Selasa, 08 Juli 2014

Memilih Untuk (Pendidikan) Indonesia

                      Memilih Untuk (Pendidikan) Indonesia

Sudaryanto  ;   Dosen FKIP UAD
HALUAN,  07 Juli 2014
                                                


“Pemilihan umum telah memanggil kita/se­luruh rakyat men­yambut gembira/hak demokrasi Pancasila/hikmah Indonesia merdeka/...”. Peng­galan lirik lagu itu tiba-tiba terngiang di benak penulis tatkala menyambut datangnya momentum Pemilihan Umum Presiden (Pilpres), 9 Juli 2014. Ya, sebagai rakyat Indonesia, kita pantas optimis dan ber­gem­bira karena dapat meng­gunakan hak suara guna menentukan nasib bangsa ini agar lebih baik ke depan.

Optimisme serupa kita harapkan pula terjadi di bidang pendidikan nasional, yang belakangan ini kebetulan banyak mendapat sorotan. Daniel Mohammad Rosyid (Kompas, 27/6/2014) menyoroti bahwa bangsa ini kusut karena terlalu banyak sekolah. Kata­nya, ada banyak sekolah dan madrasah, tetapi masyarakat justru tidak makin terdidik. Bahkan, Daniel mengusulkan, agar Kemdikbud dibubarkan seperti halnya Deppen dan Depsos di era Presiden Gus Dur.

Melalui beberapa tulisan di kolom ini (Haluan, 14/6/2014 dan 23/6/2014), saya yang memiliki keilmuan terbatas, barulah dapat mengimbau agar kedua pasangan capres-cawa­pres Pilpres 2014, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, dapat lebih memperbaiki kinerja pendidikan nasional. Tulisan ini akan melengkapi pokok-pokok ide yang telah penulis sampaikan dalam tulisan-tulisan terdahulu, sehingga khazanah pemikiran pembaca budiman dapat bertambah luas.

Belajar dari Malaysia dan Thailand

Pendidikan merupakan investasi masa depan. Ungka­pan bijak ini tak hanya diamini, tetapi juga diamalkan oleh pemerintah Malaysia dan Thailand. Di Malaysia, ada program “MyBrain 15” berupa pemberian beasiswa studi lanjut jenjang master (S-2) dan doktoral (S-3) bagi warga negara Malaysia. Program tersebut memiliki tujuan untuk memperluas akses pendidikan jenjang S-2 dan S-3 bagi warga negara Malaysia, khususnya non-dosen PT di Malaysia.

Selain itu, melalui program serupa, Kementerian Pengajian Tinggi, “Dikti”-nya Malaysia, ingin mendorong adanya penambahan jumlah doktor dari berbagai bidang ilmu. Bukan tidak mungkin, berkat program “MyBrain 15” jumlah doktor di Malaysia untuk 2-3 tahun ke depan, kelak dapat melam­paui jumlah doktor di Indonesia saat ini, 17.763 orang (data versi Kemdikbud, 2013). Untuk hal yang satu ini, kita perlu belajar banyak dari Malaysia.

Selanjutnya, berkat infor­masi dari Dr Bambang Sumin­tomo, dosen Universiti Teknologi Malaysia (UTM), saya peroleh gambaran tentang spesifikasi bidang ilmu di tiap-tiap univer­sitas di Malaysia. Universiti Utara Malaysia (UUM), misal­nya, dikenal sebagai pusat keilmuan bidang sosial. Di sana juga terdapat pusat kajian/studi pemikiran Dr Mahathir Moha­mad, mantan Perdana Menteri Malaysia yang terkemuka itu.

Lain Malaysia, lain pula Thailand. Beberapa universitas di Thailand berhasil melakukan kerja sama internasional dengan pihak luar negeri, termasuk Indonesia. Prince of Songkla University (PSU) dan Burapha University (BU), dua universitas terkemuka di Thailand, telah menjalin kerja sama dengan Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogya­karta. Berkat kerja sama itu, baik PSU, BU, maupun UAD, sama-sama dapat mening­katkan kinerja riset antardosen lebih optimal.

Di samping itu, sejumlah universitas di Thailand berhasil dilirik oleh mahasiswa luar negeri, termasuk dari Indonesia, seperti Thammasat University, Rangsit University, juga PSU dan BU. Selain karena letak Thailand yang sangat dekat dengan Indonesia, kondisi sosio-kultural masyarakat Thailand nyaris sama dengan masya­rakat Indonesia. Terlebih, di daerah Pattani, Thailand selatan, yang berpenduduk mayoritas Islam.

Satu hal lagi, Thammasat University telah memberikan gelar Doktor Honoris Causa (Dr HC) bidang ilmu politik kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (2005). Pemberian gelar itu merupakan upaya diplomasi pendidikan Thailand agar Indonesia tetap mau bersahabat dengannya sampai kapan pun. Salah satu caranya ialah mendorong mahasiswa asal Indonesia untuk menempuh studi lanjut ke sejumlah universitas terbaik di Thailand.

Sejumlah Catatan

Sorotan Daniel Muhammad Rosyid dan pengalaman dua negara jiran kita di atas, kiranya menyiratkan sejumlah catatan penting, khususnya bagi pemerintahan mendatang. Pertama, akses pendidikan bagi warga negara Indonesia perlu diperluas lagi. Akses pendidikan bukan semata-mata menambah jumlah sekolah dan universitas di Tanah Air, melainkan upaya mendorong agar seluruh warga negara Indonesia mengenyam dunia pendidikan, minimal tingkat sarjana (S-1).

Kedua, tiap-tiap universitas/institut didorong oleh Dikti untuk memiliki spesifikasi bidang ilmu seperti halnya universitas-universitas di luar negeri. Berkaca dari UUM, misalnya, kita perlu memiliki pusat-pusat kajian/studi yang sejalan dengan visi-misi univer­sitas/institut. IPB perlu memili­ki pusat kajian teknologi pertanian, buah-buahan, tana­man tropis, dll. Sementara itu, ITB perlu memiliki pusat kajian teknologi industri, infrastruktur dan transportasi, dll.

Ketiga, Dikti perlu meng­gagas beasiswa studi lanjut S-2 dan S-3 bagi mahasiswa asing untuk belajar di sejumlah PT di Indonesia. Sejumlah sekolah/program pascasarjana kita telah memiliki program studi-program studi yang terkategorikan unggul (“A”), dan ini layak ditawarkan kepada mahasiswa asing. Hemat saya, pemberian bea­siswa studi lanjut bagi maha­siswa asing dapat mening­katkan upaya internasionalisasi PT kita di luar negeri.

Keempat, pihak PT kita dapat menggagas pemberian gelar Doktor Honoris Causa atau Doktor Kehormatan bagi aka­demisi dan/atau individu di luar negeri yang telah berjasa banyak bagi Indonesia. Misal­nya, UI memberikan peng­hargaan Doktor Honoris Causa bagi Prof. Wu Wenxia, pensiu­nan guru besar Bahasa Indo­nesia Beijing Foreign Studies University (BFSU). Seperti halnya Tsinghua Uni­versity yang menganu­gerahkan peng­hargaan serupa kepada Presiden SBY.

Sebagai kesimpulan, penulis ingin mengajak kepada pem­baca budiman agar memanfaat­kan sebaik mungkin hak suara dalam Pilpres 9 Juli 2014 ini. Apapun pilihan Anda, saya yakin itulah yang sesuai dengan hati nurani dan harapan Anda. Dan, saya berharap pula agar kinerja pendidikan nasional dalam lima tahun mendatang dapat lebih baik dan mencer­daskan kehidupan bangsa seperti yang termaktub dalam Pem­bukaan UUD 1945. Amin.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar