Hadirkan
Fakta yang Benar
(Bag 2 dari 2)
Anas Urbaningrum ;
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat
|
KORAN
SINDO, 23 September 2014
JPU
menjelaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan terdakwa dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana
korupsi politik, yaitu korupsi yang terjadi dalam
lingkup kegiatan politik, dilakukan oleh aktor politik dan dibungkus dengan
instrumen politik, serta terjadi dalam momen politik.
Tentu saja
definisi ini bisa diperdebatkan. Definisi dari Universitas Princeton menyebut
“political corruption is the use of
legislated powers by government official for illegitimate private gain“.
Di dalam penjelasan disebutkan bahwa kegiatan ilegal baru dapat disebut korupsi
politik jika terkait langsung dengan tugas-tugas resmi yang diemban (if the act is directly related to their
official duties).
Korupsi politik menurut
Arnold J Heidenheimer dari Washington University,
adalah setiap transaksi antara kalangan
swasta dengan kalangan sektor publik, di mana hal-hal yang seharusnya menjadi
barang milik publik secara ilegal diubah menjadi pembayaran atau hadiah.
Sementara terdakwa mendefinisikan korupsi politik sebagai perbuatan yang
secara sengaja membuat kebijakan untuk publik menjadi kebijakan untuk
keuntungan pihak tertentu. Kebijakan yang seharusnya untuk kepentingan
masyarakat dibelokkan untuk kepentingan pihak tertentu.
Namun,
persidangan ini bukanlah forum untuk memperdebatkan apa definisi korupsi
politik. Juga bukan untuk memperdebatkan apakah ada korupsi politik atau
tidak. Ada ahli hukum yang berpendapat bahwa ada korupsi politik. Ada pula
yang berpendapat bahwa korupsi politik tidak ada dalam konteks hukum. Jika
konteksnya adalah debat khasanah istilah, korupsi politik bisa menjadi salah
satu kekayaan khasanah untuk memberikan perspektif. Tetapi jika hendak
diterapkan dalam penegakan hukum pidana korupsi, istilah tindak pidana
korupsi politik harus dikembalikan pada aturan hukum yang sudah tersedia.
Adalah tidak
pada tempatnya membuat istilah sendiri di dalam penegakan hukum terkait
dengan tindak pidana. Menurut penilaian terdakwa, kategori tindak pidana
korupsi politik yang diterapkan pada perkara yang didakwakan oleh JPU adalah
pengakuan secara terbuka bahwa dakwaan dan tuntutan kepada terdakwa bersifat
politik dan penuh dengan nuansa politik, hal yang sejak awal dinyatakan
sangat dihindari oleh JPU. Awalnya perkara ini adalah dinamika internal
Partai Demokrat sejak penyelenggaraan kongres ke-2 di Bandung, yang berlanjut
pada proses-proses konsolidasi dan kontestasi politik internal, termasuk di
tingkat lokal.
Inilah yang
ujungnya melahirkan desakan terbuka dari Jeddah kepada KPK untuk segera
memperjelas status hukum saya. Desakan Presiden Republik Indonesia yang juga
Ketua Dewan Pembina, Ketua Dewan Kehormatan dan Ketua Majelis Tinggi Partai
Demokrat itu segera ditindaklanjuti secara internal dengan pengambilalihan
wewenang ketua umum oleh Majelis Tinggi. Pada saat yang bersamaan, beredar sprindik
atas nama Anas Urbaningrum ke publik dan menjadi pemberitaan yang luas,
sebelum akhirnya terbit Sprindik KPK 22 Februari 2013.
Amat jelas
bahwa penetapan tersangka tidak bisa dilepaskan dari dinamika dan
faksionalisme internal di Partai Demokrat, termasuk bagaimana tangan-tangan
kekuasaan bekerja. Oleh karena itulah yang sesungguhnya didakwa dan dituntut
oleh JPU dalam perkara ini adalah peristiwa politik demokrasi bernama Kongres
Partai Demokrat, yang di dalamnya ada kompetisi dan kontestasi politik
antarcalon ketua umum dengan segala dinamikanya.
Kompetisi dan
kontestasi politik internal inilah, yang dijalankan menurut AD/ART dan Tata
Tertib Kongres, ada penanggung jawab, ada panitia pengarah (SC), ada panitia
pelaksana (SC), ada peserta kongres, ada pembiayaan kepanitiaan dan
pemenangan dari setiap kelompok kontestan, serta ada hasil kongres sebagai
bagian dari sistem dan kelembagaan Partai Demokrat secara utuh, yang berusaha
didekati dan dipaksakan menjadi peristiwa korupsi politik. Meskipun JPU
menyatakan di dalam surat tuntutan bukan mengadili kongres, amat jelas ini
adalah mengadili kongres atau tepatnya mengadili sepertiga kongres.
Mengapa?
Karena yang diadili adalah salah satu saja dari kontestan Kongres Partai
Demokrat di Bandung. Jika dilihat bahwa terdakwa pada saat itu adalah
penyelenggara negara, karena juga masih menjadi anggota DPR, pada saat yang
sama kontestan yang lain adalah ketua DPR dan menteri yang juga dalam
kategori penyelenggara negara. Semua tahu dan sudah menjadi rahasia umum
bahwa proses konsolidasi dan penggalangan dalam pemenangan menggunakan cara
dan pendekatan yang sama. Tidak ada perbedaan yang substansial dan signifikan
dengan yang dilakukan oleh tim relawan terdakwa.
Bahkan,
internal Partai Demokrat saat itu bisa melihat ada calon ketua umum
(kontestan) yang jauh lebih gebyar proses penggalangan dan metode
pemenangannya. Kalau yang disasar hanya satu orang kontestan, apalagi secara
khusus dicari-cari dan dipaksakan kesalahan secara hukum pidana korupsi
politik, tentu hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah politik. Di dalam
surat tuntutan secara khusus juga disebut bahwa karena bukan kongres yang
diajukan ke persidangan, sehingga bukan panitia kongres yang harus dihadirkan,
tetapi adalah tim pemenangan Anas Urbaningrum dalam pencalonan sebagai ketua
umum.
Sehingga jelas
kiranya pihak-pihak mana yang harus dimintai keterangan dan dihadirkan di
persidangan. Kalimat ini adalah penegasan bahwa sejak
awal telah terjadi pengkhususan kepada Anas Urbaningrum dan sekaligus
memagari atau membentengi agar tidak masuk dan menyentuh pihak-pihak yang
sesungguhnya secara objektif hukum menjadi pihak yang sama dan serata dengan
terdakwa, tetapi secara politik tidak boleh tersentuh oleh proses hukum yang
terkait dengan kongres.
Pada saat
disebut bahwa bukan panitia kongres yang dihadirkan tentu yang dimaksudkan
adalah panitia pengarah yang ketuanya adalah Edhie Baskoro Yudhoyono, karena
faktanya telah dihadirkan Didik Mukriyanto, ketua panitia pelaksana kongres
yang juga telah diperiksa sebagai saksi pada saat proses penyidikan. Padahal,
siapa pun yang mengerti tentang penyelenggaraan kongres pasti melihat panitia
pengarah sebagai pihak yang paling paham tentang seluruh rangkaian acara dan
bagaimana penyelenggaraannya.
Persidangan ini semakin berwarna politik
ketika sejak awal surat dakwaan dibuka dengan kalimat imajiner bahwa sejak
2005 terdakwa sudah berniat dan mempersiapkan diri untuk menjadi calon
presiden. Dakwaan
dan tuntutan makin beraroma politik ketika surat tuntutan ditutup dengan nasihat
politik agar terdakwa rela berkorban seperti Wisanggeni dalam konteks
kontestasi Bharatayuda Pilpres 2014. Meskipun terdakwa tidak bisa ikut dalam
kontestasi Bharatayuda Pilpres 2014, pengorbanannya menjadikan keunggulan
Pandawa dalam Perang Bharatayuda. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar