Visi
Politik Luar Negeri
Chusnan Maghribi ;
Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
|
SUARA
MERDEKA, 04 Juli 2014
DALAM
debat calon presiden (capres) dengan tema ’’Politik
Internasional dan Ketahanan Nasional’’ (22/6/14), dua capres, yaitu
Prabowo Subijanto dan Joko Widodo (Jokowi) sama-sama menegaskan pada intinya
hendak menjalankan politik luar negeri bebas aktif guna memenuhi kepentingan
nasional, bila mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin republik ini. Mana
yang lebih objektif dan paking realistis visi politik luar negeri dua capres
tersebut?
Andai
pertanyaan ini saya tujukan kepada dua kubu yang bertarung, pastilah
masing-masing mengklaim visi politik luar negerinya yang lebih objektif dan
paling realistis. Namun, apabila yang menjawab adalah pihak luar yang relatif
independen, mengerti dan memahami (ilmu) hubungan internasional, niscaya
jawabannya, selain mendasarkan pada pertimbangan realitas kekinian, baik
dalam konteks politik domestik maupun politik internasional, juga mengaitkan
dengan pertimbangan keilmuan. Berdasarkan realitas politik dalam negeri dan
global kontemporer, dua capres samasama mengungkapkan visi politik luar
negeri yang objektif dan realistis. Baik Prabowo maupun Jokowi sama-sama
menyatakan ingin bekerja maksimal untuk pencapaian kepentingan nasional,
semisal meningkatkan volume dan nilai ekspor serta arus masuk investasi asing
di Indonesia.
Selain
itu, berjanji serius menangani masalah wilayah-wilayah perbatasan dengan
negara-negara tetangga dan siap memegang komitmen melindungi seluruh TKI di
luar negeri. Termasuk, memperkuat pertahanan dan ketahanan nasional supaya
sanggup mengantisipasi dan mengatasi ancaman yang datang dari luar dan dalam
negeri. Kedua capres mencoba meyakinkan kepada publik bahwa siap menangani
semua masalah itu serius apabiladiberi mandat oleh rakyat untuk memimpin
negeri ini lima tahun ke depan. Namun, dalam penyampaian pendapat mengenai
isu per isu, terutama dalam sesi tanya jawab, baik antara moderator dan dua
capres, maupun antardua capres, cukup jelas pengungkapan atau penyampaian
pendapat Prabowo Subijanto terlihat lebih ilmiah. Tekankan Kesetaraan Misal,
pendapatnya tentang penting dan perlunya menjalankan prinsip good neighbors policy dalam menjalin
hubungan dengan seluruh negara tetangga dan ’’seribu kawan terlalu sedikit dan satu musuh terlampau banyak’’ membuktikan
pengungkapan pendapatnya, selain didukung fakta empiris juga referensi
ilmiah.
Kedua konsep tersebut terdapat dalam kajian ilmu hubungan
internasional. Pendapat tersebut juga memberi pesan bahwa tim pakar hubungan
internasional capres nomor urut 1 tersebut diisi oleh kalangan ahli yang
cukup memahami (ilmu) hubungan internasional. Memberi pesan pula kepada seluruh
negara bangsa di dunia, andai Prabowo memenangi pilpres 9 Juli mendatang,
negara-negara luar tak perlu merisaukan kebijakan luar negerinya karena nanti
jelas dan tegas akan menekankan perdamaian, kemanusiaan, persahabatan,
kemitraan dan kesetaraan.
Pemerintahan
Prabowo tak akan menjalankan kebijakan (politik) luar negeri antagonistik.
Pesan singkatnya adalah dalam debat pada 22 Juni lalu Prabowo cukup menguasai
topik berkait visi hubungan internasional. Bekal penguasaan ilmu maupun
isu-isu mutakhir hubungan internasionalnya cukup memadai.
Sebaliknya, jawaban
Jokowi atas pertanyaan Prabowo mengenai peran Indonesia di World Trade
Organization (WTO) ataupun dalam penyelesaian konflik tertorial di perairan
Laut Tiongkok Selatan yang melibatkan Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Filipina,
Malaysia dan Brunei Darussalam, bisa dianggap tidak cukup memuaskan kalangan
yang mengerti dan memahami ilmu hubungan internasional. Jadi, simpulan
akhirnya visi politik luar negeri Prabowo terlihat lebih objektif dan
realistis ketimbang visi politik luar negerinya Jokowi. Masalahnya bagi
Prabowo tentu, apakah visinya yang lebih objektif dan paling realistis itu
bisa berlanjut dengan implementasi nyata lantaran dia menang? Kita harus
menunggunya semasa ia menjalankan mandat yang diterimanya dari rakyat. Lain
halnya bila harus terhenti karena kalah dalam pilpres. Kita tunggu saja hasil
akhir pilpres 9 Juli mendatang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar