Selasa, 08 Juli 2014

Pelaku Pasar Menunggu 9 Juli

                                  Pelaku Pasar Menunggu 9 Juli

Nugroho SBM  ;   Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB)
Universitas Diponegoro
SUARA MERDEKA,  07 Juli 2014
                                                


MENDEKATI hari H pelaksanaan Pilpres 2014, nilai tukar rupiah melemah sampai Rp 12.000 per dolar AS. Apa penyebabnya?  Kita bisa merunut kausalitasnya dari dua faktor yang biasa dipakai dalam analisis pasar valuta asing dan pasar modal, yaitu faktor fundamental dan teknikal. Faktor fundamental adalah faktor-faktor ekonomi dan bersifat jangka panjang, sedangkan faktor teknikal menyangkut faktor-faktor nonekonomi dan bersifat jangka pendek.

Secara fundamental memang ada beberapa alasan mengapa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah, baik karena faktor eksternal (luar negeri) maupun internal (domestik). Faktor eksternal adalah menurunnya tingkat pengangguran di AS dari 10% pada awal krisis keuangan 2009 menjadi hanya 6,3% tahun 2013, dan diprediksi turun lagi tahun ini. Hal ini menyebabkan nilai tukar dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang di dunia, termasuk rupiah.

Berkait faktor internal di Indonesia, kita bisa menyebut pertama; ketatnya likuiditas perbankan sehingga pertumbuhan kredit perbankan juga melambat. Kedua; defisit transaksi berjalan (barang dan jasa) yang masih terus kita alami. Sampai akhir 2013 dalam kerangka Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN atau ASEAN Free Trade Area (AFTA), Indonesia hanya mencatat surplus terhadap Filipina dan Malaysia.

Padahal 2015 AFTA ditingkatkan menjadi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Belum lagi defisit yang terjadi dengan China. dalam kerangka Kawasan Perdagangan ASEAN dengan China, atau ASEAN China Free Trade Area (ACFTA). Defisit transaksi berjalan berarti valuta asing lebih banyak mengalir ke luar Indonesia dibanding yang masuk sehingga nilai tukar valuta asing termasuk dolar AS menguat terhadap rupiah.

Ketiga; inflasi tahunan 2014 diprediksi masih cukup tinggi, berkisar 7,3-7,5% berkait Ramadan dan nantinya Lebaran. Inflasi berarti rupiah yang beredar bertambah, sementara di sisi lain dolar AS tetap. Jika jumlah rupiah bertambah tapi jumlah dolar AS tetap maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun akan melemah.

Sehubungan faktor eksternal dan internal, meskipun membuat rupiah melemah terhadap dolar AS, semestinya pelemahan tersebut tak sampai membuat rupiah terjerembab sampai ke level Rp 12.000 per dolar AS. Ada beberapa faktor yang sebenarnya mengoreksi rupiah untuk tidak turun terlalu jauh terhadap dolar AS.

Secara eksternal, meskipun pengangguran di AS turun, di sisi lain tingkat pertumbuhan ekonomi AS 2014 diprediksi di atas 2,5% telah dikoreksi oleh The Fed (Bank Sentral AS) menjadi hanya 2,1% karena pada triwulan pertama 2014 pertumbuhan ekonomi AS hanya mencapai 1,5%. Turunnya pertumbuhan ekonomi AS ini mestinya membuat dolar AS melemah terhadap semua mata uang, termasuk rupiah.

Adapun faktor dalam negeri yang mestinya membuat rupiah terhadap dolar AS menguat adalah adanya aliran dana asing yang masuk. Derasnya aliran dana asing yang masuk ini membuat cadangan devisa Indonesia pada Mei 2014 mencapai 107 miliar dolar AS dan membuat IHSG menguat sampai ke 5.000 meskipun kemudian turun lagi karena aksi jual untuk mengambil untung ke level 4.845.

Bila faktor fundamental tak bisa menerangkan mengapa rupiah terhadap dolar AS turun sedemikian drastis maka penyebabnya bisa dicari dari faktor teknikal. Secara teknikal, sebenarnya Pilpres 9 Juli 2014 merupakan sentimen positif bagi pasar. Indonesia dipandang sebagai negara sedang berkembang dan berhasil memasuki era demokrasi yang baik. Dalam pilpres rakyat memilih presiden secara langsung yang merupakan ciri utama demokrasi negara maju.

Program Propasar

Tapi kenapa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS justru melemah drastis sampai mendekati Rp 12.000 per dolar AS? Jawabannya tak lain karena para pemilik îuang panasî atau valuta asing masih menunggu hasil Pilpres 2014. Mengapa? Pertama; karena hanya ada dua pasangan capres-cawapres maka persaingan di antara keduanya sangat ketat dan panas.

Kedua; elektabilitas kedua capres versi berbagai lembaga survei dari hari ke hari makin berimbang. Jadi, makin mendekati 9 Juli makin ’’tidak jelas’’ siapa yang nantinya jadi pemenang. Ketiga; setelah 9 Juli dan diketahui siapa presiden-wakil presiden terpilih masih ditunggu juga apakah yang kalah beserta pengikut dan pemilihnya bisa legawa menerima kekalahan? Keempat; apakah program-program ekonomi presiden-wakil presiden benar-benar ramah kepada pasar dan pelakunya?

Apa yang sebaiknya dilakukan, khususnya oleh BI, untuk menahan turunnya nilai rupiah terhadap dolar AS? Langkah terbaik adalah menunggu Pilpres 2014.  Sampai menjelang tanggal coblosan pun bisa diprediksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belum menguat secara signifikan.

Bank Indonesia dalam siaran persnya sudah menyatakan hal itu, bahwa turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bersifat sementara dan masih dalam batas aman. Saya setuju dengan pernyataan BI karena intervensi pasar dengan menjual dolar AS ke pasar atau menaikkan BI rate yang saat ini sudah 7,5% tak bakal bisa menahan faktor teknikal ini.

Capres-cawapres berserta pendukung dan rakyat pemilih hendaknya bisa mengendalikan diri sehingga tak terjadi konflik sosial yang merugikan. Setelah memenangi pilpres, presiden-wakil preside terpilih harus bisa meyakinkan dunia usaha bahwa mereka ramah terhadap pasar dan siap membenahi akar masalah ekonomi.

Beberapa masalah itu antara lain renegosiasi kontrak pertambangan, infrastruktur yang buruk, korupsi dan birokrasi berbelit, pertumbuhan penduduk yang tinggi yang akan mengancam bonus demografi, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar