Akhlak
Pemimpin Publik
Biyanto ;
Dosen
UIN Sunan Ampel;
Ketua
Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
|
KORAN
SINDO, 19 September 2014
Publik tentu masih ingat ilustrasi Amien Rais
tentang Perang Badar saat menjelang pilpres lalu. Saat situasi politik sedang
memanas akibat dukung-mendukung pasangan Prabowo-Hatta dan Joko Widodo
(Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), tokoh reformasi itu mengatakan bahwa ada partai
politik tertentu yang berperilaku laksana pasukan yang turut berperang dalam
Perang Badar, tetapi bertujuan untuk memperoleh harta rampasan perang.
Analogi Perang Badar di tengah suasana
politik yang memanas saat itu kemudian memicu kontroversi karena dianggap
telah membawa ihwal yang bersifat primordial yakni agama dalam konteks
pilpres yang notabene termasuk ranah politik. Kritik berbagai kalangan
terhadap ilustrasi Amien Rais pun bertubi-tubi. Itu dapat dipahami karena
Amien Rais adalah pendukung utama Prabowo-Hatta. Apalagi Perang Badar
merupakan jihad suci yang melibatkan Rasulullah dan para sahabat.
Di luar perdebatan yang muncul akibat
analogi Amien Rais tersebut, para pemimpin publik negeri ini sejatinya dapat
mengambil pelajaran tentang kepemimpinan Rasulullah dalam Perang Badar.
Apalagi jika para pemimpin becermin pada kondisi yang dihadapi bangsa ini,
terutama saat memasuki transisi kepemimpinan nasional pascapilpres.
Persaingan dan dukung-mendukung capres kini sudah usai. Yang dibutuhkan
adalah semangat kebersamaan untuk membangun bangsa. Untuk itulah, para
pemimpin perlu meneladani Rasul dan para sahabat tatkala menghadapi situasi
yang sangat sulit waktu Perang Badar.
Dikisahkan bahwa pada Ramadan tahun kedua
Hijriah, Nabi Muhammad memimpin pasukan yang berkekuatan 305 orang dengan 70
kendaraan unta. Dengan sarana transportasi yang terbatas, Nabi dan pasukannya
bergerak meninggalkan Madinah menuju Badar. Jarak perjalanan antara Madinah
dan Badar diperkirakan 150 kilometer. Mengingat sulitnya medan dan
terbatasnya sarana transportasi, setiap ekor unta dinaiki tiga atau empat
orang secara bergantian. Nabi pun mendapatkan bagian yang sama dengan sahabat
lain. Selama perjalanan para sahabat beberapa kali menawari Nabi dengan
kendaraan khusus satu ekor unta. Tetapi, tawaran itu ditolak Nabi dengan
alasan bahwa pada masa sulit yang dibutuhkan adalah kebersamaan.
Rasanya inilah teladan yang perlu dijadikan
spirit bagi setiap pemimpin dan pejabat publik. Pemenang pilpres, Jokowi-JK,
yang sedang menunggu pelantikan sebagai presiden dan wakil presiden perlu
mengambil pelajaran dari keteladanan Nabi tatkala beliau memimpin pasukan
dalam Perang Badar. Pasangan Jokowi-JK harus meneladani perilaku Nabi
Muhammad yang menunjukkan satunya kata dengan perbuatan. Nabi jelas sekali
menunjukkan bahwa tidak sepantasnya seorang pemimpin meminta fasilitas saat
rakyat sedang menghadapi kesulitan.
Itu dilakukan Nabi dengan tulus untuk
membangun kebersamaan, bukan sekadar pencitraan. Bandingkan dengan realitas
di negeri ini, terutama saat terjadi pergantian kepemimpinan kepala daerah.
Juga saat pergantian anggota legislatif provinsi dan kabupaten/kota. Mereka
umumnya meminta fasilitas yang serbabaru, termasuk mobil dinas yang mewah.
Padahal mobil dinas yang lama masih layak pakai. Tentu saja perilaku demikian
tidak menunjukkan sikap yang berempati pada rakyat.
Dalam Perang Badar juga diungkapkan betapa
penting dukungan rakyat pada pemimpin yang mau berjuang untuk kepentingan
masa depan bangsa. Dikisahkan bahwa tatkala pasukan muslim telah berhadapan
dengan pasukan Quraisy yang berkekuatan hampir 1000 orang dengan fasilitas
transportasi unta yang berlimpah, Nabi sempat meminta pendapat pada sahabat.
Beliau berseru dengan suara yang bergetar; ”Wahai para sahabat, berikanlah
padaku saran dan pertimbangan. Apakah kita terus maju melawan pasukan Quraisy
atau sebaliknya?” Seorang sahabat dari golongan Muhajirin bernama Miqdad bin
Amir maju seraya berkata; ”Rasulullah, teruskan apa yang diperintahkan Allah.
Kami akan tetap berjuang bersama tuan.
Kami tidak akan bersikap seperti Bani
Israil pada Nabi Musa yang mengatakan; Pergilah kamu sendiri bersama Tuhanmu
dan berperanglah.” Komitmen serupa juga ditegaskan Saad bin Muadz dari
golongan Anshar. Dukungan para sahabat terhadap Nabi ini penting dijadikan teladan
bagi rakyat. Itu berarti semua elemen bangsa harus memberikan dukungan pada
pemimpin yang telah dipilih rakyat melalui jalan demokrasi dengan segala
kekurangannya. Syaratnya, pemimpin itu benar-benar berjuang untuk kepentingan
rakyat. Sebaliknya, kita harus mengingatkan pemimpin yang hanya berjuang
untuk keluarga, kelompok, dan partai pendukungnya.
Karena itu, kita harus mengapresiasi
gagasan Jokowi yang menghendaki anggota kabinetnya menanggalkan jabatan di
partai politik. Sayang sekali, gagasan segar Jokowi itu sempat ditolak partai
pendukungnya. Padahal gagasan itu penting untuk meningkatkan kinerja menteri
sehingga benar-benar total bekerja sebagai pelayan rakyat. Dengan bermodalkan
dukungan yang kuat dari para sahabat, Nabi memimpin Perang Badar dengan penuh
opti-misme. Untuk menguatkan keyakinan dalam berjuang, sejenak Nabi
menghadapkan wajah ke kiblat guna bermohon pada Allah agar diberi
pertolongan.
Setelah merasa yakin doanya dikabulkan
Allah, Nabi dan para sahabat maju ke medan laga dengan semangat berlipat.
Dengan perjuangan dan bantuan Allah, Nabi dan para sahabat berhasil
menaklukkan pasukan Quraisy yang berjumlah tiga kali lipat dari pasukan muslim
(QS Al-Anfal : 9). Peristiwa dalam Perang Badar memberikan pelajaran bahwa
untuk mengatasi problem yang dihadapi, yang harus dilakukan pemimpin adalah
selalu mendekatkan diri pada Tuhan. Kedekatan pada Tuhan ini penting karena
dapat memberikan keyakinan dan energi yang luar biasa untuk keluar dari
berbagai persoalan.
Bukankah saat ini kita sedang menghadapi
berbagai persoalan sosial, budaya, hukum, ekonomi, dan politik yang tidak
ringan? Jika kita tidak berhasil mengatasi problem tersebut, bangsa ini pasti
akan berpotensi menjadi negara gagal (failed
state). Karena itulah, kita berharap pemimpin publik negeri ini mengambil
pelajaran dari akhlak Rasulullah tatkala memimpin Perang Badar. Semoga
Jokowi- JK dapat membentuk pemerintahan baru dengan semangat mengabdi demi
masa depan bangsa yang lebih berdaulat dan bermartabat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar