Negara
Tak Berdaya dengan Asap
Chaidir Anwar Tanjung ; Jurnalis
di detikcom, Bermukim di Riau
|
DETIKNEWS,
22 September 2014
Serasa berada
di negeri berawan. Begitulah bila 'musim' asap telah tiba di Riau. Negara tak
berdaya untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutan.
Kebakaran
hutan dan lahan, sebenarnya sudah belasan tahun yang lalu terjadi. Pada tahun
1997 silam, agaknya itu menjadi puncak tertinggi soal kebakaran lahan khususnya
di Riau
Bila mengingat
masa itu, Bumi Riau saat benar-benar gelap dikepung asap. Jarak pandang tak
sampai 10 meter. Kadang kita terkejut tengah berjalan kaki, tiba-tiba
berpapasan dengan pejalan kaki lainnya atau pengendara.
Pengalaman
itu, terus berulang hingga saat ini. Yang patut kita simak, apakah di
Indonesia ini hanya Sumatera dan Kalimantan saja yang punya hutan dan lahan?
Jawabannya tentu tidak.
Namun saban
tahun Bumi Melayu itu seakan menjadi mesin penggiling hutan dan lahan yang
paling dahsyat di Indonesia. Hutan dan lahan luluh lantak dibakar, lantas
bila sudah bersih dijadikan areal perladangan atau perkebunan kelapa sawit.
Apakah milik masyarakat atau perusahaan dalam skala kecil dan besar.
Era tahun 2006
kebakaran hutan juga pernah terjadi nyaris separah yang pernah terjadi di
tahun 1997 silam. Sejumlah negara tetangga termasuk Australia mencoba
membantu untuk mengatasi kebakaran itu. Mereka menurunkam tim ke Riau. Ini
karena efek asap sudah menyeberang sampai ke negara Malaysia dan Singapura.
Padahal
kehadiran para pemadam dari berbagai negara tetangga itu sebenarnya tak
banyak membantu di lapangan. Mereka tak bisa beradaptasi dengan kondisi ril
di lapangan. Tercatat saat itu tim pemadam Malaysia dan Singapura banyak yang
sesak nafas dan harus dikembalikan ke negaranya.
Tim asing itu,
tak pernah berada di gardu depan dalam memadamkan kobaran api. Kesatria
sesungguhnya adalah tim dari negeri ini sendiri. Setelah api padam yang
sebenarnya adalah usaha tim Indonesia, namun di mata internasional seakan tim
tamu yang telah sukses memadamkan kobaran api di hutan.
Sadar akan
opini publik internasional yang menyanjung tim tamu, pemerintah Indonesia tak
lagi mau dibantu negara tetangga. Itu sebabnya, dua tahun terakhir ini,
ketika kabut asap melanda Riau, pemerintah tak mau lagi menerima tawaran
bantuan dari negara lain.
Pemerintah
kita mengerahkan TNI/Polri dengan jumlah lebih dari 1.500 personel ditambah
ribuan tenaga masyarakat. Terlepas tertolong oleh cuaca hujan buatan ataupun
hujan alami, yang pasti kobaran api bisa dipadamkan. Sikap Presiden SBY yang
menolak bantuan pihak asing itu, patut kita acungi jempol. Tapi ini hanya
urusan bantuan tim asing untuk memadamkan kobaran api di hutan.
Saya menilai
wajarlah, SBY menolak tim pemadam negara tetangga. Karena memang kitalah yang
paling tahu bagaimana sebenarnya untuk menjinakkan si jago merah yang membara
di lahan gambut di daerah kita sendiri.
Yang tidak
habis pikir, kebakaran hutan dan lahan, terus berlanjut. Banyak sudah tenaga terkuras,
banyak sudah dana terbuang. Ratusan miliar dana terkuras hanya untuk dana
operasional dalam memadamkan api. Itu belum kita hitung kerugian materil
lingkungan, kerugian sektor bisnis, kerugian kesehatan masyarakat, ancaman
terhadap satwa liar. Maka jika dikalkulasikan, negara ini sudah kehilangan
ratusan triliun hanya untuk urusan asap di Riau.
Kalau kita
sebut pemerintah tak melakukan sosialisasi ke masyarakat agar tak membakar,
agaknya tak mungkin. Karena selama ini berbagai pendekatan sudah dilakukan.
Pengumpulan seluruh kepala desa untuk menyampaikan ke warganya jangan
membakar, sudah berulang kali dilaksanakan.
Penangkapan
pelaku pembakar hutan dengan ancaman hukuman lingkungan juga ditegakkan.
Perusahaan yang ikut terlibat membakar turut terseret. Mulai dari Presiden
Soeharto menjelang lengser, pindah ke BJ Habibie, lanjut ke Gus Dur, beralih
ke Megawati Soekarnoputri, sampai ke Presiden SBY dua periode, asap-asap dari
perut bumi Riau terus mengepul.
Presiden SBY
malah sempat menginap dua malam di Riau pada tahun ini hanya karena asap. SBY
turun langsung ke lapangan untuk melihat secara dekat bagaimana sebenarnya
kondisi kebakaran itu. Dia satu-satunya presiden yang pernah turun langsung
ke lapangan untuk melihat kebakaran lahan di Riau.
Agaknya,
Pemerintah Pusat pun bingung, Pemprov Riau apa lagi. Pemkab yang ada di Riau
pun tak berdaya mengatasi soal asap. Bagaimana tak bingung, kasus yang sama
terus terulang. Dan anehnya, di provinsi lain tak pernah terjadi seperti di
Riau. Malah sekarang intensitas kabut asap sudah kayak makan obat, setahun 3
kali terjadi.
Kita sama-sama
bingung, metode apa lagi yang harus dijalankan untuk mengatasi kebakaran
hutan. Mungkin jawaban yang paling cocok adalah, kebakaran itu akan berhenti
sendiri setelah hutan tak ada lagi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar