Sabtu, 19 Juli 2014

Ngabuburit

                                                              Ngabuburit

Asep Purnama Bahtiar  ;   Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
KORAN TEMPO,  17 Juli 2014
                                                


Setiap Ramadan tiba, kosakata ngabuburit sering dipakai dalam wacana publik dan perbincangan sehari-hari. Saking populernya istilah ngabuburit ini, penggunaannya menjadi kehilangan makna dan konteks waktu.

Kosakata ngabuburit-mempunyai sandingan kata ngabeubeurang, diambil dari bahasa Sunda-berasal dari kata burit yang berarti sore hari; petang hari; atau senja hari. Sedangkan kata ngabeubeurang berasal dari kata beurang (bukan berang atau berang-berang), yang artinya siang hari. Dalam penggunaannya, ngabuburit menjadi lebih populer daripada ngabeubeurang, setidaknya karena mengacu pada sore hari, yang akhir waktunya adalah saat magrib dan berbuka, yang ditunggu-tunggu oleh orang yang berpuasa.

Ngabuburit dalam konteks ibadah puasa memiliki latar sejarah yang menarik. Paling tidak pada sekitar 1970-an, masa kanak-kanak penulis, ibadah puasa pada Ramadan senantiasa bersamaan dengan masa liburan sekolah, sehingga suasana ibadah puasa betul-betul bisa dinikmati sedemikiran rupa dalam kondisi yang bebas-merdeka dari rutinitas sekolah dan tugas-tugas terkait. Ramadan yang identik dengan liburan sekolah waktu itu memberikan ruang belajar baru bagi anak-anak, yaitu belajar berpuasa yang selalu diiringi dengan ngabuburit dan ngabeubeurang.

Istilah ngabuburit  termasuk  local genius dan tacit knowledge umat Islam di tanah Sunda, khususnya yang berada di area pedesaan dan perkampungan, untuk mendidik dan melatih anak-anak belajar berpuasa pada Ramadan. Anak-anak yang masih berusia 5-8 tahun dilatih berpuasa, biasanya dengan tambahan motivasi akan diberi hadiah "penganan dan sajian istimewa" saat waktu berbuka puasa tiba, atau dirapel nanti saat Lebaran (Idul Fitri) dalam wujud uang yang banyak atau pakaian, sarung, dan peci baru yang bagus.

Nah, agar anak-anak yang masih di bangku TK atau SD itu berhasil tamat puasanya sampai magrib, dibuatlah skenario waktu pengalih yang bisa melenakan rasa lapar dan haus bocah-bocah kecil yang berpuasa itu, yaitu istilah ngabuburit, yang sebelumnya diawali dengan ngabeubeurang. Mirip dengan ngabuburit, kosakata ngabeubeurang, yang berasal dari kata beurang (waktu siang hari), berarti menunggu waktu siang yang dilakukan  dengan berbagai aktivitas permainan kreatif khas anak-anak kampung selepas salat subuh sampai jam 10-an.

Akhir-akhir ini, kosakata ngabuburit khususnya tidak hanya berlaku bagi anak-anak kecil yang sedang belajar berpuasa. Tanpa pandang umur dan strata sosial atau aktivitas, siapa pun ketika berada di suatu tempat pada waktu senja, kalau ditanya pasti jawabannya hampir pasti sama: lagi ngabuburit. Seperti yang bisa disaksikan sekarang, orang (berpuasa atau tidak) kebanyakan ngabuburit di mal, pusat belanja, dan arena hiburan, sehingga kosakata ngabuburit menjadi kehilangan makna dan konteks aslinya. Begitulah, ngabeubeurang dan ngabeubeurit sekarang hanyalah waktu yang diluangkan pada bulan puasa yang tidak jelas batasan masa dan fungsi edukatifnya, juga tidak jarang sekadar dipakai sebagai kamuflase agar dikira sedang berpuasa. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar