Orientasi
Kemaslahatan Demokrasi
M Hasan Mutawakkil Alallah ; Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Timur
|
JAWA
POS, 08 Juli 2014
POSISI pemimpin sangat penting bagi kehidupan sebuah bangsa. Dampaknya
akan sangat memengaruhi perjalanan bangsa yang dipimpinnya. Atas dasar itu,
Islam memandang pemimpin tidak hanya sebatas persoalan duniawi, tetapi juga
ukhrowi. Dalam hadis Nabi dijelaskan, satu di antara tujuh figur yang kelak
pada Hari Akhir mendapat perlindungan ilahi adalah pemimpin yang adil.
Kebijakan seorang pemimpin memang sangat berkaitan langsung dengan
nilai kemaslahatan. Dalam tradisi pesantren, al-faqir selalu ingat kepada
kaidah terkenal berikut ini, tasharruful imamu ‘alarra’iyyah manuthun bil
mashlahah al’ammah. Terjemahannya kira-kira, perlakuan pemimpin kepada
rakyatnya seharusnya didasarkan pada kemaslahatan bersama.
Sederhananya, kemaslahatan berarti kebajikan atau kebaikan yang bisa
dirasakan sebanyak-banyaknya orang yang dipimpin. Karena itu, pemimpin dan
kemaslahatan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Jika dipisahkan, pemimpin
akan kehilangan fungsi utamanya. Keberadaannya tidak memberikan manfaat apa
pun kepada orang-orang di bawah kepemimpinannya.
Berbagai sistem untuk menentukan pemimpin sudah banyak dikenal selama
ini. Salah satunya demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemimpin ditentukan
melalui mekanisme pemilihan yang melibatkan setiap individu warga masyarakat.
Masyarakat diberi kesempatan untuk menggunakan haknya guna ikut menentukan
siapakah pemimpin yang mereka inginkan.
Pemilihan Umum Presiden pada 9 Juli 2014 ini merupakan salah satu
contoh praktik demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat di negeri
ini untuk menentukan pemimpin untuk lima tahun ke depan. Semua warga yang
memiliki hak suara diberi kesempatan yang setara untuk memberikan suara dan
menyalurkan aspirasi politiknya melalui pemilihan langsung.
Kita semua patut bersyukur terhadap perkembangan tersebut. Ada
perbaikan dalam proses penentuan presiden sebagai pemimpin tertinggi di
negeri tercinta ini. Kita masih ingat, pada masa Orde Baru, rakyat tidak
diberi kesempatan setara untuk menentukan presiden. Saat itu presiden hanya
ditentukan melalui mekanisme pemilihan di parlemen. Siapa yang bisa menguasai
perlemen, dialah yang memiliki kesempatan terbesar untuk memenangi pemilihan
presiden.
Artinya, dari sisi prosedur, perkembangan demokrasi kita sudah menuju
ke arah yang lebih baik jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Partisipasi warga dihitung untuk menjadi penentu akhir kemenangan atau
kekalahan. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan masa sebelumnya yang lebih
mendasarkan pada mekanisme perwakilan rakyat di parlemen. Padahal, sangat
sering terjadi, mekanisme perwakilan itu justru tidak mencerminkan aspirasi
warga yang diwakili.
Melihat kenyataan tersebut, rasa syukur kita tidak boleh berhenti pada
prestasi yang dipertunjukkan demokrasi prosedural ini. Kita memang mensyukuri
bahwa setiap suara yang diberikan warga dipakai sebagai penentu kemenangan
dan kekalahan calon pemimpin bangsa ini. Suara mereka semua ikut menentukan
pemimpin mereka.
Namun, kita semua patut bertanya, untuk apa demokrasi prosedural
tersebut? Apa pentingnya bagi perbaikan kehidupan masyarakat? Karena itu, yang
perlu didorong sekarang, dari prestasi demokrasi prosedural tersebut, kita
bersama-sama bisa berlari cepat menuju demokrasi substansial.
Apa yang al-faqir uraikan sebelumnya melalui konsep kemaslahatan umum
pemimpin itu sebetulnya merupakan isi utama uraian tentang demokrasi
substansial tersebut. Demokrasi prosedural tidak boleh dijadikan tujuan.
Demokrasi prosedural hanya menjadi alat untuk meningkatkan partisipasi warga
dalam proses penting yang berhubungan dengan penentuan kehidupan bersama.
Orientasi kemaslahatan harus menjadi proses berikutnya dari prestasi
kita bersama dalam memantapkan demokrasi prosedural. Proses-proses demokrasi
kita patut dijalankan demi kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Aspirasi yang sudah diberikan warga dalam pemilu patut
direspons pemimpin yang lahir dari proses demokrasi ini melalui program
peningkatan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat secara bersama.
Itulah pekerjaan rumah pemimpin yang lahir dari proses demokrasi, di
antaranya melalui pilpres kali ini. Dipilihnya yang bersangkutan oleh rakyat
merupakan amanah yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan mereka seadil-adilnya.
Kemakmuran dan kesejahteraan tersebut memiliki arti luas. Kesejahteraan
ekonomi dan kemakmuran material hanyalah salah satu arti yang sangat luas
itu. Pemimpin memang tidak boleh meremehkan pentingnya kesejahteraan ekonomi
dan kemakmuran material rakyatnya.
Orang biasa berkata, buat apa demokrasi kalau ternyata kehidupan rakyat
tetap miskin dan tidak ada perbaikan. Itulah tantangan demokrasi. Karena itu,
pemimpin yang lahir dari proses demokrasi, menurut al-faqir, sebaiknya segera
berpikir keras untuk menjadikan amanah yang diperolehnya sebagai kesempatan
untuk mengabdi kepada rakyat melalui program pengembangan kesejahteraan
ekonomi dan kemakmuran material mereka.
Di pundak pemimpin yang dimaksud, ada tanggung jawab besar untuk
meyakinkan rakyat bahwa demokrasi adalah untuk kepentingan perbaikan kualitas
kehidupan mereka. Kalau pemimpin tidak mampu menjalankan amanah penciptaan
kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran rakyat secara merata serta berkeadilan,
rakyat kemudian bisa saja menyangsikan manfaat demokrasi. Mereka bisa
mengidolakan kembali masa-masa sebelum berkembangnya demokrasi. Itulah yang
menjelaskan munculnya poster dan selebaran belakangan ini seperti piye kabare, enak jamanku to?.
Pemimpin yang ditentukan melalui pilpres kali ini juga sebaiknya
berpikir keras guna menjadikan amanah yang diperolehnya untuk perbaikan
kualitas kehidupan nonmaterial kita bersama. Pengembangan nilai-nilai luhur
yang lama menjadi ciri khas kita sebagai sebuah bangsa seharusnya mendapat
perhatian khusus.
Sesungguhnya, al-faqir sangat prihatin terhadap perilaku di antara kita
yang sudah kehilangan akhlak mulia saat menjalani proses demokrasi, khususnya
menuju pilpres kali ini. Untuk memenuhi kehendak memenangi pertarungan
pilpres, tidak sedikit di antara kita yang rela melakukan praktik dan
tindakan tidak terpuji. Saya al-faqir mengelus dada saat melihat, mendengar,
dan membaca banyaknya black campaign
satu pihak atas pihak yang lain. Bahkan, praktik black campaign itu sudah sangat mengkhawatirkan karena tidak saja
menyerang visi-misi yang akan dijalankan sasarannya secara membabi buta,
melainkan hingga sampai praktik mengafirkan.
Semoga kita semua segera diberi petunjuk kepada jalan yang benar. Siapa
pun yang terpilih melalui pilpres kali ini bertanggung jawab memperbaiki
kualitas kehidupan bangsa ini dalam arti yang luas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar