Rabu, 03 September 2014

Formasi Kepemimpinan KPK

Formasi Kepemimpinan KPK

Joko Riyanto  ;   Alumnus Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta
KORAN TEMPO, 02 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas akan mengakhiri masa baktinya pada 10 Desember mendatang. Presiden SBY pun telah membentuk panitia seleksi pemimpin KPK yang diketuai Menkumham untuk mencari pengganti Busyro.

Namun ada yang berpendapat bahwa Busyro sudah tidak bisa lagi mendaftar sebagai pimpinan KPK, karena pimpinan KPK hanya boleh menjabat untuk dua masa jabatan. Busyro dinilai sudah menjabat selama dua periode. Periode pertama dijalani saat menjadi ketua KPK pada 2010-2011 dan periode kedua 2011-2014. Namun panitia seleksi calon pimpinan KPK akhirnya memutuskan Busyro bisa kembali maju menjadi pimpinan KPK. Dari hasil pembahasan panitia, Busyro baru menjalani satu masa jabatan, yakni selama empat tahun, meski di dua kepemimpinan, yakni era Antasari Azhar dan Abraham Samad.

Mengubah formasi kepemimpinan KPK saat ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati. Formasi kepemimpinan KPK pada masa mendatang sangat bergantung pada pemerintah baru dan DPR yang memilihnya. Calon pimpinan KPK yang dipilih panitia dan disetujui Presiden SBY belum tentu disukai oleh Jokowi sebagai presiden baru. Belum lagi, menghadapi jurus-jurus anggota DPR baru di Komisi III. Penggantian satu komisioner KPK bisa jadi bumerang bagi kinerja KPK jika proses pemilihan tersebut tidak dilakukan secara ketat. Hadirnya satu sosok baru saat empat pemimpin KPK yang lain akan mengakhiri masa jabatan pada 2015 tentu berdampak pada kesolidan KPK.

Merujuk pada UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, secara eksplisit tidak ada pengaturan yang menegaskan masa jabatan jika terjadi pergantian/kekosongan jabatan pimpinan KPK. Pasal 33 ayat (1) menyatakan, dalam hal terjadi kekosongan pimpinan KPK, presiden mengajukan calon anggota pengganti kepada DPR. Sedangkan Pasal 34 UU menegaskan, pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Karena secara hukum tidak ditemukan rujukan yang jelas, seharusnya pertimbangan untuk menentukan satu tahun atau empat tahun periode pimpinan KPK terpilih didasarkan pada asas kemanfaatan publik luas, khususnya dalam pemberantasan korupsi.

Ada dua opsi. Pertama, biarkan formasi kepemimpinan KPK minus Busyro. Biarkan kursi yang ditinggalkannya kosong, apalagi jika dikhawatirkan tidak dapat menemukan sosok baru pengganti Busyro yang lebih baik. Bahkan, menurut Ketua KPK Abraham Samad, posisi wakil ketua yang akan ditinggalkan Busyro tak terlalu urgen untuk segera diisi karena masih ada tiga wakil. Pimpinan KPK yang lain masih bisa menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi (Tempo.co, 27 Agustus 2014). Formasi pimpinan KPK saat ini, sebagai the dream team, meski minus Busyro, masih dibutuhkan dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi kelas kakap.

Kedua, membuat terobosan hukum bersama presiden, yakni mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk memperpanjang/ menunjuk langsung Busyro dengan masa jabatan hingga Desember 2015. Pertimbangannya, selain menghemat anggaran, soliditas dan agresivitas KPK dalam membabat koruptor tetap terjaga. Dan, pada 2015, penggantian pimpinan KPK bisa dilakukan serentak serta melakukan revisi UU KPK terkait dengan periode jabatan pimpinan KPK pengganti. Ingat, perubahan formasi kepemimpinan KPK tak boleh merusak agenda pemberantasan korupsi yang sudah berjalan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar