Audit
Rekam Jejak Polisi
Herie Purwanto ;
Kasatbinmas
Polres Pekalongan Kota, Aktif dalam kajian hukum di Fakultas Hukum
Universitas Pekalongan (Unikal)
|
SUARA
MERDEKA, 18 September 2014
Anggota
Kompolnas, Hamidah Abdurahman mengaku kecewa berkait penanganan kasus pungli
di Jembatan Comal Kabupaten Pemalang yang melibatkan beberapa polisi. (SM, 13/9/14). Mengingat Polda Jateng
hanya menerapkan hukum pelanggaran disiplin maka sanksi bagi personel itu pun
relatif ringan, tidak berefek menjerakan.
Membandingkan
dengan pemberitaan kasus itu di media cetak dan elektronik, baik lokal maupun
nasional, boleh jadi ungkapan anggota Kompolnas tersebut bisa kita terima.
Artinya, masyarakat menunggu-nunggu penyelesaian hukum kasus tersebut. Bila
akhirnya pelaku hanya dikenai hukuman disiplin, itu menjadi antiklimaks.
Apakah sanksi hukuman disiplin tak menghadirkan efek jera bagi pelaku?
Memang
benar mengingat hukuman itu biasanya berupa teguran, penempatan di tempat
khusus paling lama 21 hari, ditambah penundaan kenaikan pangkat, gaji
berkala, dan untuk bisa mengikuti pendidikan lanjutan. Tapi penjatuhan
hukuman disiplin tak menghapus unsur pidana. Artinya, bila pelanggaran itu
memenuhi unsur tindak pidana maka kendati sudah dijatuhi hukuman disiplin,
polisi itu tetap bisa diproses lewat peradilan umum.
Bahkan
bila memungkinkan, bisa dilaksanakan sidang kode etik yang berakhir dengan
penghentian secara tidak hormat atau dipecat. Mekanisme penjatuhan hukuman
bagi anggota polisi melalui tiga jalur itu, sejatinya sangatlah berat. Dari
hukuman badan hingga penundaan beberapa hak sampai pada pemecatan, mengandung
filosofi bahwa Polri tak ingin melindungi anggotanya yang bersalah,
mencederai nama baik korps. Pasalnya hal itu sangat bertalian dengan
kepercayaan (trust). Karena itu, perlu pertimbangan-pertimbangan tertentu
untuk menentukan apakah kesalahan yang dilakukan polisi itu harus
diselesaikan melalui tiga jalur tadi sekaligus, atau hanya secara alternatif.
Catatan Buruk Memang tak mudah memenuhi rasa keadilan semua pihak.
Dalam
konteks pemberian efek jera dan menghindari skeptisme atas penjatuhan hukuman
disiplin terhadap polisi yang diduga melanggar disiplin dan memenuhi unsur
pidana maka solusinya adalah pemberian sanksi sosial. Stigma itu melekat dan
berpengaruh pada karier polisi itu, mengingat untuk bisa menduduki jabatan
tertentu dia harus menjalani audit track record.
Perlunya
audit rekam jejak untuk bisa menduduki jabatan tertentu, sejalan dengan
wacana yang dikembangkan Mabes Polri pascapenangkapan AKBP Idha, yang diduga
terlibat jaringan narkoba internasional. Meskipun belakangan ini dia
dinyatakan ditahan berkait pasal penghilangan barang bukti. Jabatan Idha
sebagai kepala sub direktorat di Kalimantan Barat, dinilai tidak semestinya
disandangnya, mengingat ia punya catatan buruk sepanjang kariernya. Catatan
buruk itu ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan sehingga ia bisa menjadi
kepala sub direktorat di polda yang seharusnya ditempati polisi yang memiliki
kompetensi, berdedikasi dan berloyalitas baik.
Dengan
paradigma seperti itu, pada masa mendatang di Polri tak boleh ada lagi posisi
yang diisi anggota bermasalah. Proses penjenjangan jabatan harus melalui uji
kelayakan dengan memperhatikan catatan baik-buruknya. Prosedur itu sangat
mungkin dilaksanakan mengingat kebijakan Polri ke depan adalah ingin
menampilkan figur polisi yang dicintai rakyat.
Polisi
yang dicintai rakyat tentu harus mendasarkan variabel yang signifikan berkait
kepercayaan dan faktor itu dapat terbangun bila calon pejabat polisi tersebut
bersih dari permasalahan hukum. Penjatuhan hukuman disiplin tetap bisa
menjadi pintu masuk memunculkan efek jera, ketika apa yang dia lakukan, yang
dia terima sebagai bentuk hukuman, tercatat dengan baik dan terus melekat
pada dirinya. Hukum alam akan menyeleksi, hanya polisi berintegritas dan
berprestasi yang pantas menerima jabatan. Sebaliknya, yang pernah melanggar
bakal tersisih. Begitu seharusnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar