Spirit
Memilih ala Nabi Adam
Syarif Hidayat Santoso ; Alumnus FISIP UNEJ,
Santri Kalong Sejumlah Pesantren
|
OKEZONENEWS,
10 Juli 2014
Kalaulah demokrasi adalah opsi memilih, maka Tuhan telah memberikan
satu konsep tentang opsi memilih bahkan sebelum manusia turun ke bumi. Tafsir
Al Qurtubi menjelaskan dengan gamblang dan serius larangan Tuhan kepada Adam
untuk tak memakan buah terlarang.
Apa bunyi larangannya? Larangan tersebut tercantum dalam QS 2:35, “la taqraba hadihis sajarah“ (Janganlah kamu dekati pohon ini).
Menurut Imam Qurtubi, kalimat janganlah kamu dekati pohon ini (maksudnya
adalah jangan kamu makan buah pohon ini) memiliki dua makna. Makna pertama,
janganlah kamu makan buah jenis ini.
Makna pertama ini memiliki implikasi semua buah berjenis sama dengan
apa yang ditunjuk Tuhan terlarang untuk dimakan. Harap anda ketahui buah apa
yang dilarang itupun para ulama berbeda pendapat.
Imam Nawawi mengatakan buah gandum, adapula ulama tafsir lain
mengartikan buah lemon, apel, anggur, kurma. Jadi, menurut makna pertama,
jika yang dilarang dimakan adalah apel, maka semua apel di surga terlarang
untuk dimakan. Opsi pertama ini dalam ilmu tafsir merupakan opsi terbaik yang
seharusnya dipilih oleh Adam.
Adapun makna kedua adalah janganlah kamu makan buah dari pohon ini.
Jadi larangan Tuhan sifatnya terbatas hanya kepada satu komoditas pohon yang
ditunjuk saja. Ironisnya, Adam terjebak pada makna ini. Menurut keyakinan
Adam, Tuhan hanya melarang makan buah dari satu pohon tertentu, yaitu pohon
yang ditunjuk Tuhan. Sehingga bagi Adam, tak keliru jika makan buah dari
pohon lain.
Tapi, tafsir sunni tak menyalahkan Adam. Dalam teologi Sunni tak ada
nabi berbuat dosa. Kekeliruan para nabi hanyalah kesalahan menentukan opsi.
Adam seharusnya memilih opsi pertama karena itulah opsi terbaik yang sesuai
dengan persepsi Tuhan dan kedudukan Adam sebagai nabi. Adam memilih opsi
kedua yang sebenarnya bukan opsi buruk, tapi merupakan opsi baik.
Sekali lagi merupakan opsi baik, bukan buruk atau batil. Dramatiknya,
dua makna ini benar secara tafsir dan memiliki konsekuensi bahwa sebenarnya
Adam tak melanggar perintah Tuhan. Dalam akidah sunni sebagaimana dijelaskan
Ali Al Shobuni, ketika Adam memakan buah yang dilarang itu sebenarnya Adam
sedang tidak jatuh kedalam kebatilan, namun hanya memilih opsi baik bukan
opsi terbaik.
Menurut Al Qurtubi, Adam justru memakan buah yang dilarang itu karena
lupa pada opsi terbaik yang seharusnya dipilih para Nabi (QS 20:115).
Sebagian ulama tafsir menjelaskan disinilah letak kemaksuman Adam yang nabi
serta kekebalannya dari godaan Iblis. Dalam teologi Sunni, Iblis sebenarnya
tidak menggoda Adam agar jatuh kedalam kebatilan tapi hanya menggodanya agar
jatuh dari perbuatan terbaik kepada perbuatan baik.
Pilih memilih adalah urusan yang sebenarnya tak boleh jatuh ke dalam
paradigma baik-buruk namun harus berada pada paradigma terbaik-baik. Hikmah
inilah yang harus dibenamkan dalam benak demokrasi kita hari ini. Rabu 9 Juli
kita telah memilih. Alangkah baiknya kalau filosofi memilih ala Adam ini kita
terapkan. Capres yang kita pilih adalah capres terbaik menurut kita,
sementara capres yang tak kita pilih adalah capres yang baik menurut kita dan
bukan capres yang buruk. Inilah paradigma demokrasi Surgawi.
Paradigma memilih ala Adam yang takkan memunculkan anarkisme politik
tapi sebuah kebesaran jiwa yang suprematif. Jika Tuhan saja memberikan dua
opsi, terbaik dan baik. Lalu, pantaskah moralitas demokrasi kita jatuh kepada
paradigma baik dan buruk. Selamat telah
memilih Capres-cawapres.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar