Teknologi
dan Politik
Dinna
Wisnu ; Co-Founder &
Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi,
Universitas Paramadina
|
KORAN
SINDO, 02 Juli 2014
Globalisasi, pasar bebas, dan kapitalisme adalah sebuah fenomena yang
sungguh revolusioner dalam sejarah manusia.
Sejak Revolusi Industri pada awal Abad Ke-19, manusia telah mencapai
lompatan sejarah yang sangat jauh dibandingkan dengan periode perkembangan
manusia ratusan tahun sebelumnya. Salah satu bentuknya adalah kemajuan
teknologi dan transportasi. Teknologi mampu membuat proses produksi dilakukan
di tempat yang terpisah hingga jarak ribuan kilometer pada saat bersamaan dan
kemudian hasilnya disatukan menjadi produk andalan. Semuanya karena
kecanggihan sistem transportasi yang lebih cepat, lebih bisa diandalkan, dan
aman.
Kita dapat mengambil contoh proses produksi kendaraan roda empat. Dalam
proses produksi kendaraan roda empat, pembagian kerja dilakukan secara
regional. Dalam kasus ini, Thailand adalah pusat dari produksi mobil di Asia
Tenggara yang bertugas untuk membuat dan memenuhi permintaan kendaraan
negaranegara di Asia Tenggara. Produksi mobil di Thailand sangat tergantung
pada ratusan ribu perusahaan pemasok onderdil yang berasal dari dalam dan
luar negeri. Ratusan ribu pemasok saling berkompetisi satu sama lain untuk
menjadi pemasok utama.
Merek yang menjadi pemenangnya tidak lantas berdiam diri karena para
pemilik merek seperti Toyota, Nissan, Mitsubishi, dan lainnya terus menuntut
kualitas, kuantitas, dan waktu pengiriman barang yang makin cepat dan murah.
Permintaan pasar yang tinggi membuat mereka bekerja sesuai dengan waktu dan
jadwal yang ketat. Pengaturan ini dilakukan lewat inovasi teknologi, sumber
daya manusia yang andal dengan mengandalkan infrastruktur transportasi yang
baik. Inovasi ini mampu mengurangi kebutuhan akan tempat penyimpanan suku
cadang sehingga secara hitungan ekonomi bisa lebih efisien dan efektif.
Hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan bila tidak ada inovasi
teknologi, infrastruktur, dan kapasitas sumber daya manusia dalam industri
kita. Kini produsen kendaraan tidak lagi pusing dengan masalah lokasi pabrik
dan besaran lahan produksi. Prioritas mereka adalah dapat membangun pabrik
perakitan sedekat mungkin dengan pasar. Saat ini para pemegang lisensi dan
teknologi kendaraan mengincar negara-negara ASEAN karena saat ini ASEAN dan
Asia adalah pasar yang sangat potensial karena pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan semakin tebalnya lapisan kelas menengah yang haus akan
barang-barang konsumtif.
Tujuan akhirnya adalah menjual mobil yang berkualitas sebanyak-
banyaknya dengan harga yang semurah-murahnya agar dapat memenangi persaingan.
Awalnya banyak pihak yang berpikir bahwa krisis politik di Thailand akan
membuka peluang Indonesia menjadi negara eksportir mobil terbesar di Asia
Tenggara, menggantikan Thailand, namun para investor tampaknya masih ragu
bahwa infrastruktur dan jaringan pemasok di Indonesia mampu melebihi
kemampuan Thailand. Krisis Thailand tidak ada hubungannya dengan meningkatnya
daya saing Indonesia.
Kemungkinan yang terjadi justru Indonesia memang mungkin akan menjadi
produsen mobil terbesar, namun hanya sebagai pemain domestik yang memenuhi
pasar dalam negeri, sementara produsen mobil ekspor negaranegara Asia
Tenggara tetap dipegang oleh Thailand. Di sini dapat disaksikan inovasi
teknologi jelas terkait dengan strategi ekspansi politikekonomi sebuah
negara. Negara- negara yang mengandalkan sumber daya manusianya sebagai
keunggulan komparatif seperti Eropa, Amerika, Jepang, China, atau India mampu
menaklukkan pasar luar negeri dengan kemajuan teknologi mereka.
Sumber daya manusia mereka digembleng, bahkan disubsidi sedemikian
rupa, supaya bisa berangkat dan belajar sebanyak-banyaknya dari lembaga-
lembaga pendidikan di luar negeri, misalnya di bidang logistik, manajemen
bisnis, ilmu rekayasa (teknik) dan teknologi industri. Tantangan untuk China
atau India saat ini, dan tantangan ini juga dihadapi oleh Indonesia, adalah
mendorong lebih banyak dana pemerintah untuk diarahkan bagi penelitian yang
mendorong produksi barang-barang konsumen secara massal. Tetapi, pengembangan
industri tidak bisa berhenti di situ.
Jika belajar dari pengalaman Inggris dan Belanda, keduanya adalah
negara yang mampu memproduksi kapal-kapal laut yang mampu menjelajahi samudra
yang jauh jarak dan penuh tantangan iklim. Artinya, kecanggihan teknologi
untuk memproduksi barang-barang konsumen juga perlu dilengkapi dengan
teknologi alat-alat pengangkut dan kesiapan pelabuhan yang memadai. Dengan
modal seperti itulah kedua negara ini dikenal sebagai penguasa samudra,
bahkan sampai bisa menduduki sejumlah kerajaan dan kota di Asia.
Dulu, bangsa Eropa tergolong canggih dalam hal persenjataan dan amunisi
yang membuat mereka dapat menduduki daratan Afrika. Namun, musuh mereka yang
paling berat bukanlah penduduk lokal, tetapi penyakit malaria. Di situ mereka
tekun mengembangkan teknologi medis sampai akhirnya mereka menemukan vaksin
yang membuat tubuh mereka menjadi kuat dan mampu menjajah negara-negara
koloni. Dalam kasus yang terakhir, kini kita menyaksikan betapa China dan
negara-negara Eropa sedang berkompetisi dalam perdagangan panel surya.
Panel surya adalah alternatif teknologi penghasil energi yang dianggap
ramah lingkungan. Saat ini negara-negara Eropa yang selama ini banyak
memproduksi panel surya mulai terdesak oleh produk-produk China yang lebih
murah. Eropa menuduh China melakukan politik dumping dan memberi subsidi
kepada sejumlah produsen solar panel. Hal ini tidak menggentarkan China. Dari
sejumlah cerita di atas, kita dapat menilai kualitas debat calon wakil
presiden Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla pekan lalu.
Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa inovasi teknologi sangat terkait
dengan politik dagang dan pembangunan sebuah negara. Kedua hal ini luput
dibahas dalam debat. Inovasi teknologi adalah perjuangan untuk dapat
menduduki posisi rantai tertinggi dalam rantai produksi global, artinya
tampil dengan sektor unggulan yang memiliki nilai tambah (value added ) lebih
besar dibandingkan negara-negara lain. Mustahil kita sekadar berandai-andai
bahwa akan ada kecukupan sumber daya manusia, insentif penggunaan teknologi
canggih atau kesiapan alat angkut dan sistem logistik di pelabuhan jika tak
satu pun kebijakan kita sekarang mengarah pada perbaikan yang spesifik.
Harus ada langkah konkret yang langsung bisa diterapkan dan hal ini,
sekali lagi, tidak lepas dari politik dagang dan pembangunan yang akan
diterapkan oleh pemimpin yang baru. Presiden dan wakil presiden baru akan
ditentukan satu minggu dari hari ini. Tugas pokok mereka saat ini adalah
menyinergiskan seluruh fokus perhatian mereka di dalam bidang ekonomi,
politik luar negeri, ketenagakerjaan, dan sebagainya dalam bentuk strategi
kebijakan yang andal.
Hanya dengan demikian mereka bisa mempertahankan visi-misinya, bahkan
di tengah tekanan penolakan yang mungkin saja muncul dari parlemen atau
pemangku kepentingan tertentu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar