Kado
Pahit di Akhir Jabatan
Marwan Mas ;
Guru
Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa 45, Makassar
|
KORAN
SINDO, 17 September 2014
Penetapan
tersangka Jero Wacik, mantan menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM),
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi indikasi bahwa kabinet yang
dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diwarnai pengemplang uang
negara.
Wajar
jika publik menilai Presiden SBY telah gagal memimpin kabinetnya dari godaan
korupsi. Betapa tidak, Jero sebagai orang dekat SBY adalah menteri aktif
ketiga yang dijerat korupsi oleh KPK setelah Menpora Andi Alifian
Mallarangeng dan Menteri Agama Suryadharma Ali. Substansi dalam memerangi
korupsi masih jauh dari harapan sebab bukan hanya jajaran menterinya yang
diduga terlibat korupsi. Tidak sedikit kader Partai Demokrat yang dipimpin
SBY meringkuk dalam penjara karena korupsi. Misalnya, Anas Urbaningrum, Angelina
Sondakh, Nazaruddin, Hartati Murdaya, Jero Wacik, dan Sutan Bathoegana yang
merupakan kader pilihan.
SBY
selaku ketua umum Partai Demokrat tidak mampu membina moral dan integritas
kadernya agar tidak korupsi. Itulah kado terpahit dalam mengakhiri masa
jabatan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua yang kontradiksi dengan ikon SBY yang
akan serius memberantas korupsi di jajaran pemerintahannya. Hanya satu
keberhasilan SBY yaitu pada pemberian keluasan bagi KPK, kepolisian, dan
kejaksaan untuk memproses semua kasus korupsi.
SBY
tidak mengintervensi penyidikan dan proses hukum di pengadilan. Tetapi, sikap
itu tidak terlepas dari semakin kuatnya peran publik, aktivis antikorupsi,
pers, dan mahasiswa yang terus mengawasi proses hukum. SBY akan menggali
lubang sendiri jika berani mengusik kinerja polisi, kejaksaan, KPK, dan
pengadilan dalam pemberantasan korupsi. Peran civil society yang begitu kuat
setidaknya memaksa penguasa untuk tidak mengintervensi proses hukum keluar
dari jalurnya seperti saat Orde Baru.
Mafia Migas
Kualitas
korupsi di Kementerian ESDM menjadi urgen ditelisik mengingat posisi Jero
sangat strategis dalam mengendalikan sektor minyak dan gas bumi (migas) dari
hulu hingga hilir dengan nilai perdagangan ratusan triliun rupiah. Sangat
mungkin KPK membongkar mafia migas yang sudah lama diintai sebab para mafia
menjadi parasit di Kementerian ESDM. Ulah mereka menyebabkan subsidi bahan
bakar minyak (BBM) terus meningkat. Terkait dugaan permintaan dana untuk
kepentingan biaya operasional menteri ESDM seperti diungkap KPK.
Ini
diperkuat oleh fakta persidangan dengan terdakwa Rudi Rubiandini di
Pengadilan Tipikor Jakarta, 25 April 2014 bahwa Pertamina menjadi sasaran
pemalakan. Jaksa KPK memperdengarkan rekaman hasil sadapan pembicaraan
Waryono dengan Rudi yang diperdengarkan dalam sidang. Saksi mantan Sekjen
ESDM Waryono butuh dana talangan. Tentu ada kaitannya dengan temuan KPK uang
USD200.000 di ruang kerja Waryono. Publik berharap pemerintahan baru nanti
tidak tersandera oleh mafia pajak, apalagi Jokowi pernah berjanji akan
menumpas segala mafia, baik mafia migas, perpajakan, maupun mafia pertanahan.
Betapa
tidak, cengkeraman mafia begitu sulit disentuh lantaran diduga kuat
melibatkan pengusaha yang dekat dengan kekuasaan. Lebih dari itu, Jokowi-JK
juga harus memilih menteri yang antikorupsi. Tetapi, sinyal yang dikirim
Jokowi-JK yang menetapkan 34 kementerian yang jumlahnya sama dengan kabinet
SBY bisa menjadi blunder awal sebab kontradiksi dengan janjinya yang akan
membangun struktur kementerian yang ramping. Pembagian 18 menteri untuk
kalangan profesional dan 16 jatah menteri untuk profesional partai politik
bisa diartikan kalau proses transaksional dengan partai pendukung sudah mulai
terjadi.
Padahal,
koalisi yang dibangun selalu didengungkan tidak ada transaksi. Meski KPK
bertekad membongkar berbagai kasus megakorupsi, keberhasilannya sangat
ditentukan oleh political will
presiden. Kalau Jokowi benar-benar berkomitmen memberantas korupsi, tidak
akan ada satu pun halangan bagi KPK menjalankan misinya. KPK tidak boleh
berhenti hanya sampai menteri sebab jaringan mafia migas begitu kuat yang
terusmenerus merecoki penghasilan negara dari sektor migas.
Lanjutkan Pengungkapan
Keberhasilan
KPK mengembangkan penyidikan dari gratifikasi sampai dugaan perbuatan melawan
hukum dan penyalahgunaan wewenang (Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31/1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) tidak terlepas dari penangkapan
Rudi. Apalagi Jero Wacik memiliki benang merah sebagai penentu keluar
kebijakan pengendalian dan pengelolaan bisnis migas. KPK memiliki pijakan
untuk melanjutkan mengungkap mafia migas sebab tidak mungkin para pebisnis
migas mau memberi uang pelicin kepada menteri tanpa ada sasaran lebih besar
yang diharapkan. Mereka begitu enak ongkang-ongkang kaki menerima fee yang
bertahun-tahun menikmati licinnya bisnis migas.
Jika
aktivitas mereka bisa dihentikan atau minimal mengurangi intensitasnya, tentu
berpengaruh positif terhadap penghasilan negara dari sektor migas dan
pengurangan subsidi BBM. Beroperasinya mafia di sejumlah kementerian yang
diduga dibentengi elite partai politik menyebabkan program kerja pemerintah
tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Lebih celaka hambatan itu memang
sengaja diciptakan agar bisa mendapat uang pelicin dari pengusaha yang
berjuang mendapatkan proyek atau mengurus izin usaha. Laksana rumput liar,
para mafia di berbagai kementerian selalu memiliki cara untuk survive.
Butuh
kesatuan sikap semua jajaran kementerian dan pemerintah daerah untuk
memerangi para mafia anggaran. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai
triliunan rupiah dari sektor migas ditengarai terjadi di setiap lapisan
pemerintahan. Korupsi migas secara masif bukan hanya pada birokrasi pusat,
melainkan juga gubernur, bupati, dan wali kota, hingga jajaran anggota
legislatif provinsi dan kabupaten/kota. Sepertinya negeri ini kena kutukan
oleh perilaku oknum pejabat negara yang seenaknya meraih keuntungan sendiri
dari hasil bumi.
Padahal,
menurut Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: ”bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Alih-alih
dipakai untuk kemakmuran rakyat, justru dimakan sendiri yang membuat angka
kemiskinan rakyat setiap tahun meningkat.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar