak mengungkap perincian kejadian.
Pemerintah dapat
bekerja sama dengan media memberi pesan yang menumbuhkan kesadaran, menemukan
dan merawat mereka yang memiliki masalah mental dan ketergantungan
obat-obatan sedini mungkin, serta memastikan mereka yang rentan mendapatkan
perawatan yang diperlukan. Kebijakan kesehatan mental dan konsumsi alkohol
perlu terintegrasi dalam pelayanan kesehatan, dan pemerintah perlu
mengalokasikan dana untuk program tersebut.
Bunuh diri termasuk
dalam 20 penyebab utama kematian di seluruh dunia. Gangguan mental, terutama
depresi dan masalah konsumsi alkohol, kehilangan orang yang dicintai, serta
latar belakang budaya dan sosial dapat menjadi pencetus bunuh diri.
Secara global,
pencegahan bunuh diri belumlah secara tepat dilakukan karena rendahnya
kesadaran akan masalah ini, serta kenyataan bahwa bunuh diri masih tabu
dibicarakan. Tambahan lagi, pencegahan bunuh diri melibatkan berbagai aspek
di luar kesehatan. Diperlukan inovasi untuk pencegahan, dengan pende katan
multisektor seperti melibatkan sektor pendidikan, ketenagakerjaan, polisi,
hukum, politik, dan media.
Pencegahan bunuh diri
adalah titik tolak Rencana Aksi Kesehatan Mental WHO yang disepakati negara-negara
anggota WHO pada 2013. Target yang ditetapkan ialah turunnya angka bunuh diri
di tiap negara hingga 10% pada 2020.
Laporan baru WHO, Suicide Prevention: A Global Public
Imperative (Pencegahan Bunuh Diri:
Keharusan Global), adalah imbauan aksi untuk menjadikan pencegahan bunuh
diri sebagai prioritas kesehatan masyarakat global. Hari Pencegahan Bunuh
Diri Sedunia (World Suicide Prevention
Day) pada 10 September adalah kesempatan kita untuk menyebarkan pesan me
ningkatkan kesadaran dan meng gaungkan upaya bersama untuk melindungi mereka
yang rentan terhadap bunuh diri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar