Takzim
untuk Jokowi-JK
Pesantren
dan Hari Santri Nasional
Zulkifli Al-Humami ; Master sosiologi Universitas Indonesia,
Alumnus Pondok Pesantren Maskumambang Gresik, Jawa Timur
|
MEDIA
INDONESIA, 07 Juli 2014
SUNGGUH
beruntung, bangsa Indonesia memiliki dua jenis pendidikan: (1) pendidikan
umum dan (2) pendidikan Islam dalam wujud pesantren dan madrasah. Pendidikan
madrasah dan pesantren merupakan bagian integral dari sistem pendidikan
nasional sebagaimana tertuang di dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Basis legal itu merupakan pengakuan nyata bahwa
pesantren dan madrasah merupakan tumpuan bagi kalangan muslim Indonesia untuk
mendapat layanan pendidikan Islam sesuai dengan aspirasi mereka, sekaligus
mengekspresikan identitas budaya Islam.
Secara
sosiologis-historis, pesantren dan madrasah berperan sangat penting dan
strategis dalam pengembangan masyarakat Islam khususnya dan pembangunan
bangsa pada umumnya. Pesantren dan madrasah merupakan lembaga pendidikan
Islam yang menjadi simbol dan khazanah kebudayaan Islam, yang berakar kuat di
dalam masyarakat Indonesia. Sarjana Belanda yang sangat masyhur, BJ Boland,
dalam karyanya berjudul The Struggle of
Islam in Modern Indonesia (1971) merekam dengan sangat jelas betapa
pesantren dan madrasah telah mendapat pengakuan dari pemerintah yang
termaktub di dalam dokumen Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengakuan
itu berbunyi:
`Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya
adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang
sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula
mendapat perhatian dan bantuan yang nyata dari pemerintah. Oleh karena lembaga
pendidikan ini memberikan pendidikan agama Islam, maka ia dimasukkan ke dalam
Departemen Agama'.
Kontribusi pesantren madrasah
Lembaga
pendidikan Islam yang mencakup pesantren dan madrasah berjumlah sangat
banyak. Di seluruh Indonesia, terdapat sebanyak 27.233 ribu pesantren dengan
jumlah santri mencapai sekitar 3,7 juta orang, dan madrasah (ibtidaiah, sanawiah, aliah) sebanyak
44.979 lembaga dengan murid mencapai sekitar 8 juta orang. Selain itu, masih
terdapat pula sebanyak 68,471 madrasah diniah dengan murid sekitar 4,2 juta
anak dan sebanyak 136,333 taman pendidikan Alquran yang menghimpun sebanyak
8,256,127 murid (Kemenag 2014).
Saksikan,
melalui pesantren dan madrasah, umat Islam dapat menempuh pendidikan dan
mendalami ajaran Islam, serta merintis jalan kultural yang dapat mendorong
proses mobilitas sosial. Kontribusi pesantren dan madrasah dalam pengembangan
masyarakat Islam dilaksanakan melalui layanan pendidikan yang menjangkau
semua lapisan masyarakat. Sejak dekade 1970-an, sudah bermunculan sarjanasarjana
muslim yang berasal dari keluarga berlatar belakang pendidikan madrasah dan
pesantren, yang mengambil peran strategis dalam pembangunan bangsa. Para
sarjana muslim yang menekuni berbagai bidang profesi tersebut memberi
kontribusi yang signifikan pada proses transformasi sosial di dalam masyarakat.
Pesantren
dan Madrasah adalah lembaga pendidikan milik masyarakat, berbasis di
komunitas muslim terutama di wilayah perdesaan. Sebagian besar pesantren dan
madrasah berlokasi di daerah-daerah yang belum berkembang dan secara
sosial-ekonomi masih tertinggal. Tak mengherankan anak-anak yang menempuh
pendidikan di pesantren dan madrasah kebanyakan berasal dari keluarga kurang
mampu. Pada umumnya, pesantren dan madrasah memang memberikan pelayanan
pendidikan bagi masyarakat berkemampuan ekonomi lemah.
Bagi
masyarakat ekonomi lemah, madrasah merupakan pilihan yang tersedia untuk
dapat menempuh pendidikan mulai dari jenjang ibtidaiah, sanawiah, dan aliah.
Meskipun demikian, ada juga madrasahmadrasah yang sudah sangat maju dan
modern dengan prestasi bagus, bahkan mampu bersaing dengan sekolah-sekolah
umum. Sebagai lembaga pendidikan Islam berbasis masyarakat, mayoritas
madrasah (90%) berstatus swasta dan hanya sedikit (10%) yang berstatus
negeri.
Kendala dan masalah
Namun,
selama ini pesantren dan madrasah tampaknya kurang mendapat perhatian yang
memadai dari pemerintah. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan pemberdayaan
pesantren dan madrasah agar lebih optimal dalam memberikan layanan pendidikan
bagi masyarakat. Apalagi pesantren dan madrasah menghadapi berbagai kendala
dan masalah yang menjadi akar tunjang rendahnya kualitas pendidikan Islam.
Masalah yang dihadapi lembaga pendidikan Islam antara lain jumlah guru dengan
kompetensi tinggi belum mencukupi, rata-rata prestasi siswa madrasah dalam
penguasaan mata pelajaran umum belum baik, sarana-prasarana (gedung, ruang
kelas) terbatas, fasilitas pendidikan (laboratorium, media pembelajaran,
perpustakaan, koleksi buku) belum tersedia merata, program/kegiatan yang berorientasi
pada pengembangan kecakapan hidup (life
skills) belum menjadi prioritas, dan manajemen madrasah dan pesantren
belum efektif.
Penting
pula dicatat, salah satu masalah manajemen madrasah adalah sistem pengelolaan
madrasah yang masih vertikal, langsung di bawah Kementerian Agama.
Pengelolaan madrasah yang berada dalam kendali pemerintah pusat ini telah
memunculkan keengganan pemerintah daerah untuk membantu madrasah. Banyak
sumber daya (finansial dan nonfinansial) daerah yang tersedia tidak dapat diakses
madrasah karena kendala peraturan dalam administrasi pemerintahan daerah.
Meskipun demikian, di beberapa daerah seperti Provinsi Jawa Barat, Jawa
Timur, dan Sumatra Selatan, pemerintah daerah tetap bisa memberi bantuan
dalam bentuk block grant kepada madrasah-madrasah
swasta untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah.
Langkah kebijakan
Dalam
upaya meningkatkan kualitas pendidikan madrasah dan pesantren perlu dibuat
kebijakan-kebijakan strategis. Pertama, penyediaan saranaprasarana dan
fasilitas pendidikan, peningkatan kualifi kasi dan kompetensi guru-guru
madrasah yang mengajar mata pelajaran agama dan umum, pelatihan berkala bagi
kepala madrasah dan pengawas untuk pengembangan kapasitas dalam pengelolaan
madrasah.
Kedua,
mengalokasikan sumber daya finansial secara proporsional kepada madrasah
sesuai dengan kontribusinya dalam layanan pendidikan. Ketiga, memperkuat
madrasah swasta melalui pemberian block
grant, disertai langkah pemberdayaan yayasan-yayasan sosial keagamaan
penyelenggara dan penyedia layanan pendidikan madrasah. Keempat, memikirkan
ulang tata kelola madrasah dalam konteks desentralisasi pendidikan. Hal itu
bertujuan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya finansial terutama yang
tersedia di daerah.
Dalam
konteks ini, pemikiran Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, ‘Madrasah
sebaiknya tidak lagi di bawah Kemenag dan diserahkan ke pemerintah daerah’ (Detik.com, 18/6/14) layak
didiskusikan. Kelima, menyediakan guru-guru berkompeten yang mememenuhi kualifikasi
akademik S-1/D-4 untuk mengajar mata pelajaran umum di pesantren. Keenam,
memfasilitasi mudarris dan mu’allim (pendidik) di pesantren untuk
menempuh pendidikan lanjutan di UIN/IAIN dalam rangka meningkatkan pengetahuan
pedagogi dan penguasaan materi untuk mata pelajaran yang relevan.
Ketujuh,
memperkaya pendidikan pesantren dengan program life skills agar para santri memiliki bekal kecakapan hidup dan
pemecahan masalah dalam praktik kehidupan riil. Kedelapan, memfasilitasi
pesantren dalam pengembangan jaringan untuk menggali sumber daya dan
alternatif pembiayaan yang dapat dimanfaatkan dalam peningkatan mutu
pendidikan pesantren.
Hari santri nasional
Mengingat
sedemikian besar kontribusi pesantren dan madrasah dalam pembangunan
pendidikan nasional, rencana Jokowi-JK untuk menetapkan 1 Muharam menjadi
hari santri nasional layak diapresiasi. Rencana itu dapat dimaknai sebagai
upaya mengangkat pesantren dan menempatkannya pada posisi terhormat dalam
konteks pembangunan pendidikan Islam.
Sikap penghormatan
ini kemudian diikuti dengan langkah nyata untuk memberdayakan pesantren
dengan memberi perlakuan setara dengan lembaga-lembaga pendidikan umum yang
lain.
Itu
berkonsekuensi pada alokasi sumber daya finansial untuk memajukan pendidikan
Islam sehingga pesantren dan madrasah dapat berkompetisi dalam melahirkan
lulusan-lulusan yang berkualitas. Untuk dapat membangun masyarakat Islam
terdidik, maju, dan modern, harus dimulai dengan membangun pendidikan Islam
yang berkualitas. Untuk rencana mulia itu, takzim setinggi-tingginya dari
para santri, mudarris, dan mu’allim yang berkhidmat di pesantren
untuk Jokowi-JK! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar