Selasa, 08 Juli 2014

Pesantren dan Kesadaran Kritis Kaum Santri

            Pesantren dan Kesadaran Kritis Kaum Santri

Ahmad Baedowi  ;  Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA,  07 Juli 2014
                                                


SAYA kira ada kecemburuan dan `kecolongan' luar biasa dari Fahri Hamzah dengan koalisi merah putih yang belum tentu bersih itu terhadap gagasan hari santri nasional yang diamini Joko Widodo. Jika tak ada perasaan cemburu, mana mungkin Fahri Hamzah menggunakan kata `sinting' dalam mengomentari rencana tersebut. Keruan saja kehebohan muncul karena tak sedikit santri dan pesantren yang marah terhadap tweet-nya Fahri meskipun, menurutnya, secara bahasa ia tak bermaksud menyebut santri sebagai sinting!

Momentum hari santri nasional saya perkirakan akan menjadi momentum bangkitnya kesadaran kritis para santri yang selama ini seperti tertidur. Itu akan menjadi tradisi yang baik (al-muhafazah 'ala al-qadim al-salih), terutama sebagai penghargaan kita terhadap upaya yang telah dilakukan para kiai di seluruh negeri untuk mempertahankan tradisi (pendidikan) Islam yang baik. Namun, menurut hemat saya, mempertahankan tradisi yang baik saja belumlah cukup tanpa ada kemampuan menganalisis kondisi aktual saat ini. Tradisi yang baik tetapi beku tentu bukan merupakan solusi yang menjanjikan bagi masa depan pendidikan Islam di pondok pesantren.

Karena itu, diperlukan keberanian dan terobosan yang inovatif dari lingkungan pondok pesantren, terutama mengenai posisi pondok pesantren dalam mempertahankan dan menjaga keutuhan NKRI. Harus ada semacam keberanian untuk keluar dari ‘tradisi’ yang seolah-olah tak bisa ditafsirkan kembali ke dalam konteks kekinian. Itulah sebabnya mengapa penerjemahan tradisi (pendidikan) Islam ke arah dan agar menjadi sesuatu yang baharu dan memberi harapan (al-akhdz bi al-jadid al-aslah) sangat diperlukan, termasuk dari para tokoh di lingkungan pondok pesantren.

Bagi tradisi pendidikan pesantren di Indonesia, rasarasanya tiada zaman yang lebih menantang daripada zaman sekarang ini, ketika polarisasi kehidupan umat Islam Indonesia ditandai dengan begitu banyak masalah. Beberapa kejadian terakhir di Indonesia patut membuat kita untuk berkaca, introspeksi, dan mengevaluasi apa, siapa, dan ke mana sebenarnya kita akan menuju. Karena itu, sudah saatnya pondok pesantren memiliki kemampuan dalam merumuskan gagasan yang cerdas, terutama dalam mendampingi umat Islam Indonesia.

Menurut hemat saya, pondok pesantren saat ini harus memiliki kesadaran yang ditandai dengan empat ciri, yaitu (1) kritis, (2) memberi dan mendatangkan energi, (3) menciptakan, dan (4) menyembuhkan. Tanpa kesadaran dengan ciri-ciri itu, pondok pesantren akan menjadi suatu yang steril, layu, dan tak memiliki kontribusi yang besar terhadap bangsa dan negara.

Kesadaran kritis dalam lingkungan pendidikan Islam di pondok pesantren bertugas menyuburkan dan mempertahankan kesadaran dominan dalam budaya keagamaan di Indonesia yang cenderung sarat kepentingan, tunduk pada etos konsumerisme, menopang tatanan yang ada, atau malahan mengambil keuntungan darinya. Kesadaran kritis diperlukan dalam rangka membebaskan umat Islam dan sistem teologinya dari lanskap pertarungan kekuasaan politik yang tidak bertanggung jawab dan sistem ekonomi yang menjinakkan dan menundukkan kaum fakir dan miskin.

Tradisi pesantren perlu dikelola secara modern dan terbuka agar tidak terkesan bahwa pesantren memiliki pandangan keagamaan yang statis dan terkooptasi sehingga ke depannya pesantren dapat melahirkan kembali anak
anak yang memiliki jiwa kesatria, taat, dan menjadi sumber energi yang memungkinkan umat bergerak maju menuju zaman dan situasi yang lebih baik. 
Artinya kita harus selalu kritis dalam menyikapi realitas sosial-keagamaan yang ada sehingga berujung pada tumbuhnya harapan dan arah baru menuju masa depan yang ditandai dengan tatanan sosial yang egaliter dan berkeadilan.

Selanjutnya, pondok pesantren juga harus selalu memperbaharui kapasitas menciptakan, yaitu kemampuan mengidentifikasi masalah, isu, dan keprihatinan yang melanda kelangsungan hidup umat manusia dan terlibat aktif menemukan jawaban terhadapnya. Kemudian, jawaban tersebut diterapkan dengan kreatif untuk mencapai hasil seoptimal mungkin tetapi tetap diperlakukan sebagai sesuatu yang tentatif. Hasil itu dianggap tentatif karena dapat diuji ulang dan ditinjau kembali sehingga, dengan demikian, menjadi awal siklus penciptaan selanjutnya.

Lebih lanjut lagi, kapasitas menciptakan memerlukan pendamping dan pembimbing. Karena itu, isu tentang pentingnya capacity building bagi para pengelola pondok pesantren. Orang-orang berkemampuan khusus seperti al-maghfurlah Kiai Hasan Asy’ari dahulu ditempa sebuah kebutuhan khusus sehingga menimbulkan semangat berlipat ganda dalam menuntut ilmu. Kita tentu membutuhkan suasana pesantren yang dapat mengembalikan dan menumbuhkan spirit santrinya persis sama seperti yang pernah dialami para pendahulu kita.

Oleh sebab itu, pondok pesantren juga harus selalu berusaha untuk terus-menerus mengembangkan kesadaran menyembuhkan. Ini merupakan kekuatan spiritual yang bersumber dari komitmen dan kegairahan terhadap risalah dan nubuat agama. Kekuatan spiritual ini merupakan kebutuhan dan ciri khas yang selama ratusan tahun telah hidup dan menjadi tradisi di pesantren.

Semangat menyembuhkan menjadi sangat relevan untuk terus dipertahankan pondok pesantren karena kesadaran menyembuhkan ini tidak selaras dengan rasa benci dan bermusuhan di kalangan berbagai kelompok masyarakat yang berbeda agama, kelas sosial, dan latar belakang lainnya. Kesadaran itulah yang menempatkan pondok pesantren pada tempat publik yang sama dengan siapa pun, yang dengan nilai sinergi dan kesalingtergantungan bersamasama melakukan tugas-tugas kenegaraan dan keislaman.

Kita terus membutuhkan konsistensi dan strategi pengembangan pondok pesantren yang fokus dan terarah. Saya percaya begitu banyak energi dan kreativitas pada komunitas pondok pesantren yang belum terjamah dengan perencanaan program yang baik. Partisipasi masyarakat yang menjadi kekuatan pondok pesantren selama ini harus terus menjadi prioritas untuk dibangun dan dikembangkan kembali, agar bersama-sama pemerintah pondok pesantren dapat berjalan beriringan dalam menegakkan kembali citra umat Islam Indonesia yang ramah dan rahmah. Selamat hari santri nasional, dengan catatan Pak Jokowi menang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar