Formasi
Kepemimpinan KPK
Joko Riyanto ; Alumnus
Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta
|
KORAN
TEMPO, 02 September 2014
Wakil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas akan mengakhiri masa
baktinya pada 10 Desember mendatang. Presiden SBY pun telah membentuk panitia
seleksi pemimpin KPK yang diketuai Menkumham untuk mencari pengganti Busyro.
Namun
ada yang berpendapat bahwa Busyro sudah tidak bisa lagi mendaftar sebagai
pimpinan KPK, karena pimpinan KPK hanya boleh menjabat untuk dua masa
jabatan. Busyro dinilai sudah menjabat selama dua periode. Periode pertama
dijalani saat menjadi ketua KPK pada 2010-2011 dan periode kedua 2011-2014.
Namun panitia seleksi calon pimpinan KPK akhirnya memutuskan Busyro bisa
kembali maju menjadi pimpinan KPK. Dari hasil pembahasan panitia, Busyro baru
menjalani satu masa jabatan, yakni selama empat tahun, meski di dua kepemimpinan,
yakni era Antasari Azhar dan Abraham Samad.
Mengubah
formasi kepemimpinan KPK saat ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati.
Formasi kepemimpinan KPK pada masa mendatang sangat bergantung pada
pemerintah baru dan DPR yang memilihnya. Calon pimpinan KPK yang dipilih
panitia dan disetujui Presiden SBY belum tentu disukai oleh Jokowi sebagai
presiden baru. Belum lagi, menghadapi jurus-jurus anggota DPR baru di Komisi
III. Penggantian satu komisioner KPK bisa jadi bumerang bagi kinerja KPK jika
proses pemilihan tersebut tidak dilakukan secara ketat. Hadirnya satu sosok
baru saat empat pemimpin KPK yang lain akan mengakhiri masa jabatan pada 2015
tentu berdampak pada kesolidan KPK.
Merujuk
pada UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, secara eksplisit tidak ada
pengaturan yang menegaskan masa jabatan jika terjadi pergantian/kekosongan
jabatan pimpinan KPK. Pasal 33 ayat (1) menyatakan, dalam hal terjadi
kekosongan pimpinan KPK, presiden mengajukan calon anggota pengganti kepada
DPR. Sedangkan Pasal 34 UU menegaskan, pimpinan KPK memegang jabatan selama
empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Karena
secara hukum tidak ditemukan rujukan yang jelas, seharusnya pertimbangan
untuk menentukan satu tahun atau empat tahun periode pimpinan KPK terpilih
didasarkan pada asas kemanfaatan publik luas, khususnya dalam pemberantasan
korupsi.
Ada
dua opsi. Pertama, biarkan formasi kepemimpinan KPK minus Busyro. Biarkan
kursi yang ditinggalkannya kosong, apalagi jika dikhawatirkan tidak dapat menemukan
sosok baru pengganti Busyro yang lebih baik. Bahkan, menurut Ketua KPK
Abraham Samad, posisi wakil ketua yang akan ditinggalkan Busyro tak terlalu
urgen untuk segera diisi karena masih ada tiga wakil. Pimpinan KPK yang lain
masih bisa menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi (Tempo.co, 27 Agustus
2014). Formasi pimpinan KPK saat ini, sebagai the dream team, meski minus
Busyro, masih dibutuhkan dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi kelas kakap.
Kedua,
membuat terobosan hukum bersama presiden, yakni mengeluarkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang untuk memperpanjang/ menunjuk langsung
Busyro dengan masa jabatan hingga Desember 2015. Pertimbangannya, selain
menghemat anggaran, soliditas dan agresivitas KPK dalam membabat koruptor
tetap terjaga. Dan, pada 2015, penggantian pimpinan KPK bisa dilakukan
serentak serta melakukan revisi UU KPK terkait dengan periode jabatan
pimpinan KPK pengganti. Ingat, perubahan formasi kepemimpinan KPK tak boleh
merusak agenda pemberantasan korupsi yang sudah berjalan baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar