Sabtu, 06 September 2014

Gerakan Bersepeda Massal

Gerakan Bersepeda Massal

Arfanda Siregar  ;   Dosen Politeknik Negeri Medan
KORAN TEMPO, 05 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Tak ada salahnya presiden terpilih Joko Widodo menjadikan Instruksi Gubernur DKI Nomor 150 Tahun 2013--tentang penggunaan kendaraan umum bagi pejabat dan pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta--sebagai peraturan nasional. Setiap Jumat, Jokowi kerap menggunakan sepeda ke Balai Kota Jakarta. Meski menuai pro dan kontra, iring-iringan Gubernur DKI Jakarta bersepeda menjadi napas segar pengurangan konsumsi BBM.

Sepeda merupakan model transportasi ramah lingkungan yang antipolusi, hemat energi, menyehatkan, dan terjangkau oleh seluruh strata masyarakat. Selain itu, bersepeda secara massal memberikan sederet manfaat lain. Pertama, para pejabat negara lebih merakyat. Jika selama ini mereka terkesan angker karena selalu dikawal dengan sederet kendaraan bermotor yang boros bensin, dengan bersepeda, pengawalan jadi lebih sederhana. Semakin banyak pejabat dan pengusaha bersepeda, otomatis kecemburuan sosial di antara anggota masyarakat akan berkurang.

Kedua, pembangunan jalur khusus sepeda akan membuka peluang kerja baru pada pelayanan kendaraan roda dua, baik di hari libur maupun hari biasa. Pastilah bengkel sepeda, penjual sepeda, penjual aksesori sepeda, hingga pabrik sepeda akan berdiri di seluruh penjuru Indonesia untuk melayani kebutuhan pengendara sepeda.

Ketiga, mengendarai sepeda juga identik dengan gaya hidup sederhana dan bersahaja. Seorang pengendara sepeda mau tidak mau harus menyesuaikan penampilannya dengan berpakaian sederhana. Berbeda dengan pengendara mobil yang selalu berpenampilan necis, glamor, dan cenderung "jaim" (jaga image). Perbuatan korupsi juga dapat dicegah dengan membiasakan orang naik sepeda.

Untuk mewujudkan gerakan bersepeda ini, pemerintah perlu membangun jalur khusus sepeda di pinggir trotoar, namun terpisah dengan area pejalan kaki. Sementara itu, pada hari libur, jalan utama ditutup untuk kendaraan bermotor sampai batas waktu tertentu untuk para pengendara sepeda. Dengan adanya tempat khusus bersepeda, para pengendara sepeda tidak perlu merasa cemas dan khawatir akan tersenggol oleh kendaraan bermotor, seperti yang sering dirasakan para pengendara sepeda saat ini.

Jokowi telah memulai contoh yang baik ketika memimpin Jakarta. Di tengah persoalan BBM yang harus dicari solusinya, tidak ada salahnya beliau memberlakukan instruksi Gubernur DKI tentang pelarangan penggunaan kendaraan bermotor, khususnya dengan bersepeda sebagai kendaraan alternatif pada hari tertentu, agar berlaku secara nasional dan mengikat seluruh rakyat Indonesia.

Secara langsung, jika hal ini direalisasi, konsumsi BBM yang terus meningkat setiap tahun dapat dikurangi. Sebagai negara net importer BBM, bersepeda menjadi alat transportasi alternatif mengurangi konsumsi BBM.

Tentu bukan sekadar kesiapan infrastruktur bersepeda yang dibutuhkan Jokowi guna merealisasi gerakan bersepeda massal, tapi juga kerendahan hati para pejabat negara. Kebiasaan diistimewakan dan merasa istimewa membuat banyak pejabat-diperkirakan--memprotes jika disuruh menggenjot sepeda seperti yang dilakukan Jokowi setiap Jumat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar