Merajut Kembali Kemerdekaan Kita
Ayipudin ; Peneliti di Institute for Education, Clture & Information
(IECI Jakarta) & Asa Fatiha Faundation
|
HALUAN, 03 September 2014
Artikel ini telah dimuat di OKEZONENEWS 29 Agustus 2014
Hari kemerdekaan ibarat lahirnya sang fajar ketika awan gelap membungkus negeri ini dengan pesimisme. Bagimanapun nikmat kemerdekaaan membangkitkan sang fajar untuk terus berdiri dengan tegak, menengadahkan wajah, dan menghormat bendera merah putih yang lusuh akibat terjangan badai konflik SARA dan intrik politik.
Di saat bersamaan negeri ini dihadapkan pada kenyataan bahwa generasi penerus bangsa kian dicemaskan oleh identitas yang makin tidak jelas. Serbuan budaya luar dan gaya hidup yang semakin hedonis bahkan kasar telah menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk segera diperhatikan oleh elit negeri ini.
Salah satu caranya ialah menyemai kembali karakter bangsa yang berkebudayaan adalah dengan pendidikan. Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara sebagai proses pembudayaan harus mampu mengembangkan “trisakti” insani dengan memberdayakan segala potensi inderawi. Melalui pembelajaran olah pikir, olah rasa, dan olah raga, pendidikan sepanjang hayat dalam kerangka memanusiakan manusia.
Dalam proses belajar menjadi manusia sebagai makhluk berkebudayaan, setiap individu memiliki tiga potensi besar sebagai kreator kebudayaan yang disebutnya sebagai trisakti insani: cipta (pikiran), yang membuahkan pengetahuan, pendidikan, dan filsafat; rasa yang membuahkan keindahan, keluhuran batin, seni, adat istiadat, penyesuaian sosial, nasionalisme, keadilan, dan keagamaan; serta karsa (kemauan) yang menimbulkan perbuatan dan buatan manusia, seperti industri, pertanian, dan bangunan (arsitektur).
Selain mengembangkan potensi pribadi sebagai perwujudan khusus dari alam, proses pendidikan harus mampu menghubungkan kapasitas individual ke dalam kehidupan kolektif sebagai warga komunitas, bangsa, dan dunia. Karena itu, pendidikan harus terkait dengan visi transformasi bangsa bukan memaksakan konsep kurikulum tanpa dengan memperhatikan visi besar bangsa ini.
Sudah 69 tahun negeri ini merdeka namun fitrah kemerdekaan masih belum bisa dirasakan secara menyeluruh. Bahkan konflik politik dan perebutan kekuasaan semakin barbar dan menghalalkan segala cara. Maka tak heran hasil pemilu kemarin masih menyisakan serpihan-serpihan noda yang masih membekas serta menimbulkan kecemasan.
Untuk mengubah kecemasan menjadi harapan, pemimpin terpilih harus sungguh-sungguh menjamin kebebasan sipil dan pluralitas dengan merealisasikan negara kekeluargaan yang dapat melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah. Pemimpin terpilih juga harus sungguh-sungguh berusaha menciutkan kesenjangan sosial dan mengembangkan keadilan sosial dengan merealisasikan negara kesejahteraan.
Dalam mengarungi jalan terjal politik harapan itu, sikap optimistis harus terus dipelihara. Orang boleh kecewa terhadap pelaksanaan demokrasi, tetapi mesti bersabar untuk mempertahankan rezim demokratis. Berbeda dengan ledakan harapan, pemerintahan demokratis baru sering dihadapkan dengan aneka masalah dan kekecewaan. Karena itu, betapapun legitimasi kinerja memainkan peranan penting bagi kelangsungan pemerintahan demokratis, yang lebih menentukan bukanlah kesanggupan mereka dalam menuntaskan masalah-masalah itu, melainkan cara pemimpin politik itu menanggapi ketidakmampuannya.
Suatu pemerintahan demokratis bisa bertahan jika mampu menggalang kerja sama lintas batas, bukan menyulut pertikaian, sambil mengupayakan secara bersama cara mengatasi permasalahan secara institusional. Para pemimpin harus menyadari pentingnya merawat harapan dan optimisme dengan cara memahami kesalingtergantungan realitas serta kesediaan menerobos batas-batas politik lama.
Kekuasaan digunakan untuk memotivasi dan memberi inspirasi yang dapat mendorong partisipasi dan tanggung jawab warga untuk bergotong royong merealisasikan kebajikan bersama. Dalam menguatkan gotong royong ini, pluralitas harus dikembangkan secara jujur, tidak dipolitisasi sebagai siasat demi menguntungkan golongan sendiri. Sang fajar harus tetap menyingsing memberi harapan dan angin segar agar bendera merah putih selalu berkibar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar