Selasa, 02 September 2014

Catatan Satu Tahun Kurikulum 2013

Catatan Satu Tahun Kurikulum 2013

Sudaryanto  Dosen PBSI FKIP UAD
HALUAN, 01 September 2014
                                     
                                                      

Kurikulum 2013 me­masuki masa satu tahun imple­menta­sinya di sekolah, khususnya sejak 15 Juli 2014 lalu. Dalam masa setahun itu tentu banyak hal yang dapat dievaluasi dari implementasi kurikulum pengganti Kuri­kulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu. Sekurangnya, ada tiga hal yang patut dicatat sebagai bahan evaluasi atas implementasi Kurikulum 2013, terutama bagi pihak peme­rintah dan sekolah.

Sebelumnya, mari kita membaca beberapa komentar yang dilontarkan oleh sejumlah pengamat pendidikan. Nanang Martono (Haluan, 16/7/2014) menilai, adanya ketidaksiapan dari pihak pemerintah dan sekolah dalam mengimple­mentasikan Kurikulum 2013. Ada dua sumber ketidaksiapan itu, tulis Nanang yang merupa­kan dosen sosiologi pendidikan FISIP Unsoed, yaitu distribusi buku dan pelatihan guru yang sama-sama belum merata dan selesai.

Ki Supriyoko (Kompas, 28/1/2014) dari Universitas Sarjanawijayata Tamansiswa (UST), Yogyakarta, memiliki komentar lain. Menurut doktor lulusan IKIP Jakarta (kini UNJ) bidang penelitian dan evaluasi pendidikan itu, Ku­riku­lum 2013 pantas dievaluasi, sekalipun baru diimple­mentasi­k­an di sekolah selama satu semester atau kurang dari itu. Persoalannya kini, apa-apa saja yang perlu dievaluasi dari implementasi Kurikulum 2013 di sekolah atau madrasah kita?

Model Pembelajaran dan Penilaian

Hal pertama yang dijadikan sebagai bahan evaluasi atas implementasi Kurikulum 2013 ialah model pembelajaran guru di kelas. Format pembelajaran dalam Kurikulum 2013 me­ngacu pada model pembelajaran tematik-integratif. Dalam model tersebut, semua guru dapat melakukan diskusi secara lintas mata pelajaran (mapel), baik yang terkategorikan bidang eksakta (sains) maupun bidang non-eksakta (sosial-humaniora).

Melalui model pembelajaran tematik-integratif, para guru diajak untuk berpikir secara integratif, tidak lagi parsial atau sepotong-sepotong. Berikut ini ilustrasinya. Guru Bahasa Indonesia ingin mengajarkan materi pantun, sedangkan guru Biologi ingin menyampaikan materi tanaman berkhasiat bagi manusia. Secara kasat mata, kedua materi tersebut nampaknya kurang nyambung. Tapi tunggu dulu, bagaimana jika hal ini diintegrasikan satu sama lain.

Jika merujuk model pem­belajaran tematik-integratif, guru Bahasa Indonesia dan guru Biologi berpeluang untuk berkreasi lebih jauh. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, para siswa dibimbing menulis pantun tentang tanaman berkhasiat; sementara dalam pelajaran Biologi, para siswa lebih mudah memahami jenis dan manfaat dari tanaman berkhasiat bagi manusia melalui pantun tadi. Inilah salah satu keuntungan yang dapat dipetik dari model pembelajaran tematik-integratif.

Sebetulnya, model pem­belajaran tematik-integratif bukanlah sesuatu yang baru bagi para guru, khususnya di jenjang sekolah dasar (SD). Hanya saja, selama ini, tak sedikit guru SD enggan meng­gunakannya karena berbagai alasan. Salah satunya ialah “kerepotan” mencari tema yang dapat diintegrasikan dengan tema dari mapel lainnya. Di samping itu, “kerepotan” lainnya ialah minimnya waktu untuk membaca buku referensi dan berdiskusi dengan guru mapel lainnya.

Hal kedua ialah penilaian kompetensi siswa serta pe­nulisan hasil akhir pada buku laporan belajar (rapor). Terkait model pembelajaran tematik-integratif, para guru mapel harus berdiskusi pula tentang penilaian kompetensi siswa. Meskipun bersifat tematik dan integratif, namun tiap-tiap guru mapel harus memiliki acuan/standar penilaian yang tepat. Seperti contoh di atas, siswa yang menulis pantun dengan baik akan memperoleh nilai yang baik pula.

Munculnya pendapat bahwa model pembelajaran tematik-integratif itu malah mem­bingungkan para guru dalam menyusun penilaian kom­petensi dinilai kurang tepat. Alih-alih membingungkan para guru, justru penilaian kom­petensi siswa bersifat kompleks dan terintegrasi antara satu mapel dan mapel lainnya. Dengan begitu, para orang tua/wali siswa di rumah diajak berpikir secara kompleks dan terintegrasi pula.

Format penulisan buku rapor siswa dalam Kurikulum 2013 juga berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada Kurikulum 2006, buku rapor siswa didominasi oleh angka/skor hasil belajar disertai deskripsi capaian kompetensi akademik siswa. Sementara itu, pada Kurikulum 2013, buku rapor siswa didominasi oleh narasi yang menggambar­kan seluruh capaian kompe­tensi siswa, termasuk kom­petensi akademik dan non-akademik (sikap belajar).

Kontinuitas Pelatihan Guru

Hal ketiga ialah kontinuitas pelatihan guru semua mapel. Saat ini, beberapa guru mapel tengah mengikuti pelatihan terkait implementasi Kuri­kulum 2013. Meskipun pelak­sanaan pelatihan guru itu agak meleset dari target awalnya, namun kita berharap hal itu tidak berpengaruh besar terhadap pelaksanaan Kuri­kulum 2013. Bagaimana pun, kita tetap berharap agar pelatihan guru yang sedang berlangsung dapat mendukung keberlangsungan Kurikulum 2013 di sekolah.

Asumsi yang mengatakan bahwa kunci keberhasilan pembelajaran di kelas terletak di tangan guru itu benar adanya. Tanpa guru, tak akan tercipta pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menye­nangkan (PAIKEM). Tanpa guru pula, tak akan terwujud pembelajaran yang mencerdas­kan siswa. Untuk itu, guru yang aktif, kreatif, dan men­yenangkan, serta mencer­daskan siswa, dapat dihasilkan dari pelatihan-pelatihan guru secara kontinu.

Selama ini, jujur saja, pelatihan guru dari pemerintah dilaksanakan berdasarkan tuntutan kurikulum belaka. Misalnya, saat-saat pemberla­kuan Kurikulum 2006, para guru disibukkan dengan pela­tihan implementasi Kurikulum 2006. Setelah itu, nyaris tak ada lagi pelatihan guru dari pemerintah. Kondisi itu be­rulang pada saat-saat pem­berlakuan Kurikulum 2013. Alhasil, kemampuan guru kita tidak maksimal dan cenderung parsial atau setengah-setengah.

Akhirnya, melalui artikel ini, penulis ingin menghimbau agar pihak pemerintah dalam hal ini Kemdikbud dan sekolah dapat lebih siap dalam melak­sana­kan Kurikulum 2013. Tanpa persiapan yang matang dan didukung oleh semua pihak, saya kira, keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 hanya mimpi di siang bolong. Untuk itu, tiga hal yang telah disinggung di atas pantas diperhatikan secara saksama oleh semua pihak. Nah. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar