Selasa, 08 Juli 2014

Menjadi Pemilih Rasional

                                         Menjadi Pemilih Rasional

Benny Susetyo  ;   Budayawan
SUARA MERDEKA,  07 Juli 2014
                                                


MENJELANG Pilpres 2014, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) kembali mengeluarkan surat gembala sebagai arahan bagi umat supaya menjadi sosok pemilih cerdas dan rasional. KWI menilai momentum pilpres ini akan menjadi kesempatan bagi kita untuk makin memperkokoh bangunan demokrasi. Pilpres menjadi sarana mengambil bagian dalam membangun dan mengembangkan negeri tercinta supaya makin damai dan sejahtera sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. KWI mendorong supaya dalam momentum ini umat memilih sosok pemimpin yang integritas moralnya bisa diandalkan. Umat harus berusaha mengetahui dan memahami rekam jejak kedua capres-cawapres. Mereka harus diyakinkan secara sungguh-sungguh apakah mempunyai watak pemimpin yang melayani dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan atau tidak. Pemimpin bangsa haruslah mereka yang menghormati kehidupan dan martabat manusia, memperjuangkan kebaikan bersama, mendorong dan menghayati semangat solidaritas dan subsidiaritas serta memberi perhatian lebih kepada warga kurang beruntung. Pilpres 2014 hendaknya melahirkan pemimpin yang gigih memelihara, mempertahankan, dan mengamalkan Pancasila. Karena itulah, umat hendaknya cerdas dan berusaha mengenali secara sungguh-sungguh para kandidat sebelum menjatuhkan pilihan. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah harga mati untuk kehidupan bangsa ini. Pluralitas merupakan fakta kebangsaan yang tidak bisa dimungkiri. Pemimpin haruslah menjadikannya sebagai landasan dalam melahirkan kebijakankebijakan yang adil dan bijaksana. Pada situasi seperti sekarang, kita juga perlu mencari pemimpin yang mampu memberikan rasa aman dan damai. Mereka yang lahir batin menjalankan konstitusi demi kemajuan Indonesia sebagai bangsa. Mereka adalah negarawan yang memiliki orientasi dan kebijaksanaan melindungi kaum kecil, bukannya mereka yang bersama- sama kaum kaya justru memperdaya dan memanfaatkan wong cilik.

Totalitas Melayani

Kita merindukan pemimpin yang melayani rakyatnya secara total. Bangsa ini sungguh membutuhkan sosok pemimpin yang bisa melayani rakyat dengan hati secara total. Mereka memberikan diri sepenuhnya untuk membangun bangsa, bukan untuk orientasi lain yang hanya memanfaatkan rakyat sebagai kambing hitam kekuasaan. Kita membutuhkan pemimpin yang tangguh, sosok yang tidak mudah menyerah pada keadaan.

Pemimpin yang kreatif dan mengarahkan kekuasaannya semua demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan cukong atau mafia. Pada titik inilah kita secara sadar membutuhkan pemimpin amanah dan bisa dipercaya. Sudah lama rakyat merindukan sosok pemimpin yang jujur dan bisa dipercaya. Ini artinya bahwa selama ini rakyat merasa dibohongi. Bertahun-tahun hanya mendapatkan pemimpin yang kurang amanah dan kurang memiliki perhatian pada nasib rakyat.

Di tengah situasi demikian, satriya piningit ideal dambaan rakyat adalah sosok yang jujur. Kesatria yang total memberikan pelayanan kepada rakyatnya. Pemberantasan korupsi janganlah sekadar janji.

Begitu banyak pengalaman bangsa ini tertipu oleh janji manis pemberantasan korupsi. Rakyat terlena termakan janji, dan tersadar bahwa ternyata mereka memilih pemimpin yang tidak memiliki totalitas memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi bukan semata janji melainkan sudah mendarah daging menjadi jiwa dan karakter, bahwa korupsi sudah waktunya tidak lagi diberikan tempat di bumi pertiwi ini.

Kembali umat diingatlkan supaya jangan tertipu janji manis pemberantasan korupsi tanpa langkah konkret pembenahan sistem birokrasi yang begitu lihai merampok uang rakyat. Pemberantasan korupsi adalah masalah paling penting yang harus ditangani pemimpin nasional ke depan. Semua pemimpin memang memiliki visi demikian, tapi tentukanlah kepada mereka yang jujur dan bukan sekadar mengumbar janji.

Cerdas Memilih

Seperti lazimnya dalam pilpres, semua calon pemimpin mengumbar janji. Kalau suatu saat tampuk kekuasaan sudah diraih, mereka pun melupakan semua yang dijanjikan. Pelajaran demikian sudah berulangulang terjadi. Rakyat pun bosan dan seharusnya semakin tercerahkan agar tidak mudah terjebak retorika calon pemimpin. Jangan lagi mau dibuai oleh janji palsu yang tidak masuk akal. Janji yang sudah kehilangan makna.

Pemimpin idaman bangsa ini adalah mereka yang menghayati nilai-nilai agama dengan baik dan jujur, peduli terhadap sesama, berpihak kepada rakyat kecil, cinta damai dan anti kekerasan. Berhati-hatilah dengan sikap ramah-tamah dan kebaikan yang ditampilkan para elite saat berkampanye, seperti membantu secara material atau memberi uang. KWI menyerukan agar saudara-saudari menggunakan hak untuk memilih.

Tidak memilih bukan tindakan yang tepat. Tapi hendaknya pilihan kita tidak dipengaruhi oleh uang atau imbalan-imbalan lainnya. Sikap demikian merupakan perwujudan ajaran gereja yang menyatakan, ”Hendaknya semua warga negara menyadari hak dan kewajibannya untuk secara bebas menggunakan hak suara mereka guna meningkatkan kesejahteraan umum” (Gaudium et Spes 75). ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar