Jumat, 19 September 2014

Menjaga ASA PDIP

Menjaga ASA PDIP

Muchamad Yuliyanto  ;   Dosen FISIP Universitas Diponegoro, Pemerhati Komunikasi Politik dan Kepemimpinan dari LPSI Jateng
SUARA MERDEKA, 19 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

RAKERNAS PDIP di Semarang pada 19-21 September 2014 punya makna strategis setelah partai itu memenangi Pileg dan Pilpres 2014.

Ada beberapa hal yang layak jadi bahan refleksi dan daya dorong bagi masa depan partai . Setelah berhasil membangun loyalitas sekaligus konsolidasi struktural, partai itu perlu memahami dinamika kader dan konstituen sebagai basis kekuatan.

Upaya itu sekaligus untuk menjaga asa partai di hadapan publik. Kemenangannya dalam Pemilu 2014 lebih merupakan buah dari beberapa sikap konsisten dan langkah taktis. Pertama; konsistensi sekaligus kesabaran Megawati, mempertahankan prinsip partai di luar pemerintahan meski pernah digoda tawaran masuk kabinet.

Kedua; konsistensi Megawati dengan mendorong dan memberi tempat generasi muda tampil dalam struktur kepemimpinan partai. Bahkan beberapa berhasil menjadi kepala daerah, seperti di Surabaya, Banyumas, Solo, dan Kudus. Ketiga; konsistensi kepemimpinan pusat partai menjaga soliditas dan sikap kritis ketika berada di luar kekuasaan.

Hal itu menarik bagi pemilih muda yang kritis dan kelas menengah yang mencari kekuatan penyeimbang Partai Demokrat dan koalisinya. Keempat; konsistensi merawat konstituen dengan menuruti kehendakloyalis dan elite partai di daerah supaya PDIP berada di luar kekuasaan sambil terus melayani dan menyelami perasaan rakyat.

Kelima; keberhasilan Megawati mengatur simfoni terompet kritis politikus muda di DPR sebagai kanalisasi suara rakyat, seperti diperankan Maruarar Sirait, Eva Kusuma Sundari, dan Ribka Tjiptaning Proletariyati.

Pekerjaan besar mendatang adalah menjadi institusi penjaga situasi kondusif bagi endorsement figur yang dipercaya Jokowi-JK duduk di kabinet. Publik memercayai kenegarawanan Megawati, sebagaimana sewaktu ’’menugaskan’’ Jokowi di DKI Jakarta, dan melepas kesempatan emas trah Bung Karno sewaktu mencapreskan Jokowi.

Keberhasilan memenangi pilpres juga harus makin menunjukkan kedewasaan partai sekaligus transformasi politik, dengan memberi kesempatan penuh kepada Jokowi untuk menentukan anggota kabinet.

Salah satu cara adalah menguatkan posisi partai melalui rakernas. Partai perlu mengapresiasi wacana publik yang terus mengaksentuasikan postur kabinet ahli melalui dukungan 70% kalangan profesional.

Merawat Komitmen

Namun rakyat permisif terhadap masuknya kader terbaik parpol pengusung Jokowi-JK ke dalam kabinet asalkan kader itu melepas baju struktural partainya guna menghindari penyalahgunaan jabatan, serta beban ganda antara sebagai pembantu presiden dan petinggi partai.

Pola perekrutan partisipatif bisa diwujudkan dengan mendudukkan kader berintegritas di kabinet. Sudah saatnya beberapa di antaranya diberi kesempatan berkirah di kancah nasional, semisal Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Musthofa S Wardoyo (Bupati Kudus) dan Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung).

Realisasi itu akan menunjukkan transformasi politik yang mengedepankan dimensi kualitas dan profesional. Dalam perspektif perpolitikan, cara itu lebih menguntungkan masa depan partai.

Terlebih fakta politik menunjukkan basis kemenangan partai tersebut adalah di Jawa, dan ’’kebetulan’’ada beberapa kepala daerah yang potensial dan kapabel untuk didudukkan di kabinet. Menjadi penting pula bagi PDIPuntuk belajar dari situasi pasca-Pemilu 1999.

Dalam pemilu itu, banteng jadi partai pemenang utama, namun terlena dan banyak kader terjebak dalam penyalahgunaan kekuasaan sehingga rakyat memberinya pelajaran dalam Pemilu 2004. Karena itu, rakernas kali ini bisa menjadi forum strategis untuk meneguhkan upaya merawat komitmen atau tanggung jawab kepada konstituen.

Loyalitas konstituen, simpatisan pemilih pemula, dan dukungan kelas menengah kritis kepada PDIP bukan ibarat penyerahan selembar kertas kosong melainkan bakal diisi oleh rakyat dengan cacatan sepak terjang dan produk kebijakan kader PDIP di legislatif dan eksekutif.

Rakyat akan kembali menyerahkan kertas yang berisi catatannya itu dalam pemilu mendatang sebagai ìpengadilanî atas tindakan dan kerja partai. Mekanisme kontrol internal dan penguatan revolusi mental sebagaimana gagasan Jokowi perlu didukung seluruh elemen partai. Bila tidak, rakyat akan memberi cap partai itu sebagai penjual terompet janji dan nihil prestasi.

Pada akhirnya, PDIP harus meneguhkan sebagai partai sejati lewat strategi sebagaimana pandangan Arifin (2003;146) antara lain merawat ketokohan kader seperti ditampilkan Megawati, sebagai efek gerakan kultural. Selain itu, makin selektif merekrut calon pemimpin pada aras mana pun.

Penulis menambahkan perlunya penguatan ideologi sebagai nilai pembeda dari partai lain sekaligus mendorong kader menjaga kualitas dan integritas diri di tengah godaan politik pragmatis-materialistik. Yang tak kalah penting adalah merawat konstituen melalui pelayanan dan pendidikan politik yang makin mencerdaskan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar