Menjaga
ASA PDIP
Muchamad Yuliyanto ;
Dosen
FISIP Universitas Diponegoro, Pemerhati Komunikasi Politik dan Kepemimpinan
dari LPSI Jateng
|
SUARA
MERDEKA, 19 September 2014
RAKERNAS PDIP di Semarang pada 19-21
September 2014 punya makna strategis setelah partai itu memenangi Pileg dan
Pilpres 2014.
Ada beberapa hal yang layak jadi bahan
refleksi dan daya dorong bagi masa depan partai . Setelah berhasil membangun
loyalitas sekaligus konsolidasi struktural, partai itu perlu memahami
dinamika kader dan konstituen sebagai basis kekuatan.
Upaya itu sekaligus untuk menjaga asa
partai di hadapan publik. Kemenangannya dalam Pemilu 2014 lebih merupakan
buah dari beberapa sikap konsisten dan langkah taktis. Pertama; konsistensi
sekaligus kesabaran Megawati, mempertahankan prinsip partai di luar
pemerintahan meski pernah digoda tawaran masuk kabinet.
Kedua; konsistensi Megawati dengan
mendorong dan memberi tempat generasi muda tampil dalam struktur kepemimpinan
partai. Bahkan beberapa berhasil menjadi kepala daerah, seperti di Surabaya,
Banyumas, Solo, dan Kudus. Ketiga; konsistensi kepemimpinan pusat partai
menjaga soliditas dan sikap kritis ketika berada di luar kekuasaan.
Hal itu menarik bagi pemilih muda yang
kritis dan kelas menengah yang mencari kekuatan penyeimbang Partai Demokrat
dan koalisinya. Keempat; konsistensi merawat konstituen dengan menuruti
kehendakloyalis dan elite partai di daerah supaya PDIP berada di luar kekuasaan
sambil terus melayani dan menyelami perasaan rakyat.
Kelima; keberhasilan Megawati mengatur
simfoni terompet kritis politikus muda di DPR sebagai kanalisasi suara
rakyat, seperti diperankan Maruarar Sirait, Eva Kusuma Sundari, dan Ribka
Tjiptaning Proletariyati.
Pekerjaan besar mendatang adalah menjadi
institusi penjaga situasi kondusif bagi endorsement figur yang dipercaya
Jokowi-JK duduk di kabinet. Publik memercayai kenegarawanan Megawati,
sebagaimana sewaktu ’’menugaskan’’ Jokowi di DKI Jakarta, dan melepas
kesempatan emas trah Bung Karno sewaktu mencapreskan Jokowi.
Keberhasilan memenangi pilpres juga harus
makin menunjukkan kedewasaan partai sekaligus transformasi politik, dengan
memberi kesempatan penuh kepada Jokowi untuk menentukan anggota kabinet.
Salah satu cara adalah menguatkan posisi
partai melalui rakernas. Partai perlu mengapresiasi wacana publik yang terus
mengaksentuasikan postur kabinet ahli melalui dukungan 70% kalangan
profesional.
Merawat
Komitmen
Namun rakyat permisif terhadap masuknya
kader terbaik parpol pengusung Jokowi-JK ke dalam kabinet asalkan kader itu
melepas baju struktural partainya guna menghindari penyalahgunaan jabatan,
serta beban ganda antara sebagai pembantu presiden dan petinggi partai.
Pola perekrutan partisipatif bisa
diwujudkan dengan mendudukkan kader berintegritas di kabinet. Sudah saatnya
beberapa di antaranya diberi kesempatan berkirah di kancah nasional, semisal
Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Musthofa S Wardoyo (Bupati Kudus) dan
Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung).
Realisasi itu akan menunjukkan transformasi
politik yang mengedepankan dimensi kualitas dan profesional. Dalam perspektif
perpolitikan, cara itu lebih menguntungkan masa depan partai.
Terlebih fakta politik menunjukkan basis
kemenangan partai tersebut adalah di Jawa, dan ’’kebetulan’’ada beberapa
kepala daerah yang potensial dan kapabel untuk didudukkan di kabinet. Menjadi
penting pula bagi PDIPuntuk belajar dari situasi pasca-Pemilu 1999.
Dalam pemilu itu, banteng jadi partai
pemenang utama, namun terlena dan banyak kader terjebak dalam penyalahgunaan
kekuasaan sehingga rakyat memberinya pelajaran dalam Pemilu 2004. Karena itu,
rakernas kali ini bisa menjadi forum strategis untuk meneguhkan upaya merawat
komitmen atau tanggung jawab kepada konstituen.
Loyalitas konstituen, simpatisan pemilih
pemula, dan dukungan kelas menengah kritis kepada PDIP bukan ibarat
penyerahan selembar kertas kosong melainkan bakal diisi oleh rakyat dengan
cacatan sepak terjang dan produk kebijakan kader PDIP di legislatif dan
eksekutif.
Rakyat akan kembali menyerahkan kertas yang
berisi catatannya itu dalam pemilu mendatang sebagai ìpengadilanî atas
tindakan dan kerja partai. Mekanisme kontrol internal dan penguatan revolusi
mental sebagaimana gagasan Jokowi perlu didukung seluruh elemen partai. Bila
tidak, rakyat akan memberi cap partai itu sebagai penjual terompet janji dan
nihil prestasi.
Pada akhirnya, PDIP harus meneguhkan
sebagai partai sejati lewat strategi sebagaimana pandangan Arifin (2003;146)
antara lain merawat ketokohan kader seperti ditampilkan Megawati, sebagai
efek gerakan kultural. Selain itu, makin selektif merekrut calon pemimpin
pada aras mana pun.
Penulis menambahkan perlunya penguatan
ideologi sebagai nilai pembeda dari partai lain sekaligus mendorong kader
menjaga kualitas dan integritas diri di tengah godaan politik
pragmatis-materialistik. Yang tak kalah penting adalah merawat konstituen
melalui pelayanan dan pendidikan politik yang makin mencerdaskan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar